MATANGNYA BUAH KARMA
Halaman 1 dari 1
MATANGNYA BUAH KARMA
PADA sebuah Vihara Avalokitesvara hidup seorang Bhikku setengah baya, Vajradatta, demikianlah namanya. Dia terkenal karma sangat ketat menjalankan sila-slia kebhikkhuannya.
Pads suatu hari, Bhikkhu Vajradatta berjalan-jalan di tepi pantai, di tengah perjalanan pulangnya, dia berjumpa dengan seorang pedagang kaki lima yang sedang menghidangkan sate daging anjing, aromanya yang luar biasa membuat setiap orang yang melewati tempat itu pasti tergoda untuk mencicipinya. Demikian pula Bhikkhu Vajradatta tidak terkecuali, dia menelan air liur, seolah-olah sedang menyantap sate. Untunglah dia masih dapat menguasai dirinya dengan balk.
Sekembali ke Vihara, dia merasa sekujur tubuhnya panas dingin tak teratur, tidak lama kemudian timbullah bisul-bisul berjajaran pada tubuhnya sebanyak delapan belas bush, bentuknya mirip tengkorak manusia yang berukuran sebesar bakso super, sakitnya luar biasa.
Bilamana ada yang datang membesuk, saktinya akan menjadi-jadi, tetapi bila Bhikkhu Vajradatta menghindar dari tamu yang membesuknya, sakitnya akan lebih bertambah menjadi-jadi hingga terasa menusuk sumsum tulang & seakan-akan memaksa Bhikkhu Vajradatta untuk mempertontonkan dirinya kepada khalayak ramai.
Dalam usaha mengobati penyakit anehnya, didatangkan lebih dari sepuluh dokter ahli dari sepuluh penjuru dunia, namun tak seorang pun yang dapat menyembuhkannya. Menyadari bahwa itu adalah tagihan karma masa lampau, maka dengan menahan sakit, Bhikkhu Vajradatta menahan sakit berlutut di hadapan Buddha meminta pertobatan.
Suatu sore, ketika Bhikkhu Vajradatta sedang meneliti sakitnya seorang diri, dalampandangannya yang sedikit kabur, dia melihat delapan belas or ang , tentara berdiri di depan dan berkata kepadanya, semuanya tidak - memiliki kepala.
`”Wahai Vajardatta, masih ingatkah kau pada kami ?" Suara mereka keluar dari lubang leher yang menganga.
"Seingat saya, kita tidak pernah saling mengenal…” Jawab Bhikkhu Vajradatta. Kau telah melupakan kami begitu cepat sobat !, ketahuilah, bahwa kami adalah bawahan-bawahanmu pada empat kelahiran yang lampau, di mans engkau menjabat sebagai panglima perang tertinggi negara. Suatu hari, kau memerintahkan kami yang jumlahnya dua-puluh orang untuk mengawasl sebuah pintu lorong pegunungan dengan ketat, dua orang di antara kami secara diam-diam meninggalkan tempat penjagaannya dan turun ke kaki bukit. Mereka bertemu dengan seorang wanita yang sedangberjalan seorang diri, mereka mence g at dan memperkosanya bergiliran. Kejadian ini diketahui oleh suami wanita tersebut dan melaporkannya kepada engkau. Dengan tanpa menyelediki siapa pelakunya di antara kami, engkau menghukum mati kami semuanya, sungguh suatu tindakan yang tidak adil, kami tidak rela menerima hukuman ini, mereka yang melakukan kejahatan itu sudah sewajarnya dlhukum mati, tetapi kami yang tidak berdosa juga harus ikut mati penasaran
Sudah dua ratus tahun kami mencari-cari engkau untuk membalas sakit hati ini, tetapi pada kehidupan sekarang kau baru kami dapati, namun kami tidak dapat berbuat apa-apa karena selama ini kau sangat ketat melaksanakan sila kebhikkhuan, sehingga kami sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk membalas dendam, kami hanya bisa menglkuti engkau terus-menerus kemana pun engkau pergi. Ketika hatimu tergerak untuk mencicipi sate anjing itu, barulah kami memperoleh kesempatan yang balk.
Kini engkau melakukan pertobatan kepada Sang Buddha, kami terpaksa harus menunda pembalasan terhadapmu. Tetapi ingatlah balk-balk, karma yang sudah ditanam harus diterima hasilnya, kami akan datang lagi beberapa tahun yang akan datang !"
Seusai berkata demikian, mereka menghilang seketika, clan Bhikkhu Vajradatta juga sadar dan kekaburan pandangannya
Beberapa tahun kemudian, Vajradatta meninggal dunia dengan penyakit yang sama.
