BUDDHIST COMPILATION FORUM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:41 pm

KATA PENGANTAR - Hukum Karma


Buku ini saya tulis sejak timbul ide hingga selesãi memerlukan
waktu selama 3 tahun, sebab utama ialah karena terlalu banyaknya tugas, baru
menulis beberapa kalimat lalu tertunda lagi beberapa bulan, terkadang sampai
setengah tahun. Demikianlah antara menulis dan tertunda, setelah mendapat
desakan yang terus-menerus dan banyak teman, baru setengah tahun belakangan ini,
kubulatkan tekad, dan kuluangkan waktu benar-benar untuk menyelesaikan buku
ini.

Karena penulis bukan novelis dan tidak pandai mengarang, karenanya
agak sulitlah menulis, tak dapat membuat variasi kata dan kalimat, maka tulisan
ini sangatlah sederhana dan diungkapkan secara apa adanya. Jadi apa yang ditulis
disini benar-benar adalah hal yang sebenarnya.

Saya hanya bermaksud
mendasar pada pengalaman saya sendiri yang kusimpulkan, ditambah atas dasar
pengamatan dan berbagai peristiwa yang terjadi, kemudian mendapatkan kesadaran
atas maknanya, dengan sejujurnya memberitakan pada kalian.

Dalam buku ini
saya hanya menulis 5 buah contoh nyata, pada hal fakta yang hendak saya tulis
sangatlah banyak, semuanya adalah fakta yang benar. Banyak kasus yang sama, saya
hanya memilih 5 buah kasus yang berlainan. Kelak bila perlu saya masih dapat
menulis kasus-kasus yang agak istimewa.

Buku ini merupakan hadiah untuk
dibaca bukanlah untuk dijual, tujuannya ialah agar DISEBARLUASKAN, DIBAGIKAN
PADA MASSA YANG BANYAK. Banyak dermawan yang jeli berita sejak jauh-­jauh hari
sudah menyumbang dana cetak, namun disebabkan buku ini agak terlambat selesai
menulisnya, dan maksud baik para dermawan tak dapat ditunda lama-lama, maka
setelah mendapatkan persetujuan dari para dermawan, uang itu saya salurkan untuk
mencetak buku-buku suci yang lain dan disebarluaskan. Disini saya menghaturkan
banyak terima kasih yang setulus-tulusnya pada para dermawan, semoga kebajikan
akbar dan Sang Buddha akan memberkahi kalian dan memberkahi
umatnya.

Semoga semua umat mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan, kasih
yang besar.
Semoga semua umat terlepas dan penderitaan dan karma derita,
kesedihan yang tak terbatas.
Semoga semua umat selamanya tak menderita dan
mendapatkan kegembiraan, kesukaan yang terbatas.
Semoga semua umat tak
berpilih kasih namun adil, karunia yang tak terhingga

Liu Ie Yung. Hong Kong 1984

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:43 pm

BAGAIMANA TERJADINYA BAlK DAN BURUKNYA NASIB
BAB I

Ada yang mengatakan bahwa : bayi yang begitu dilahirkan dan meninggalkan rahim
ibunya, lalu menangis, tatkala itu telah diten­tukan nasibnya. Para peramal
nasib justru mendasarkan hari dan saat lahir itulah untuk meramal berbagai macam
nasibnya. Bahagia ti­daknya hidup ini sepenuhnya tergantung dan pemberian
PENGUASA (pemeran pokok yang menguasai itu ternyata nasib manusia). Padahal
jarak antara kaya dan miskin orang itu ternyata sangat besar kalanya. Jadi
anugerah PENGUASA bukankah sangat tidak adil?

Bagi orang yang melarat,
terkadang akan bertanya padaNya:
“Mengapa orang lain berjaya dan selalu
berhasil, sedangkan aku terlunta-lunta?”

Bagi orang yang gagal dalam
perkawinannya, dikala gelisah dan tak dapat tidur, iapun akan bertanya pada
dirinya : “Mengapa orang lain hidup rukun dan bahagia sampai tua, sedangkan aku
disia­-siakan?”

Bagi orang yang dirongrong penyakit, maka dalam
pendenitaan­nya dan dikala ía bertemu dengan orang yang sehat, iapun akan
bergumam pada dirinya : “Mengapa orang lain sehat dan berusia panjang, sedangkan
aku menderita penyakit?”

Bahkan ada orang yang membaca koran, melihat
berita musibah tak terduga, sambil menarik napas panjang secara geremeng akan
berkata : “Mengapa ia mendapatkan pengaturan Tuhan yang sede­mikian dan tak
mujurnya?”
Berbagai pertanyaan semacam ini, pada umumnya para nujum akan
menjelaskannya dengan “Teori IM YANG WU SING”. Katanya: “Hal ini telah
ditakdirkan karena waktu lahir yang baik/jelek”. Tetapi adakah orang yang
mempersoalkan lebih jauh: “Mengapa ada orang yang waktu lahirnya baik, dan ada
pula yang buruk? Apakah demikian tidak adilnya suratan takdir?”. Untuk
mempelajari sumber/cikalbakal teoni “NASIB” ini secara tuntas, harus mengerti
“Tri Masa Karma” dalam ajaran Buddha.

Apa hubungannya antara “Tri Masa
Karma” dengan “Nasib”? Ternyata teori nasib mendasarkan diri pada pirinsip
“sebab dan Akibat”. “Tri Masa Karma” merupakan satu-satunya cara untuk
meneropong saat sebelum kelahiran pada masa kini, dapat dimengerti dengan jelas
tentang satu proses pergantian (siklus) ialah “sebab” pada sebelum ke­lahiran
dimasa kini dan “Akibat” setelah dilahirkan. Demikianlah “Sebab dan Akibat” ini
berlangsung, terjadilah “Masa Lalu” (masa Se­belumnya). “Masa Kini (sekarang)”
dan “Masa yang akan datang”. De­mikianlah Hukum ketiga masa ini, jadi
satu-satunya cara untuk memperbaiki nasib ialah berdasarkan hukum perputaran
ini. Kitab “Sebab Akibat” dan agama Buddha memiliki 4 baris ayat suci yang
paling bersifat prinsipil: “Untuk mengetahui sebab pada masa yang lalu, ialah
melihat pada apa yang diterimanya pada masa kini, itulah sebabnya. Untuk
mengetahui akibat pada masa yang akan datang, ialah melihat pada apa yang telah
diperbuatkan pada masa kini, itulah Akibatnya!”.

Tegasnya, benih apa
yang anda tanam pada masa lalu, masa kini anda akan memetik buahnya. Dan benih
apa yang anda tanam pada masa kini, maka pada masa yang akan datang anda akan
memetik/menerima buahnya.

Dalam ajaran Buddha, pada” Keng Su Cen le Yu Bo
Se Suo Wen Cing” menguraikan dengan jelas tentang Hukum Karma. Dibawah mi
kutipan dan beberapa makna yang telah diterjemahkan mengenai berbagai karma yang
diterima:
Dalam dunia terdapat pria dan wanita yang berhati kejam. Tangannya
menggenggam senjata dan membunuh tanpa rasa kasihan, tanpa rasa menyesal, atau
ia lakukan dengan sendiri maupun menyuruh orang lain sama saja Dosa dan
Akibatnya. Setelah ia meninggal nanti ia akan dilempar kebawah neraka dan
disiksa, setelah usai hukuman­nya, ia akan menjelma kembali sebagai manusia.
Andaikan ia berwujud manusia ia akan berumur pendek, atau ia berpenyakitan, tak
ada hari-hari yang gembira dan bahagia, “Karena Sebabnya Membunuh maka mendapat
Akibat Berumur Pendek”.

Dalam dunia terdapat pria dan wanita yang berhati
baik, tidak menggenggam senjata, tidak membunuh dan penuh dengan hati yang welas
serta punya rasa menyesal. Kelak setelah ia meninggal, ía akan masuk ke Alam
Dewa dan mendapatkan kebahagiaan, setelah jasa pahalanya habis maka ia akan
lahir kembali dalam dunia dengan usia yang panjang. “Karena Sebabnya tidak
Membunuh maka mendapatkan Akibat Beru­sia Panjang.”

Ada pula pria dan
wanita yang menggunakan tongkat, dan batu, memukul dan melukai makhluk hidup,
ketika ia meninggal dunia, maka ia akan disiksa dalam neraka, setelah usai
hukumannya, ia akan lahir sebagai manusia dengan berpenyakitan. “ Disebabkan
karena melukai makhluk hidup, maka Akibatnya ía Berpenyakitan.”

Ada pula
pria dan wanita yang sering timbul dendam, gusar dan sirik, banyak kesalahan
dilakukan, ketika Ia meninggal dunia maka ia akan disiksa dalam neraka, setelah
usai hukumannya ia akan lahir kembali sebagai manusia dengan wajah yang buruk.
“Karena Sebabnya Marah dan Dendam maka Akibatnya berwajah Buruk”.

Ada
pula pria dan wanita yang melihat orang lain mendapatkan keuntungan atau
mendengar orang lain mendapatkan sesuatu yang menggembirakan, lalu ia
menggunakan kekuasaannya untuk meng­halangi agar orang itu tidak bisa
mendapatkannya. Ketika ia meninggal dunia maka ia akan disiksa dalam neraka,
setelah usai hukumannya, andaikan ia bisa menjelma kembali menjadi manusia, maka
apa yang ia cita-citakan dan inginkan sering tak tercapai dan banyak
halangan­nya. Dengan Sebab Menghalangi Keberuntungan orang lain, ia men­dapatkan
akibat hambatan-hambatan dalam perjalanan hidupnya”.

Ada pula pria dan
wanita yang tidak mau menghargai orang yang seharusnya ia hargai dan hormati,
yang seharusnya ía rawat tetapi tidak ia rawat, sering timbul tinggi hati dan
sombong, ketika ia meninggal dunia, maka ia akan disiksa dalam neraka, setelah
usai hukumannya, andaikan ia bisa menjelma kembali sebagai manusia, pastilah ia
akan menjadi orang rendah dan tidak dihargai orang. “Dise­babkan oleh tidak
menghargai orang lain dan Sombong, ia mendapat Akibat menjadi orang yang Rendah
dan Hina.”

Ada pria dan wanita yang menghargai dan menghormati orang yang
seharusnya ia hargai dan hormati, orang yang seharusnya ia rawat dan ia
merawatnya, dengan senang hati dan tidak sombong, ketika ia meninggal dunia,
maka ia akan masuk ke Alam Dewa, setelah usai karma hidup di Alam Dewa, ía akan
lahir kembali sebagai manusia, maka ia akan mendapat penghargaan. “Dengan Sebab
Menghor­mati dan Menghargai orang lain, maka mendapatkan Akibat Dihormati dan
Dihargai”.

Ada pria dan wanita yang berhati kikir, ia tidak mau membantu
dengan materi pada orang miskin, pun tidak mau mengobati dan memberikan obat
pada orang sakit lagi miskin, atau ía sering berhati tamak ingin memiliki harta
orang lain, maka ketika ia meninggal dunia ia akan disiksa dalam neraka, setelah
usai hukumannya andaikan ia bisa lahir kembali sebagai manusia, ia akan hidup
miskin dan susah. “Dengan Sebab Kikir dan Tamak, maka mendapatkan Akibat
Kemi­skinan.”

Ada pria dan wanita yang bermurah hati sering membantu
orang miskin dengan materi dan sandang pangan, sering mengobati orang sakit lagi
miskin, tidak tamak dan tidak ingin memiliki harta orang lain, ketika ia
meninggal ia akan masuk ke Alam Dewa. Setelah usai jasa pahala karma baiknya,
maka ia akan lahir kedunia sebagai manusia, dengan harta yang melimpah. “Dengan
Sebab tidak Kikir dan Tidak Tamak maka akan mendapatkan Akibat Kekayaan dan
Kemuliaan”.

Demikianlah beberapa contoh yang kupetik dan parita (keng)
tersebut diatas. Jelasnya, uraian tentang Hukum Sebab Akibat ialah: Apa yang kau
tanam itulah yang akan kau petik, yang membunuh akan berumur pendek, yang
berhati kikir dan tamak pastilah melarat. Yang tidak menghargai orang lain
mendapatkan akibat menjadi manusia rendah dan hina, yang melukai makhluk hidup
menerima karma berpenyakitan, yang menghalangi keberuntungan orang lain, ia
men­dapatkan halangan dalam perjalanan hidupnya. Hukum karma itu adalah ADIL dan
semua balasannya adalah disebabkan oleh perbuatan kita sendiri.

Selain
itu Hukum Perputaran (siklus) dalam karma masih ba­nyak lagi bagian-bagian yang
lain, misalkan siklus saling balas den­dam, balas budi dan terima budi dan
sebagainya. Tak sedikit pula perputaran karma yang berwujud pada masa hidup mi.
Perbuatan baik atau buruk yang diperbuat pada masa hidup ini, langsung mendapat
balasan pada masa ini. Perbuatan baik akan menerima baik, dan buruk akan
menerima yang buruk. Ada pula yang setelah lewat beberapa masa kehidupan barulah
menerima karmanya, hal mi akan ditentukan oleh banyak atau sedikitnya karma baik
atau buruk yang ia kumpul­kan.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:44 pm

BAB II

SIAPA YANG BERPERAN
POKOK MENGUASAI
NASIB? APA HAKEKAT
YANG POKOK DARI PERBAIKAN NASIB


Siapakah sebenarnya penentu nasib? Benarkah Thian! Tuhan telah menetapkan nasib
manusia ada yang kaya dan miskin, ada yang mulia dan hina?

Padahal dalam
Hukum Perputaran Karma telah dengan jelas menerangkan pada kita: Penentu nasib
yang sejati tak lain dan tak bukan adalah diri kita sendiri. Sebab semuanya
adalah perbuatan kita dan ditanggung oleh kita sendiri.
Pada masa ini anda
berhati kejam, membunuh makhluk hidup, hal itu telah menentukan bahwa pada masa
yang akan datang anda akan berusia pendek, atau banyak penyakit, hidup tanpa
ketentraman dan kegembiraan Pada masa ini anda berusaha sekuat tenaga
meng­halangi keberuntungan/kepentingan orang lain, ini telah menetapkan nasib
anda di masa mendatang penuh hambatan/halangan dalam perjalanan
hidupmu.

Pada masa ini anda bersikap sombong dan sering menghina orang
lain, hal ini telah menetapkan nasib anda pada kelahiran di masa yang akan
datang sebagai orang yang hina dma. Pada masa ini anda berhati jahat dan kikir
tidak mau menolong yang sakit dan iniskin, ini telah menetapkan anda pada
kelahiran di masa yang akan datang bernasib iniskin dan menderita.

Pada
masa ini anda bermurah hati, sering membantu baik moril atau material pada si
miskin dan si sakit, ini telah menentukan pada masa kelahiran yang akan datang
anda bernasib kaya dan mulia.
Jadi semuanya ini adalah anda sendirilah yang
telah menetapkan nasib anda sendiri. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai Penentu
Nasib itu! Siapapun tidak dapat memaksakan nasib pada anda, semuanya adalah
perbuatan sendiri dan dialaininya sendiri.

Dan nasib anda pada masa ini
adalah perputaran karma yang anda perbuat pada kelahiran di masa yang lalu, ini
adalah nasib yang telah anda tentukan sendiri.

Banyak orang bertanya pada
saya: “Di masa ini aku berhati baik, sering membantu orang lain, tetapi mengapa
aku bernasib buruk dan malah sering dibenci orang lain?” Tak sedikit pula yang
berkata :“Pada masa ini aku telah beramal banyak, dan selalu bersikap baik pada
orang lain, mengapa nasibku tetap banyak halangan? Sering kulihat orang lain
berhati kejam, bahkan dengan segala cara untuk merugikan kepentingan orang lain
deini keuntungannya sendiri, mengapa ia semakin jaya?”

Sebenarnya apa
yang diperbuat sekarang belum tentu akan seger~ menerima akibatnya, ada yang
setelah masa tuanya barulah menerima akibatnya, kebanyakannya diterima pada masa
kelahiran yang akan datang. Dan apa yang diterimanya pada masa sekarang, justru
kebanyakan adalah “BENIH” atau “SEBAB” yang telah ia tanam pada masa yang lalu,
tepatnya seperti hutang-piutang.

Pada masa kini orang berbuat baik,
sebaliknya malah ia dibenci, ini disebabkan karena ia pada masa yang lalu
berbuat serupa, mem­balas kebaikan dengan kejahatan, jadi ia telah ber “HUTANG”
pada masa yang lalu, pada masa kini ia akan merasakan hal yang serupa, artinya
membayar Hutangnya. Setelah hutang ini impas, barulah ia akan menerima balasan
karma “Berhati Baik”.

Pada masa ini jalan hidupmu banyak hambatan, ini
justru disebabkan karena kamu pada kelahiran di masa yang lalu, sering
menggunakan berbagai cara untuk merugikan kepentingan orang lain dan itulah
sebabnya kamu Berhutang, setelah hutang itu lunas, barulah menerima balasan
karma baik yang sesuai dengan perbuatan baik yang telah kamu
perbuat.

Orang yang kini kaya dan jaya, ini disebabkan pada masa
kelahiran yang lalu telah menanam benih kebajikan dan pada masa kini ia menerima
karma baiknya, bila “karma baik” ini telah usai, barulah ia akan menerima
pembalasan “Berhati Kejam”, “Merugikan orang lain” yang telah ia perbuat pada
masa ini.

Bila HUTANG yang dibuatnya pada masa yang lalu itu besar, maka
waktu pelunasan “HUTANG” juga lebih lama, jika “HUTANG” pada masa lalu itu
ringan, maka masa pelunasan “HUTANG” menjadi lebih pendek. ini adalah sangat
adil.
Jadi waktu perputaran balasan karma itu tidak sama, ada yang dalam
beberapa tahun dimasa ini sudah menerima, ada yang setelah beberapa puluh tahun,
ada pula yang menerima di masa kelahiran mendatang, ada pula yang setelah 2 atau
3 masa kelahiran yang akan datang barulah ia mendapatkan
balasannya.

Jangan lupa sebuah Hukum Perputaran yang sangat
penting:
orang yang menanam terlalu banyak “BENIH KEJAHATAN”, maka disebabkan
karena HUTANG yang sangat berat, maka kemungkinan orang ini akan dilahirkan
sebagai Hewan Bertanduk pada masa men­datang, kemungkinan akan melalui karma
hewan untuk beberapa masa kelahiran, barulah ia akan lahir sebagal manusia
lagi.

Terkadang timbul pula gejala “Menetralisir” Hukum Perputaran karma,
inisalnya: Benih kebajikan yang ditanam pada masa kelahiran yang lalu,
seharusnya pada masa ini ia akan menerima rejeki selama 10 tahun, namun karena
pada masa ini ia menanam BEN!H KEJAHATAN, hal ini mengakibatkan rejekinya
berkurang beberapa tahun. Sebaliknya jika pada masa lalu telah menanam benih
kejahatan, seharusnya pada masa ini harus menerima karma jeleknya beberapa
tahun, tetapi pada masa ini ia telah banyak berbuat kebajikan, maka hukuman
karma itu akan berkurang pula beberapa tahun.

Jika kebajikan yang
dilakukan pada masa ini terus bertambah, inipun dapat menghapus akibat dan karma
kejahatan yang diter­manya. Cara “Menambah dan Mengurangi” semacam ini haruslah
dilihat dan mana yang lebih berat antara “Kebajikan” dan “Kejahatan”, hal ini
dapat diibaratkan seperti timbangan. Inilah hakekat dan pada “Nasib aku sendiri
yang membuat, rejeki aku pula yang mohon”.

Ini pula dasar pandangan
(cara) memperbaiki nasib. Jika kita telah mengetahui bahwa pada masa lalu itu,
kita, baik secara sengaja maupun tidak telah melakukan kebajikan atau kejahatan,
maka ha! ini akan menentukan karma yang diterima pada masa kini. Kita harus
secepatnya sadar bertobat, segera menambah perbuatan kebajikan, agar bagian
“Kebajikan” lebih cepat bertambah dan lebih cepat mengu­rangi karma kejahatan,
kemudian terus menerus menambah kebajikan, agar kita secepatnya bisa menerima
karma kebaikan. Inilah satu­satunya cara untuk memperbaiki nasib.

Pada
waktu dinasti Ming ada seorang yang “Pandai” memperbaiki nasib dirinya. Namanya
Yuen Liauw Fan. Dengan cara tak henti­-hentinya melakukan kebajikan ia telah
merubah nasibnya yang “Beru­sia Pendek”. “Tak berketurunan” dan “Tidak
Berpangkat Tinggi”, hingga kelak ia menjadi sun teladan bagi orang yang hendak
memperbaiki nasib.

Yuen Liauw Fan adalah orang Tiongkok Selatan. Pada
masa muda hidupnya sangatlah miskin, nafkahnya didapatkan dan ketabiban. Suatu
hari ia pergi ke kuil Tse Yin She dimana ia bertemu dengan seorang yang sudah
tua, yang bermarga Khong. Orangnya berwajah luar biasa seperti dewa dan ternyata
pandai nujum. Lalu tuan Yuen mengundang bapak tua ini ke rumahnya. Pertama
anggota keluarganya yang diramal. Ternyata sangat cocok. Barulah giliran dirinya
sendiri. Bapak Khong ini ternyata sedikitpun tidak ceroboh, ia ramal­kan bahwa
tuan Yuen pada ujian di kabupaten akan mendapat nomer (ranking) ke 14, pada
ujian di tingkat propinsi menduduki ranking ke 71, pada tingkat nasional
menduduki ranking ke 9, namun ia hanya berpangkat kecil selama 3 tahun, usianya
akan berakhir pada tanggal 4 bulan delapan ketika ia mencapai umur 53 tahun dan
tak memperoleh anak.

Pada tahun kedua, semua tingkat ujian yang
diramalkan ter­nyata cocok sekali. Telah lewat lagi 20 tahun, semua yang baik
maupun yang buruk yang diramalkan oleh pertapa Khong tak ada yang meleset.
Karenanya tuan Yuen sangat yakin dan percaya bahwa semua ke­beruntungan dan
kenaasan dalam hidup manusia telah ditakdirkan, sedikitpun tak dapat dipaksakan.
Selanjutnya ia tidak lagi berilusi, segalanya ia pasrahkan pada nasibnya.
Akhirnya karena suatu urusan penting tuan Yuen pergi ke gunung Lew Shia dekat
Nan King, dimana ia bertemu dengan seorang rahib Yin Ku Tan Se. Beliau telah
menjelas­kan temtang Hukum Karma, diterangkan pula tentang “Nasib kusendiri yang
buat, rejeki kusendiri yang mohon”. Dan beliau menganjurkan serta mendorong tuan
Yuen janganlah menjadi si kerdil yang pasrah pada nasib.

Setelah
mendapatkan penjelasan dan Yin Ku Tan Se, tuan Yuen sadar akan dirinya. Ia
bertekad merubah nasib buruknya, sehingga ia berlutut di hadapan patung Buddha.
Dengan sujud ia mengakui semua dosa-dosanya dan berjanji akan merubahnya,
kemudian ia berjanji akan melakukan 3000 buah kebajikan dan mohon kenaikan
pangkat. Selanjutnya ia mencatat semua laku kebajikan dan kejahatan yang
dilakukan.

Tidak sampai 2 tahun walaupun 3000 buah kebajikan belum
tercapai, dia sudah mendapat kenaikan pangkat. Sekarang fakta mem­buktikan bahwa
ramalan pertapa Khong tidak lagi tepat. Namun tuan Yuen jurang tekun melakukan
amalnya. Setelah lewat 10 tahun ke 3000 buah amal kebajikan baru tercapai dan ia
telah mendapat kenaikan pangkat lagi. Hal ini telah menyadarkannya akan
keuntung­an memupuk dan melakukan kebajikan. Karena itu ia bersumpah akan
melakukan lagi amal kebajikan sebanyak 3000 buah, mohon dikaruniai anak. Dan
benar, belum lagi setahun isterinya melahirkan seorang putra. Isterinyapun
sangat bijaksana, dengan rajin membantu suami­nya menolong fakir miskin, atau
melepaskan makhluk hidup, tiap hari rajin membaca Keng, meluaskan amal kebaikan,
terkadang dalam satu hari bisa mencapai 10 buah kebajikan yang dilakukan,
sehingga 3000 buah amal kebajikan tidak sampai 3 tahun telah terpenuhi.
Se­lanjutnya mereka meneruskan amal kebajikan hingga mencapai sepuluh ribu buah
lebih. Tanpa memohon perpanjangan usia, ternyata usianya telah mencapai 74 tahun
dan putranya telah lulus sarjana, menjabat pangkat penting dalam
propinsi.

Demikianlah kisah nyata tuan Yuen yang berani bertobat dan
dalam jangka panjang tidak berhenti melakukan amal kebajikan hingga dapat
merubah “Nasib Buruk” yang telah ditakdirkan. Ini merupakan cermin bagi
orang-orang masa kini dan selanjutnya untuk mempelajari tentang Nasib, sekaligus
membuktikan bahwa dengan rajin melakukan kebajikan dapat menciptakan nasib baru
bagi dirinya sendiri.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:46 pm

BAB III

DAPATKAH
MEMPERBAIKI NASIB DENGAN
BERSUJUD MEMOHON KEPADA
DEWA DAN SANG
BUDDHA

BAB III - Hukum Karma


Banyak orang yang bersujud memohon perlindungan dewa dan Buddha,
ada pula yang memohon banyak rejeki, memohon banyak keuntungan, memohon mendapat
anak, memohon penyembuhan dan penyakit, memohon mendapat jodoh, bahkan ada yang
memohon memperpanjang usianya. Dapatkah permohonan mereka dikabulkan? Jika dapat
terkabul, bukankah dengan cepat nasibnya dapat diper­baiki?

Persoalan ini
banyak orang meragukannya. Untuk menyingkap tabir ini, kita harus lebih dahulu
mengerti 3 hal:

A. Apakah sebenarnya sikap sejati dan memuja Dewa dan
Bud­dha itu?


Di Hong Kong, setiap tahun menjelang hari besar
kelahiran dewa atau Buddha, banyak orang membanjiri kelenteng dan vihara,
mi­salnya Kwan Im, Kelahiran Seribu Buddha, Kelahiran Locu, kelahiran Che Kung,
dll; misalkan tiap Cia Owe Je It tahun baru Imlek memuja Huang Ta Sien. Cia Gwe
Je Sa memuja Che Kung, dll. Demikian banyaknya arus manusia, kebanyakan mereka
tak lain tak bukan bertujuan memohon berkah, selamat, rejeki dan kelarisan atau
memohon kesembuhan penyakit, mohon jodoh anak bahkan mohon berumur panjang. Saya
percaya bahwa para umat ini 80% benar-benar ber­sujud, tetapi berapakah dan
jumlah mereka yang benar-benar mengerti makna “KEYAKINAN YANG SESUNGGUHNYA”
memuja Dewa dan Buddha.

Jika anda membunuh orang, merampok, atau menjual
narkotik, setelah berhasil lalu membeli dupa, sajian-sajian, lilin, kertas
sem­bahyang dll dan dengan sangat sujud memohon Dewa dan Buddha “Melindungi”,
apakah beliau akan mengabulkannya?

Jika biasanya anda tidak beramal,
sepersenpun tidak pernah menderma pada orang miskin dan sakit, waktu memuja Dewa
anda menyediakan sesaji yang banyak, memohon usaha-usaha maju dan untung banyak,
maka biarpun lutut dan kepalamu sampai lecet berdarah berlutut dan memanggutkan
kepala, apakah Dewa yang jujur dan tidak egois mau menerima “Suapan”mu ?. Atau
anda biasanya berbuat sedikit kebaikan, tetapi juga melakukan banyak kesalahan
dan kejahatan atau biasanya sangat egois, tidak pernah memikirkan kepentingan
umun, tidak pernah menolong orang yang terdesak kesulitan atau dalam otakmu
hanya penuh dengan gagasan buruk, gemar merugikan orang lain untuk keuntungan
diri sendiri, maka bagaimanapun engkau bersujud di hadapan Dewa dan Buddha,
hasilnya tetaplah sia-sia belaka.

Tidak sedikit pria dan wanita yang
dihadapan Dewa dan Buddha, begitu menyulut dupa, segera memohon perlindungan dan
berkah, mereka tidak pernah mawas diri tentang perbuatan sehari-harinya,
pantaskah mereka dilindungi Dewa dan Buddha?

Sikap sejati untuk memuja
Dewa dan Buddha, seharusnya adalah atas dasar “Kagum Mengindahkan” dan “Terima
Kasih”. Misal­kan anda memuja Kwan Im Po Sat, anda harus berpikir bahwa Po Sat
sangat mengasihi kita sebagai umatnya, setiap saat mendengarkan penderitaan dan
menolongnya. Kita harus dengan rasa “Kagum Mengindahkan dan Terima Kasih”
merangkapkan tangan untuk meng­hormatinya. Pula biasanya harus mempelajari
kewelasan Po Sat, dengan sepenuh hati “Po Sat” berusaha melindungi semua makhluk
hidup dan orang yang sakit atau dalam kesulitan. Jika anda dapat melaksanakannya
dalam jangka. waktu yang panjang, biarpun anda tidak memuja dan minta
perlindungan dan POSAT, beliaupun akan tetap melindungi dan
memberkahimu.

Misalkan anda memuja Kwan Tee, beliau adalah Dewa pengusir
dan Penyingkir kejahatan, Beliau terkenal jujur dan setia. Setiap hari anda
membakar dupa memohon agar Kwan Tee melindungi dirimu selamat baik di rumah
maupun pada saat bepergian, seisi rumah tentram, tak ada aral melintang dan
gangguan jahat menyerang, tetapi biasanya adakah anda mengusir pikiran “JAHAT”
anda dari dalam hati anda? Ada tidakkah anda mempertahankan “Kejujuran
Selamanya” dalam hati?

Ada tidaknya melaksanakan tuntas “Setia”? Jika
dapat anda laksanakan, maka hati anda dan Kwan Tee telah saling berkait, dengan
sendirinya Kwan Tee akan melindungimu. Maka tatkala anda membakar dupa
memujanya, rasa “Kagum Mengindahkan dan Tenima Kasih” akan timbul dengan
sendirinya.

Yakinlah bahwa semua agama adalah sama, tatkala kau berdoa
pada Yesus, seharusnya dengan penuh rasa “Kagum Menghormati dan teria kasih”,
sebab Yesus mengorbankan dirinya deini menolong umat manusia sedangkan biasanya
adakah anda menjadikan Yesus sebagai suri teladan, menyumbangkan “KASIH” pada
manusia?.

Pada suatu hari, aku pergi keluar kota dengan naik sebuah taxi.
Kuperhatikan sopir taxi dalam memilih jalur, membelok dan men­dahului kendaraan
lain tidak pernah mengalah, sangatlah egois. Lebih celaka perhatian sopir ini
selalu ditujukan pada punggung pejalan kaki wanita yang ada di trotoar, dan
mulutnya tidak habis memuji. Orang semacam ini, egois dan selalu merugikan orang
lain. Pikiran buruknya sangat mendalam, setiap saat maut mengancamnya, justru
pada das­boardnya tertempel Hu dan kelenteng Kwan Kung. Coba anda pikir,
dapatkah Dewa
KwanTee yang berwatak jujur itu mau melindunginya?

Ada
orang berkata bahwa memuja Dewa dan Buddha adalah memuja patung, ini adalah
pandangan yang picik dan dangkal dan orang awam. Kita jangan dulu mempersoalkan
“PATUNG” itu berisikan daya magic atau tidak. Jika anda dapat selalu
memperingatkan diri sendiri setiap saat menghadap “PATUNG” ini, agar anda tidak
melakukan hal yang buruk, apalagi bila dapat menanamkan semangat menolong umat
manusia dan “PATUNG” ini dalam hati sanubari anda, dan dengan bekal semangat
semacam itu sebagai contoh menolong orang, maka anda telah menanam bibit
kebajikan yang tidak habis-habisnya. Karma baik yang anda terima tidak akan ada
habisnya. Bukankah sangat dangkal dan picik pandangan yang mengatakan “MEMUJA
PATUNG”.

B. Apakah memuja Dewa dan Buddha identik dengan
beramal?


Teringatlah aku kira-kira 4 tahun yang lalu ketika melihatkan
Hong Sui rumah tuan Chao. Ny. Chao tanpa henti-hentinya menceri­takan betapa
buruknya nasib rumah itu. Usaha sering gagal, orang-­orang dalam rumah dan
dirinya berpenyakitan, putra sulungnya bergaul dengan teman yang buruk diluaran
dan bila pulang ke rumah selalu membuat onar. Setelah dengan sabar kudengarkan
uneg-­unegnya, dengan serius kunasehatkan agar ia banyak beramal, baru­lah dapat
secara tuntas melenyapkan semua kesialan dalam rumah. Tak disangka setelah
mendengar kata-kataku, dengan lantang ia mem­bantah “Kau bilang aku tidak
beramal ? Tiap hari kumemuja P0 Sat, telah kujalankan selama 5-6 tahun, tak
sedikit uang kubelanjakan untuk membeli dupa, lilin dan kertas sembahyang, sudah
demikian banyak amal yang kukerjakan, mengapa tidak menerima karma yang baik?”.
Aku bertanya: “Engkau telah memuja Po Sat selama 5-6 tahun, adakah kau belajar
pada Po Sat pergi menolong orang yang miskin dan sakit?” Ia menjawab: “Aku
sendiri tidak beruang, bagaimana dapat menolong orang lain?”

Aku bertanya
lagi: Jika anda tak punya uang untuk membantu orang lain, pernahkah anda dengan
tenaga membantu orang lain?” Setelah ia berpikir sejenak, ia menjawab: Tidak
pernah”. Aku bertanya lagi: “Pernahkah kau membeli ayam, bebek atau ikan untuk
disembelih?” Jawabnya: “Tentu saja ada, tidak bolehkah aku
memakannya?”

Aku berkata: “Kau mempunyai uang untuk membeli ayam, bebek
atau ikan untuk disembelih dan dimakan, tetapi pernahkah anda membeli burung
atau ikan untuk dilepaskan kembali?” Jawabnya: “Tidak pernah”. Aku bertanya
lagi: Kau memuja Po Sat, pernahkah kau membaca nama-nama Buddha atau kitab
Buddha (Keng) ?“. Ia berkata: “Aku tidak pandai membaca”. Aku berkata: “Engkau
tidak pernah mengeluarkan uang untuk beramal, tidak pernah mengamal dengan
tenaga, tidak pernah membaca Keng Buddha untuk meng­hapus dosa, lalu karma baik
apa yang hendak kau dapat?”. Ia berkata:
“Aku setiap hari memohon pada Po
Sat. Memohon pada beliau, pasti akan menerima karma baik. Berbuat kebaikan pasti
menerima kebai­kan”. “Pernahkah kau berbuat kebajikan?”. “Aku membakar dupa dan
memuja Po Sat, bukankah itu berbuat kebajikan? Aku benar-benar
sujud”.

“Berbuat kebajikan ialah melakukan hal yang menguntungkan pada
manusia, makhluk hidup lain. Kau memuja Po Sat hanya untuk melindungimu. Bagai
manapun engkau benar-benar bersujud, tidak dapat dihitung sebagai berbuat
kebajikan”. “Po Sat seperti seorang Ibu, keinginan hatiNya ialah semoga seluruh
umat manusia terbebas dari lautan kesengsaraan. Jika anda dapat banyak berbuat
kebaikan sesuai dengan kehendaknya, dengan sendirinya beliau akan melindungimu.
Jika anda tidak dapat berbuat sesuai dengan kehendakNya, hanya dapat tiap hari
menghormat dan memujaNya, bagaimanapun welas ­asih, beliau hanya terbatas sekali
melindungimu” kataku.
Pandangan yang salah semacam ini, sangatlah umum dalam
dunia ini.

C. Berhasilkah kita memohon pada Dewa dan Buddha untuk
mendapatkan rejeki dan harta ?


Memohon pada Dewa dan Buddha agar dikaruniai harta dan rejeki,
bahkan memohon pangkat dan anak, memohon jodoh dan terhindar dan malapetaka,
memohon kesembuhan dan penyakit dan berusia panjang, dll dengan pasti dapatlah
berhasil.

Tetapi memohon pada Dewa dan Buddha itu ada syaratnya.
“Syaratnya” ialah harus melakukan kebajikan dalam jumlah tertentu. Seperti telah
diuraikan dimuka, tuan Yuen telah bersumpah dihadapan Buddha akan melakukan 3000
buah kebajikan untuk mendapatkan kedudukan, kemudian bersumpah lagi melaksanakan
3000 buah kebajikan, kemudian terus melakukan kebajikan tanpa memohon berusia
panjang, ternyata ia mendapatkan panjang usia.

Dilihat dari situ berarti
melakukan kebajikan merupakan ‘Syarat” yang sangat penting. Jadi walaupun Dewa
dan Buddha welas asih, tetapi tidaklah sembarangan memberikan berkah dan
karunianya pada orang. Tegasnya dapatlah kita lihat bahwa Dewa dan Buddha tidak
melanggar prinsip karma tentang Siapa berbuat baik pasti akan mendapatkan
imbalan yang baik”. Jadi kesimpulannya Menanam bibit baik mendapatkan buah yang
baik, menanam bibit yang buruk akan mendapatkan buah yang buruk pula” merupakan
“KEBENARAN” yang abadi.

Ada sebuah kisah nyata:
Pada musim gugur yang
lalu, aku berkunjung ke sebuah kuil untuk melihat sebuah upacara. Tatkala itu
ada seorang ibu yang bernama En Ku sedang dengan sujudnya menyembah Dewa Lu Co
memohon rejeki. Lu Co menulis sebuah sajak yang berisi 5 buah kata padanya. Arti
dan sajak itu kira-kira menghendakinya secepatnya melakukan kebajikan besar,
selebih itu tidak ada petunjuk lain. Hal ini telah menjadi buah pembicaraan
orang di sekitar tempat itu. Kesimpu­lan mereka ialah bahwa En Ku mungkin akan
menghadapi malapetaka, karenanya mereka mengusulkan agar En Ku cepat memberikan
“JANJI”, jika selamat dilindungi Dewa, kelak akan memberikan sajian untuk
berterima kasih.

Biasanya En Ku memuja Dewa. Dengan cepat ia berlutut
dihadapan altar dan berjanji. Seusai itu legalah hatinya dan dengan tenang duduk
disamping, seperti orang lain yang duduk bersamanya. En Ku mengira setelah
berjanji, maka tidak perlu merasa was-was lagi, semua aral melintang akan
dihapus oleh Dewa Lu Co. Tetapi aku berpendapat bahwa persoalannya tidak semudah
itu. Aku tidak tega lalu kukatakan padanya: Lu Co menginginkanmu berbuat
kebajikan besar, pastilah ada sebabnya. Jika anda hanya berjanji lalu menganggap
urusan telah selesai, mungkin hal ini tidaklah akan menyelesaikan persoalannya,
sebab “Berjanji” bukanlah berbuat kebajikan”.

Kata-kataku ini telah
membuatnya tidak berkenan. Setelah menatapku, ía berkata: “Kamu anak muda tahu
apa? Berjanji tidak berguna? Lalu apakah yang berguna?. Aku mengerti banyak
orang lebih suka mende­ngar kata-kata yang memuji. Aku telah menamparnya”
pastilah ia tidak senang. Lalu kukatakan padanya: makhluk hidup adalah melakukan
cara kebajikan yang terbaik. Dapatkah anda dihadapan Dewa melepaskan hidup-hidup
beberapa ekor makhluk berjiwa? Jika dapat, hasilnya akan lebih baik dan pada
memberikan janji”.

Oleh karena orang-orang di sekitarnya tidak mendukung
kata-­kataku, tentu saja akhirnya Erl Ku tidak menggubris kata-kataku, apalagi
melakukannya. Peristiwa ini telah lewat 20 hari, akupun telah melupakannya. Pada
suatu pagi, aku datang kembali ke kuil ini untuk melihat upacara. Terdengar
berita bahwa Erl Ku mendadak sakit keras, telah ditolong di rumah sakit, namun
gagal dan ia pun meninggal dunia. Berita itu datang demikian cepatnya, siapapun
tidak menduganya, maka ramailah lagi pembicaraan dalam kelenteng itu.

“Ia
masih muda tapi telah tiada, usianya baru 50 tahun, dua hari yang lalu masih
segar bugar”. Katanya tatkala itu ada orang yang menyuruhnya melepaskan makhluk
hidup, ia merasa tidak senang………..” “………
Aku menarik napas panjang.
Seringkali orang mengatakan memuja Dewa dan Buddha adalah sebagai hal
kepercayaan yang sesat. Orang yang mengatakan “SESAT” pasti tidak mengerti
“Kebenaran Keyakinan” yang terkandung didalamnya. Bahkan orang yang memujanyapun
kebanyakan tidak mengerti “Kebenaran Keyakinan” yang dikandungnya serta hakekat
perputaran Hukum Karma. Tak heranlah bahwa Po Sat menganggap manusia benar-benar
perlu dikasihani karena ketidak ­mengertiannya.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:48 pm

BAB IV

MENELITI DAN MEMILIH
HONG SUI YANG BAlK, APA
KIRANYA
DAPAT MERUBAH NASIB YANG
TELAH
DITAKDIRKAN?

Banyak orang dikala melihat famili dan temannya bernasib kurang mujur, akan
menganjurkannya menata kembali Hong Suinya untuk memperbaiki nasibnya, benarkah
begitu? Benar, dengan me­nata kembali Hong Sui dapat merubah simiskin menjadi
kaya, me­rubah orang sakit menjadi sehat, dapat merubah pegawai yang tersendat
karirnya menjadi maju dan naik gaji, merubah perdagangan yang sering merugi
menjadi jaya, bahkan suami istri yang sering bertengkar menjadi harmonis dan
rukun…………..

Secara lahiriah, nampaknya Hong Sui dapat memperbaiki nasib.
Tetapi, kebanyakan orang meremehkan kata mutiara yang terkandung dalam filsafat:
Tempat yang baik dihuni oleh orang yang beruntung (Hok Qi)”. Tegasnya, setiap
tempat yang Hong Suinya baik, hanya dapat dihuni oleh orang yang Hok Qi.
Sebaliknya, orang yang tidak mempu­nyai Hok Qi, tak mungkin bisa menempati
sebuah tempat yang ber ­Hong Sui baik.

Bagaimana mendapatkan Hok Qi itu?
Hal ini pernah kute­rangkan dimuka:
1. Pembawaan sejak lahir.
2.
Diperoleh pada masa hidup ini dengan cara ber­amal yang banyak.
Yang pertama
adalah ketentuan masa yang sebelumnya, sedangkan yang kedua adalah tambahan
pengisian kemudian.

Pada hakekatnya, Hong Sui memperbaiki nasib hanyalah
gejala permukaan saja, hal ini mempunyai dasar tertentu. Ada 2 sumber sehingga
Hong Sui dapat memperbaiki nasibnya dan yang kedua karena kebajikan yang
dipupuknya pada masa ini sehingga menerima karma kebaikan itu. Jadi pada
dasarnya yang benar-benar dapat memperbaiki NASIB bukanlah Hong Sui, melainkan
“SEBAB AKIBAT”. Sebab, baik ketentuan pada masa sebelumnya maupun kebajikan yang
dipupuknya pada masa kini merupakan karma baik yang dihasilkan oleh penanam
Bibit Baik.

Sejak memperoleh ilmu keturunan telah 20 tahun kupelajari
Hong Sui. Telah lama aku memperhatikan hal ini. Terkadang aku ingin dengan
sekuat tenaga membantu si miskin yang pantas disimpatisi, dengan cuma-cuma
memeriksa Hong Sui rumahnya dan memberi petunjuk padanya bagaimana mewiradati,
menolak marabahaya, selalu memikirkan dengan cara-cara yang paling menghemat
uang untuk memperbaikinya. Namun yang bersangkutan tidak tetap pendiri­annya,
bahkan mendengar atau lebih percaya uraian orang lain. Kadang-kadang tidak
sesuai dengan cara untuk melakasanakannya, akhirnya aku hanya membuang-buang
waktu dan pikiran. Hal ini disebabkan oleh karena terlalu sedikit ía menanamkan
“Benih-benih Kebaikan”.

Tak sedikit orang yang diperantarakan teman
mencariku untuk memeriksa Hong Sui mereka, dengan sepenuh hati percaya padaku
dan akupun dengan senag hati dan sekuat tenaga membantunya. Tetapi terkadangpun
menjumpai Hong Sui yang tidak dapat ditolong lagi, menjadi tidak berdaya. ini
disebabkan karena ia belum waktunya menerima Karma Kebaikan.

Kira-kira 5
tahun yang lalu, aku berkenalan dengan seorang direktur bank. Usahanya berjalan
dengan biasa-biasa saja. Kunase­hatkan agar ia membongkar sebuah ruangan dan
mempersempit pintu bank sebesar 20 inchi. Namun disebabkan pertimbangan praktis,
ia tidak sampai hati merubah sebuah dan ini berlarut-larut sampai 3 tahun,
usahanya tetap begitu saja. Kemudian atas nasehat beberapa orang sahabat lamanya
dan dengan menghancurkan ruangannya, akhirnya ia terpaksa menghapuskan ruangan
tersebut. Selanjutnya usaha bank itu kian maju. Setelah lewat 3 bulan, secara
tergesa-gesa ia merubah pintu banknya. Sejak itu, sangat lancarlah usahanya, ia
membuka pasaran di Afrika, kini dia kaya raya. Sayang setelah menjadi kaya, kian
jaranglah ia berhubungan dengan teman-teman lamanya. Mengapa ia menunda hingga 3
tahun baru membongkar ruangan itu? Hal ini disebabkan karena saat jayanya belum
tiba. Baru setelah teman-teman lamanya merusakkan ruangan itu, tiba saat
jayanya.

Ada pula yang lebih aneh. Ada Hong Sui tempat tinggal orang yang
disebabkan pengaruh dan lingkungan luarnya, seperti jalan raya dan bangunan
gedung didepannya, nasibnya bertahun-tahun seperti ter­pendam. Tetapi tatkala
saat perubahan (akan menerima karma kebajikan), jalan raya dimuka rumahnya
digusur DPU, atau ada bangunan gedung lain didirikan yang menghadang pancaran
buruk dan gedung tadi, maka dengan sendirinya telah memperbaiki Hong
Suinya.

Tentu saja tak sedikit pula Hong Sui yang baik, disebabkan oleh
‘berdirinya bangunan-bangunan baru atau jalan layang atau jalan raya yang
dibuat, sebaliknya berubah menjadi Hong Sui yang jelek. Kesemua perubahan baik
dan. buruk, sebenarnya tidak dapat melampaui prinsip “HUKUM KARMA”. Jadi, “HONG
SUI” adalah permukaan batang daun saja, “SEBAB AKIBAT” adalah sumber isinya.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:52 pm

BAB V

BERBAGAI CARA UNTUK
MENANAM “BENIH KEBAIKAN”

BAB V - Hukum Karma


Bagaimana cara menilai besar kecilnya “Bibit Kebaikan” yang
ditanam. “Menanam bibit baik atau benih kebajikan” ialah melakukan amal
kebaikan. Umumnya orang-orang di Hong Kong, begitu berbicara soal “Melakukan
amal kebaikan” pasti mengkaitkan dengan sederetan pengertian: “ini adalah
persoalan yang dilakukan orang kaya”, “Hasil pendapatanku sedikit, bagaimana
mungkin melakukan amal?”
“Aku harus mendermakan uang?”.

Ini adalah
suatu kesalahan pengertian, menganggap “Melakukan amal kebaikan” disamakan
dengan “Mengeluarkan uang”, harus “Mengeluarkan uang”, barulah bisa “BERAMAL”.
Padahal ruang lingkup “Beramal” cukup luas, ada ama! yang dengan mengeluarkan
uang, inisalkan mendirikan rumah sakit, sekolah, panti perawatan orang usia
lanjut, orang jompo, panti yatim piatu, memberi uang pada fakir miskin,
mengobati dan memberikan obat secara cuma-cuma, mem­bangun jembatan dan jalan,
memberi penerangan lampu jalan, menyum­bang kepada korban bencana kelaparan dan
bencana alam, beli peti mati bagi yang melarat, memperbaiki dan mendirikan kuil
dan vihara, mencetak buku-buku agama untuk disebar luaskan secara gratis,
membeli makhluk hidup untuk kemudian dilepaskan, dll.

Ada pula amal
kebaikan yang tanpa “KELUAR UANG”, misalkan tidak melakukan pembunuhan terhadap
makhluk berjiwa (mengu­rangi dosa membunuh dalam dunia), menghapus dendam
kesumat pada orang lain, menutupi kejelekan orang lain bahkan hanya
mem­populerkan kebaikannya, menghapus segala pertentangan, menguman­dangkan
kebajikan dan kebijakan, menyingkirkan batu-batuan peng­halang di jalanan
termasuk kulit pisang, pecahan beling, menyebe­rangkan orang tua, anak kecil dan
penderita cacat; mengalahkan tempat duduk bagi wanita hamil dan orang tua;
menolong sedapat mungkin bagi orang yang menderita sakit dalam perjalanan;
meng­hibur dengan kata-kata bagi penderita penyakit berat dan orang yang
frustasi, membantu terwujudnya cita-cita seseorang, membantu orang lain agar
sanak saudara dapat berkumpul kembali; membicarakan sejarah dan hikayat agar
orang terbebas dan kebodohan dan kealiman; menasehati orang membuang kemaksiatan
dan agar menuju kepada kebenaran; memaafkan kesalahan orang; secara suka rela
mem­bacakan Keng untuk orang lain untuk membantu menghindarkan bencana;
menasehati orang agar percaya pada hukum sebab akibat; menolong orang tanpa
pamrih; menyumbang darah untuk menolong orang, di.

Jelaslah bahwa beramal
tidak pasti harus “Keluar Uang”, yang. penting harus dengan “SUNGGUH” hati
mengerjakannya. “Beramal” sangat luas ruang lingkupnya, dimanapun terdapat
“Pintu mena­namkan kebajikan”, terserah anda bersungguh “Hati” melakukannya atau
tidak. Aku telah beberapa kali naik ferry berangkat dan kota Thay Ku menuju ke
Cung Hwan, kudapatkan seorang karyawan ferry itu pada waktu kapal merapat ke
dermaga, ia tidak bosan-bosannya menolong orang tua dan anak kecil menaiki atau
menuruni ferry dan sikapnya ramah, tanpa terasa timbul dan hati sanubariku rasa
hormat, secara diam-diam dengan sorot mataku menyampaikan rasa hormat dan
pujian.

Melihat orang mengalahkan tempat duduk dalam bus, melihat orang
membantu si buta menyeberangi jalan, aku menyampaikan rasa hormatku dengan
sorotan mata, mereka tidak saja bermoral tinggi dan mengagumkan, sebenarnya
merekapun sedang menanam benih kebajikan. Tidak jarang pula ada yang beramal
baik tanpa diketahui orang lain dan tanpa terdengar orang lain, misalnya
menyumbang si miskin tanpa menyebut namanya, secara diam-diam menghapus dendam
kesumat orang lain, secara diam-diam menghindarkan orang lain dan bahaya, secara
diam-diam merampungkan terwujudnya cita-­cita orang lain dsb, benih kebajikan
yang ditanamnya lebih besar, kebajikan yang dilakukan secara terpendam ini
dinamakan IM TEK. Dalam kitab suci Buddha disebut: KEBAJIKAN TANPA
WUJUD.

Berbuat kebajikan ada perbedaan besar dan kecilnya, pada
prinsipnya terbagi menjadi 2 macam:

1. Diukur dan “Tingkat
Kesungguhan Hati”


Misalnya si kaya menyumbangkan uang 100 yen si
miskinpun menyumbang 100 Yen. 100 Yen yang disumbangkan si kaya bagaikan sehelai
bulu yang dicabut dan 9 ekor lembu, sebaliknya 100 Yen dan si miskin itu mungkin
jatah makannya untuk beberapa hari. Oleh karenanya tingkat kesungguhan hati
sangat jauh berbeda, biarpun sama-sama 100 Yen, sangat lebih besarlah amal yang
diberikan si miskin, karma benih kebaikan yang ditanam jauh lebih besar. Jadi
terkadang si miskin menyumbangkan beberapa puluh Yen akan lebih menang dan
sum­bangan beberapa ribu atau berpuluh ribu yang dilakukan si
kaya.

Misalkan pula, A dan B dengan lingkungan hidup yang sama,
memberikan sumbangan dengan jumlah yang sama pula, namun A setelah memberikan
sumbangan, hatinya sering mengingat-ingat, ia berharap segera mendapatkan
imbalan dan sering punya rasa menon­jolkan pahala dan ia senang akan hal itu.
Sebaliknya B setelah menyumbang tidak pernah ada rasa menonjolkan pahala, tidak
pula ada keinginan agar segera menerima karma, ia tetap rendah hati, hemat dan
hati-hati serta ulet bekerja. Dengan demikian tingkat kesungguhan hasil A dan B
berdua sangat jauh berbeda, tentu saja karma yang mereka terima nantinya B lebih
besar dan A.

Dalam kitab suci Buddha dikatakan: “Tempat yang tak
berpahala adalah pahala yang besar” artinya orang yang berhati tanpa pahala maka
pahala yang dikerjakan adalah pahala nan besar.
“Kesungguhan Hati” ialah
“TITIK TOLAK”, titik tolak dengan hati welas asih. Bagi orang yang cukup
pembinaan imannya dan laku akhlaknya, titik tolak hati welas asih yang
dipancarkan sangatlah jauh. Setiap kepala sekte agama yang benar, setiap kali
pada awal kebaktian­nya pasti mempunyai harapan dari keinginan yang sama, ialah
“Menyeberangkan umatnya, menolong umatnya terbebas dan lautan kesengsaraan”.
Hati welas asih yang agung ini adalah pahala besar yang tak dapat dinilai dan
diukur. Kini seluruh kebaktian agama Buddha dan Tao, pada waktu sembahyang semua
pahala kebaktian tersebut dilimpahkan pada umatnya, memohonkan perdamaian dunia,
bebas bencana panen baik agar umatnya hidup tentram sejahtera. Inipun perwujudan
pancaran hati welas asih suatu hakekat pahala yang tak ternilai.

Bagi
orang yang mempelajari Buddhis dan Taois, pertapa yang bertekad mengamalkan
kebajikan untuk merubah nasib orang agar lebih baik, harus memancarkan hati yang
welas asih, bukan untuk dirinya, tetapi demi orang banyak, dengan tekun meluku
dan bertanam sedikit demi sedikit, lambat laun dengan sendirinya akan
mendapatkan panen yang melimpah.
2. Diukur dan “Tingkat Menerima Manfaat:


misalnya kebajikan yang dilakukan A hanya seorang yang
mendapatkan manfaatnya, sedangkan yang dilakukan B banyak orang yang mendapatkan
man­faatnya, tentu saja B lebih unggul dan pada A. Misalkan pula C seorang yang
cara hidupnya tidak benar, gemar berjudi dan perbuatan maksiat lainnya,
hutangnya setumpuk. Lalu A dengan uangnya melunasi hutangnya sehingga C
tertolong dan tuntutan hukum. Sebaliknya B dengan kata tuturnya memberikan
pengarahan dan nasehat, sehingga C sadar dan berjalan di arah yang benar, dan
selanjutnya C hidup bahagia. A dan B sama-sama memberikan manfaat pada
seseorang, menanam karma baik, tetapi A hanya untuk sementara memberikan manfaat
pada C, sedangkan 13 untuk selamanya memberikan manfaat pada C, jelaslah pahala
B lebih besar. Jadi belum tentu hanya dengan “UANG” barulah dapat melakukan amal
kebajikan.
Kedua cara mengukur diatas itu masih dititik beratkan pada “Titik
Tolak Hati”. Tegasnya, belum tentu hanya si kaya yang dapat berbuat amal, si
miskinpun asalkan dengan “KESUNGGUHAN HATI” melakukannya, hasilnya akan melebihi
si kaya. Jadi dengan “Mengeluar­kan Hati” lebih berharga dan pada “Mengeluarkan
Uang”. Dan Yang Maha Agung juga memberikan rahmatNya pada orang yang dapat
memberikan “KASIH”nya pada orang banyak. lnilah yang dikatakan bahwa “Yang Maha
Agung tidak memihak, yang penting ialah moral dan akhlak”, disinilah letak Maha
AdilNya.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:53 pm

BAB VI - Hukum Karma
BAB VI

CARA YANG TERBAIK
BAGI ORANG MISKIN DALAM
“BERAMAL, MENANAM BENIH KEBAIKAN”



Kuperkenalkan beberapa amal besar yang tidak mengeluarkan uang
atau hanya dengan mengeluarkan sedikit uang. “Beramal, me­nanam benih kebajikan”
sangatlah banyak caranya, tetapi banyak perbuatan amal yang harus ada kesempatan
barulah dapat dilakukan. Misalkan menolong orang sakit, membantu mewujudkan
cita-cita orang, menyeberangkan si buta di jalan, dll. Kesempatan seperti ini
belum tentu setiap saat (hari) ada, jika anda bertekad memperbaiki nasib,
janganlah “Menanti” datangnya kesempatan ini, haruslah kita mengambil inisiatif,
berusaha dengan tak henti-hentinya “Menanam benih baik”, barulah secepatnya bisa
memperbaiki nasib.
Lalu bagaimana kita memilih cara “Beramal” yang sering
dapat dilakukan, tanpa membuang uang atau hanya dengan mengeluarkan sedikit uang
dan mendapatkan hasil yang baik?
Beberapa cara, dibawah ini dapat menghemat
dan sangat mudah dilakukan:

1. MEMBACA KENG.

Inilah cara terbaik tanpa biaya satu senpun, baik sikaya maupun
si miskin dapat melakukannya. Tetapi harus “KEPER­CAYAAN DAN TEKAD”. Membaca
Keng harus dengan penuh ke­percayaan dan kejujuran, terutama harus berlangsung
lama, tak kenal lelah dan putus di tengah jalan, barulah bisa berhasil, makin
lama membaca Keng makin besar hasilnya. Keng adalah perahu Buddha untuk
menyeberangkan umatnya, membaca Keng berarti naik perahu, jadi dapat menyeberang
ke tepi yang lain.

Kekuatan Keng tidak tampak, jika lama membacanya,
dapat menghapus dosa diri sendiri, jika membacakan untuk orang lain dalam jangka
lama, dapat menghapus dosanya, agar ia mendapat bahagia. Kekuatan Keng dapat
menghindarkan berbagai bencana dan malapetaka, juga penyakit dan derita, dapat
pula merubah nasib yang buruk menjadi jalan yang lapang.

Dengan berbagai
macam Keng, yang kebanyakan mengan­dung janji dan sumpah Buddha dan Dewata,
asalkan si pembaca mau bersungguh-sungguh dan jujur, lambat laun akan terjadi
kontak, Buddha serta Dewata sesuai dengan janji dan sumpah­nya akan memenuhi
permohonan si pembaca.

Misalnya dalam Keng Kwan Se Im Po Sat TA PEI CHOU
(MAHA KARUNA DHARANI) pernah bersumpah dihadapan Hut Co Buddha Gautama, katanya
: “Bila umat membaca Keng ini tetap jatuh berdosa ke tingkat tiga, aku bersumpah
tidak menjadi SADAR BETUL. Bila membaca Keng ini tidak melahirkan umat yang
yakin akan Buddha, aku bersumpah tidak akan menjadi SADAR BETUL. Bila membaca
Keng ini tidak mendapatkan Panna, aku bersumpah tidak akan menjadi SADAR BETUL.
Bila membaca Keng ini, semua permohonan dalam hidup ini tidak mendapatkan
hasilnya, aku bersumpah tidak akan menjadi SADAR BETUL”. Jelaslah bahwa sumpah
dan janji Kwan Se Im Po Sat atas Keng ini tidak ringan.

Sebuah contoh
lagi ialah Keng, dalam sebuah pertemuan di kebun, Hut Co Sidarta merasa iba atas
umatnya yang banyak berdosa dan akhlak yang rendah, mudah terjerumus dalam
ke­nistaan dan dosa pada kehidupan yang akan datang, maka di­ucapkanlah Keng Fo
Mu Cun Thi Seng Chou. Bagi umat yang setiap hari membacanya dengan kesungguhari
hati 100 kali le­bih, lambat laun pasti terhindar dan malapetaka, akan
bertam­bah rejeki dan panjang usia. Bagi yang setiap hari membaca Iebih dan
lOOx, setelah genap 49 hari, Po Sat akan mengutus dua orang malaikat untuk
melindunginya kemanapun ia pergi, Se­hingga terhindar dan segala bencana dan
malapetaka. Bila mem­baca genap 900 ribu kali, dapat menghapus semua kelima
mak­siat dan 10 kejahatan.

Lalu dalam Keng Mantra Tujuh Buddha Menghapus
Dosa yang diciptakan oleh Hut Co untuk melenyapkan dosa berat umatnya baik yang
dilakukan pada masa yang lalu ataupun masa kini, agar yang membaca terhapus
dosanya, terhindar dan segala “Sebab Jahat berakibat buruk”.

Kekuatan
Keng itu tak terduga, berbagai hambatan perja­lanan nasib manusia, pada dasamya
bersumber pada keadaan telah menanam “Benih Kejahatan” dan menerima karmanya.
Sedangkan kekuatan Keng (Parita) dapat menghapus segala si­klus “Benih Jahat”,
hingga dengan sendirinya dapat merubah nasib buruk menjadi agak baik ini salah
satu di antara jalan penyelesaian yang tuntas.

Cara membaca Keng yang
terbaik ialah pada pagi hari se­telah membersihkan tubuh, memasang dupa dan
mulai mem­baca (Sebelum kita makan tak ada hawa kotor yang melekat agak bersih).
Bagi yang memuja dewata dan Buddha dalam ru­mahnya, boleh membakar dupa dan
berlutut serta membacanya. Bila tidak ada yang dipuja, dapat meinilih sebuah
tempat yang bersih, dimana kita berlutut dan membacanya, namun sebaiknya pergi
ke Cetya atau vihara yang terdekat.

Bagi umat yang membaca Keng sebaiknya
tidak makan daging sapi atau anjing (bagi yang makan daging lembu dan an­jing,
dengan mulut yang kotor lalu membaca Keng maka lebih berat dosanya). Sebaiknya
setiap bulan Tionghoa tanggal 1 dan 15 tidak makan barang berjiwa atau sepuluh
hari sebulan vegetaris (setiap tanggal 1, 8, 14, 15, 18, 23, 24, 28, 29, 30
bulan Tionghoa) Jika bulan kecil dapat diganti tanggal 27 atau enam hari pada
setiap bulan (setiap tanggal 8, 14, 15, 23, 29, 30 bulan kecil di ganti tanggal
28).

Bagi orang yang membaca Keng dapat memilih sendiri 1 atau 2 macam
Keng sebagai pegangan yang lama, janganlah ta­mak banyak ragam, para pembaca
harus dengan hati tenang dan sabar, kedua tangan bersembah, mata dipejam dan
konsentrasi, jangan ingin cepat, membaca dengan suara perlahan, boleh pu­la
membaca dalam hati, sambil membaca sambi1 mendengar dan mengendapkan setiap kata
.itu dalam hati, mencapai keadaan “Keluar dan mulut, masuk ke telinga, terpahat
dalam hati”. Lambat laun kekuatan Keng terukur dalam hati, dengan cepat akan
bereaksi. Selesai Keng, terasa semangat kita bertambah, dalam hati penuh dengan
kasih dan welas, sanubari kita terasa lebih cerah.

Harus diperhatikan
bahwa dalam membaca Keng harus membuang segala pikiran yang bukan-bukan. Memang
pada per­mulaannya kurang bisa konsentrasi, banyak pikiran meng­ganggu, harus
setapak deini setapak melatih diri, lambat laun akan mencapai kata dan hati
terpadu. Jika “Ada mulut tidak ada hati” atau “Mulut dan hati tidak bersatu”,
cara membaca Keng semacam ini biarpun sampai tenggorokan kita serakpun tidak
akan berguna.

2. MELEPASKAN MAKHLUK HIDUP

Selain
membaca Keng, melepaskan makhluk hidup merupakan cara yang baik pula untuk
memupuk kebajikan dan amal. kebaikan. Manusia dalam dunia untuk menikmati
hidangan yang lezat, berusaha memotong makhluk hidup sebanyak mung­kin. Untuk
kota Hong Kong saja setiap hari berbagai macam hewan yang dibantai dalam dapur
dan pejagalan tidak kurang dari 1 juta, baik terdiri dan: lembu, babi, kambing,
ayam, bebek burung, udang, kepiting, ikan laut, kerang, ular, kura-kura, di.
Hingga seluruh Hong Kong penuh dengan hawa pembunuhan dan dendam, roh dan rasa
dendam dan makhluk berjiwa ini, lambat laun bertambah dan bertumpuk, tanpa
sengaja akan men­datangkan marabahaya bagi manusia.

Maha Guru Yuen Yin
Tan She dalam sebuah sajak larangan membunuh berkata: “Bila ingin mengetahui
pertarungan senjata dalam dunia, dengarkan suara pada tengah malam di pintu
pejagalan”. Jelas disini, bahwa manusia setiap han membuat dosa. Para dokter
kini telah mem­buktikan bahwa banyak makan daging akan mendatangkan ber­bagai
macam penyakit, terutama banyak makan hasil laut akan menderita berbagai macam
penyakit aneh yang sulit disembuh­kan. Kesemua dan kenyataan ini adalah hasil
penyelidikan kon­krit selama bertahun-tahun, yang terdapat dalam unsur berbagai
macam karma yang tidak nampak, yang belum dapat dibuktikan secara iliniah masih
banyak sekali. Dalam masyarakat yang menitik-beratkan pada kenikmatan materi,
umumnya orang te­lah kehilangan kesadaran. Hal ini merupakan bagian kehidupan
manusia yang menyedihkan dan mengibakan.

Namun bila ada orang yang dapat
memperhatikan manusia dalam hal ini, anda sedikit demi sedikit mulai sadar dan
ingat bahwa makhiuk hidup/hewanpun mempunyai jiwa dan roh, me­ngapa manusia
harus makan daging silemah secara paksa? Be­narkah bahwa mereka dilahirkan untuk
dibantai manusia? Ti­dak adakah hukum kehidupan alam bagi mereka? Tanpa me­makan
darah dagingnya, manusia tidak dapatkah hidup? Jadi, apakah manusia yang
merupakan “Pimpinan semua makhluk” dibentuk atas dasar kelakuan yang sangat
kejam ini?

Dan keadaan sengsara pada saat para hewan dibantai, te­lah
cukup membuktikan dendam kesumat mereka pada manusia, pun telah membuktikan
kelaliman manusia. Sebaliknya, bila ada orang yang dapat membuat mereka lolos
dan kematian, mem­berikannya sebuah jalan kehidupan, pastilah hati sanubarinya
akan sangat berterima kasih, inipun dapat menunjukkan
kewe­las-asihan.

Oleh karena itu, orang yang memperhatikan beramal telah
melakukan sesuatu dalam hal ini: MELEPASKAN MAKHLUK HIDUP. Melepaskan makhluk
hidup bukan saja telah memberi­kan kesempatan bagi makhluk hidup lolos dari
kematian, inipun berarti telah memberikan jalan untuk dirinya “Menghadapi maut
bertemu kehidupan” ditinjau dari sudut menghapus dosa dan menanam kebajikan. Hal
yang tak berwujud ini tidak ternilai, terutama bagi orang yang sedang menderita
penyakit berat yang sering berdoa untuk kesembuhannya sangatlah
penting.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melepaskan makhluk
hidup, misalkan makhluk dalam air asin haruslah di­lepaskan ke lautan, bagi yang
hidup di dalam air tawar haruslah dilepaskan dalam air yang tawar (sungai),
burung harus dilepas­kan ke hutan, agar mereka kembali ke alam kehidupan dan
peng­hidupan yang sesuai.

Untuk melepaskan makhluk hidup sebaiknya
memilih se­bangsa ikan, hasil laut/sungai, burung, dll. Harus sering mela­kukan
sebaiknya berjangka terus-terusan atau berjanji setiap bulan melepaskan berapa
ekor untuk satu janji, tidak terbatas waktu, sekian cepat semakian baik, usai
satu janji diteruskan janji lain, seperti yang dilakukan tuan Yuen Liauw
Fan.

Melepaskan makhluk hidup tidak perlu banyak keluar uang. Jika memang
keuangannya tidak mampu, dapat dilakukan secara bertahap, tiap hari menabung 3
yen atau 4 yen, maka se­tiap bulan dapat menabung antara 90 sampai 150 yen,
tetapi ha­ruslah uang itu untuk dipergunakan sesuai dengan keinginan semula,
harus ada tekad kepercayaan hati.

3. BERJANJI TIDAK MAKAN MAKHLUK BERJIWA ATAU
VEGETARIAN


Inipun satu cara beramal tanpa mengeluarkan uang, tetapi di Hong
Kong belum tentu setiap orang dapat melakukan. ini ha­rus dilihat dan perbedaan
pekerjaan dan situasi setiap orang, harus pula dilihat kekuatan janji dan tujuan
janji kita sendiri.

Berjanji tidak makan barang berjiwa tidak harus
dilakukan selamanya, dapat ditentukan jangka waktunya atas dasar situasi dan
kondisi kita sendiri. Ada yang 100 hari, ada yang setengah tahun, ada yang
setahun, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dsb, pula harus dilihat kekuatan dan janji
dan tujuan kita sendiri. Misal­kan bagi orang yang banyak rintangan dalam
perjodohan, dapat berjanji atas dasar keadaan diri sendiri, antara 2 dan 3
tahun, dengan membuat pahala ini akan mendapat jodoh yang baik.

Bagi
orang yang selalu gagal dalam usaha, dengan melaku­kan ini selama 3 atau 5
tahun, akan mendapatkan usaha yang langgeng dan mantap. Bagi orang yang berjanji
tidak makan ba­rang berjiwa, sebaiknya datang sendiri ke kuil atau vihara yang
terdekat. Sebelumnya harus membersihkan diri dengan sungguh-­sungguh dan hikmat,
berlutut dihadapan Sang Buddha, lalu ber­janji dengan permohonan tertentu. Tidak
perlu dengan janji tertulis, tetapi kesungguhan hati akan menggetarkan hati
Buddha.

Bagi yang berjanji harus manunggal kata dan perbuatan, apa yang
diucapkan harus dapat dilaksanakan, bila melanggar maka akan lebih berat
dosanya. Bagi yang berjanji, dilarang membunuh, dilarang pula berjanji dengan
memohon untuk hal-hal yang sesat. Misalkan bagi yang memohon jodoh dilarang
minta istri muda, bagi yang mohon soal usaha dilarang mohon agar menjadi kaya
besar, lebih dilarang lagi minta mendapatkan keuntungan dan judi, saham dan
sebagainya.

4. SECARA LANGSUNG MENOLONG YATIM PIATU.

Walaupun hal ini harus mengeluarkan harta atau materi, namun
tidak mesti dalam jumlah yang banyak, sesuai dengan kemampuan kita. Kita sering
melihat berita dalam surat kabar yang menyerukan agar pembaca memberikan
sumbangan bagi penderita bencana alam dsb. Atau menolong seseorang yang cacat
dan sebatang kara, hingga mengemis di jalan. Atau seseorang yang sakit parah
tanpa sanak saudara, sakit dan sengsara, harus ditolong.

Hal-hal yang
menyedihkan semacam di atas dapat ditemui dimana saja. Bagi orang yang agak
mempunyai hati simpatik, pasti akan merasa iba dan kasihan, oleh karenanya tidak
sedikit orang yang tergerak hatinya lalu mengumpulkan sumbangan lewat surat
kabar untuk diteruskan ke tangan sipenderita. Orang­-orang ini sedang meluku
sawah kebajikan, menanam benih ke­baikan bagi masa depannya
sendiri.

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa memberikan amal
bukanlah diukur dan banyak sedikitnya “UANG” yang di­keluarkan, tetapi dan
kesungguhan dan tidaknya hati kita. Jadi disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing, asalkan sipe­ngamal setiap ada kesempatan melakukannya, besarlah
pahala­nya.

Bila mungkin langsung diterimakan pada sipenderita, de­ngan
menyaksikan penderitaannya akan lebih mengetuk hati nurani kita, memupuk hati
welas asih, inilah hati Buddha. Me­nyumbang sebaiknya tidak mencantumkan nama
kita, kita melepaskan budi tanpa ada pamrih meminta balasan, agar yang me­nerima
tidak mengingat-ingat di hatinya, pahalanya lebih besar, inilah yang disebut:
“Kebajikan Tanpa Wujud”.


5. MENGUNJUNGI DAN MENINJAU PANTI JOMPO

Cara ini sebaiknya dilakukan oleh beberapa orang, masing­-masing
mengeluarkan uang sesuai dengan kemampuannya lalu bersama-sama membeli barang
makanan, misalnya: buah-buah­an, kue, susu bubuk, barang keperluan
sehari-hari,dll, kemu­dian membawa ke panti jompo dan dibagikan kepada
orang-­orang lanjut usia.

Umumnya penghuni panti ini adalah orang
sebatang kara, ada pula yang berpenyakitan, dapatlah kita bayangkan kesunyi­an
hati dan kesedihannya. Mereka membutuhkan kehangatan, kemesraan dan perhatian.
Dikarenakan kemunduran fisiknya, mereka tidak lagi terampil, baik berjalan,
berpakaian, makan dan minumpun sering mengalami kesulitan. Adapula yang memakai
pakaianpun juga terbalik dan tidak rapi, perlu bantuan orang lain, minumpun ada
yang menetes dari tepi mulutnya dan mem­basahi pakaiannya. Terutama kesunyian
dalam hatinya yang di­sertai kesedihan, lebih membutuhkan perhatian dan hiburan.
Jadi mengunjungi dan meninjau panti asuhan orang tua menu­pakan pahala yang amat
besar, dapat menanam benih baik yang tak terhingga.

Jika anda pernah
mengunjungi panti asuhan jompo, anda melihat bagaimana mereka dengan langkah
gontai dan tangan gemetar serta derai air mata, mereka menerima pemberian itu
de­ngan kedua tangannya yang keriput namun wajahnya menyung­ging senyum
kepasrahan. Adapula yang dengan segera memper­gunakan tangannya yang gemetaran
mengupas kulit buah-buahan dan memasukkan buah yang telah dikupas ke dalam
mulutnya yang telah ompong. Menyaksikan adegan yang menggembirakan dan
mengharukan ini, disamping ikut menikmati kegembiraan orang-orang tua ini, anda
dapat menyelami betapa besarnya benih kebaikan yang telah anda lakukan.

6. MENGUNJUNGI PANTI ASUHAN ANAK YATIM
PIATU.


Ini dapat dilakukan sendiri atau dengan beberapa orang. Barang
yang dibawa boleh beraneka ragam, makanan, mainan, pakaian, bacaan, dll, lalu
membagikan pada para yatim piatu.

Para yatim piatu telah kehilangan kasih
sayang dan pera­watan orang tua, tidak mendapatkan kasih sayang ibu dan
ke­hangatan rumah tangga sebagai anak-anak yang biasa. Mereka sudah cukup
mengalami penderitaan sebagai anak yang kehila­ngan kasih sayang, dalam hati
kecil mereka telah tergores luka kepedihan yang tak terhapuskan selama hidupnya.
Apa yang me­reka alami adalah musibah besar dalam penghidupan manusia, mereka
membutuhkan kehangatan keibuan dan hatinya mem­butuhkan hiburan serta
membutuhkan pendidikan.

Dengan sedikit barang dan “Kasih sayang”, kita
menyebab­kan mereka mendapat kehangatan yang dibutuhkan hatinya, tanpa sengaja
kita telah menanamkan benih kebaikan. Bukankah menerima tawa dan kegembiraan
hati mereka merupakan bukti beramal?

7. MENYUMBANG DENGAN MENCETAK BUKU KEBAKTIAN (KENG) ATAU
BUKU-BUKU YANG BAlK.


Buku Keng dan buku baik merupakan perahu kasih yang
menyeberangkan umat dan arungan kesengsaraan yang disedia­kan oleh para Po Sat
(Bodhisatva): mendorong penyebaran buku Keng dan buku-buku baik, berarti
menyebar-luaskan hati welas Buddha, pahalanya tidak terukur. Jadi dengan
mencetak buku Keng dan buku-buku baik merupakan satu di antara cara terbaik
meluku sawah kebajikan.

Karma dan menyebarkan secara luas buku Keng dan
buku­buku baik, dapat mengendalikan perbuatan jahat orang-orang, merubah sijahat
kembali ke jalan yang benar, mengurangi keja­hatan dalam masyarakat, pula dapat
mendorong orang menam­bah persahabatan, saling mengalah dan bersabar, menambah
iklim kebajikan dalam masyarakat.

Oleh karena itu bagi orang-orang yang
bermaksud beramal, tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik ini. Jumlah
cetakan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, tetapi semua amal ini tidak
diukur dan besar kecilnya uang yang di­keluarkan, melainkan dan “KESUNGGUHAN
HATI” sebagai tolok ukurnya. Hati apakah itu? yaitu: “HATI WELAS, HATI
BUDDHA”.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:54 pm

BAB VII

MENGAPA PERBUATAN
BAlK MENEMUI HASIL
KARMA YANG
TIDAK SEBANDING DENGAN APA YANG
TELAH
DIPERBUAT

Saya mempunyai beberapa orang teman yang biasanya gemar menolong orang, keluar
uang keluar tenaga tanpa imbalan, tetapi setiap orang yang pernah ditolongnya,
tak lama kemudian menjadi musuhnya. Setelah mendapatkan manfaatnya, orang yang
ditolong bukannya berterima kasih dan membalas budinya, sebaliknya timbul rasa
tidak puas, benci dan menyesalkannya. Beberapa teman ini sering bertanya padaku,
apakah sebabnya? Mengapa “Baik hati tidak men­dapatkan balasan yang
baik?”.

Buddha bersabda: “Tanam labu dapat labu, tanam kacang dapat
kacang!”. Pada masa kini banyak menerima kebencian dan dendam dan orang lain,
pastilah pada masa yang lalu banyak membenci dan mendendam orang lain.


Pada masa kini giat membantu orang lain, berarti telah menanam benih
kebajikan untuk masa yang akan datang, ini merupakan karma yang baik. Namun
janganlah menyangka bahwa diri kita telah nenanam kebajikan atau beramal dan
telah menolong orang lain, lalu menginginkan atau mendapatkan sesuatu imbalan
darinya, cara berpikir yang demikian itu sendiri adalah “SALAH”. Para arif dulu
telah mengatakan: “Menolong janganlah mengharapkan imbalan”. Sekarang telah
menolong orang, berarti telah menanam benih kebajikan, janganlah berpikir
bilamanakah akan mendapatkan imbalan. Harus diingat bahwa satu saat karma itu
akan diterima.

Pada masa kini banyak mendapatkan kebencian dan dendam,
pastilah pada masa yang lalu telah .menanamkan benih “BANYAK MEMBENCI DAN
MENDENDAM ORANG LAIN”, tentu akan mendapatkan karma yang sesuai. Jika karma ini
telah usai diterima berarti hutang ini telah lunas dibayarnya, maka benih
kebajikan yang telah dita­namkannya pasti akan berbuah. “Berbaik hati tidak
mendapat imbalan baik”, hal inipun dapat melihat dengan bentuk yang
lain.

Aku mempunyai seorang saudara ipar yang