Pads suatu hari, Bhikkhu Vajradatta berjalan-jalan di tepi pantai, di tengah perjalanan pulangnya, dia berjumpa dengan seorang pedagang kaki lima yang sedang menghidangkan sate daging anjing, aromanya yang luar biasa membuat setiap orang yang melewati tempat itu pasti tergoda untuk mencicipinya. Demikian pula Bhikkhu Vajradatta tidak terkecuali, dia menelan air liur, seolah-olah sedang menyantap sate. Untunglah dia masih dapat menguasai dirinya dengan balk.
Sekembali ke Vihara, dia merasa sekujur tubuhnya panas dingin tak teratur, tidak lama kemudian timbullah bisul-bisul berjajaran pada tubuhnya sebanyak delapan belas bush, bentuknya mirip tengkorak manusia yang berukuran sebesar bakso super, sakitnya luar biasa.
Bilamana ada yang datang membesuk, saktinya akan menjadi-jadi, tetapi bila Bhikkhu Vajradatta menghindar dari tamu yang membesuknya, sakitnya akan lebih bertambah menjadi-jadi hingga terasa menusuk sumsum tulang & seakan-akan memaksa Bhikkhu Vajradatta untuk mempertontonkan dirinya kepada khalayak ramai.
Dalam usaha mengobati penyakit anehnya, didatangkan lebih dari sepuluh dokter ahli dari sepuluh penjuru dunia, namun tak seorang pun yang dapat menyembuhkannya. Menyadari bahwa itu adalah tagihan karma masa lampau, maka dengan menahan sakit, Bhikkhu Vajradatta menahan sakit berlutut di hadapan Buddha meminta pertobatan.
Suatu sore, ketika Bhikkhu Vajradatta sedang meneliti sakitnya seorang diri, dalampandangannya yang sedikit kabur, dia melihat delapan belas or ang , tentara berdiri di depan dan berkata kepadanya, semuanya tidak - memiliki kepala.
`”Wahai Vajardatta, masih ingatkah kau pada kami ?" Suara mereka keluar dari lubang leher yang menganga.
"Seingat saya, kita tidak pernah saling mengenal…” Jawab Bhikkhu Vajradatta. Kau telah melupakan kami begitu cepat sobat !, ketahuilah, bahwa kami adalah bawahan-bawahanmu pada empat kelahiran yang lampau, di mans engkau menjabat sebagai panglima perang tertinggi negara. Suatu hari, kau memerintahkan kami yang jumlahnya dua-puluh orang untuk mengawasl sebuah pintu lorong pegunungan dengan ketat, dua orang di antara kami secara diam-diam meninggalkan tempat penjagaannya dan turun ke kaki bukit. Mereka bertemu dengan seorang wanita yang sedangberjalan seorang diri, mereka mence g at dan memperkosanya bergiliran. Kejadian ini diketahui oleh suami wanita tersebut dan melaporkannya kepada engkau. Dengan tanpa menyelediki siapa pelakunya di antara kami, engkau menghukum mati kami semuanya, sungguh suatu tindakan yang tidak adil, kami tidak rela menerima hukuman ini, mereka yang melakukan kejahatan itu sudah sewajarnya dlhukum mati, tetapi kami yang tidak berdosa juga harus ikut mati penasaran
Sudah dua ratus tahun kami mencari-cari engkau untuk membalas sakit hati ini, tetapi pada kehidupan sekarang kau baru kami dapati, namun kami tidak dapat berbuat apa-apa karena selama ini kau sangat ketat melaksanakan sila kebhikkhuan, sehingga kami sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk membalas dendam, kami hanya bisa menglkuti engkau terus-menerus kemana pun engkau pergi. Ketika hatimu tergerak untuk mencicipi sate anjing itu, barulah kami memperoleh kesempatan yang balk.
Kini engkau melakukan pertobatan kepada Sang Buddha, kami terpaksa harus menunda pembalasan terhadapmu. Tetapi ingatlah balk-balk, karma yang sudah ditanam harus diterima hasilnya, kami akan datang lagi beberapa tahun yang akan datang !"
Seusai berkata demikian, mereka menghilang seketika, clan Bhikkhu Vajradatta juga sadar dan kekaburan pandangannya
Beberapa tahun kemudian, Vajradatta meninggal dunia dengan penyakit yang sama.
Similar topics
» BUAH KARMA PERZINAHAN
» Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib
» Cara Berdoa kepada Ksitigarbha Bodhisattva ( Mantra NIRODHA KRTYA KARMA )
» Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib
» Cara Berdoa kepada Ksitigarbha Bodhisattva ( Mantra NIRODHA KRTYA KARMA )
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik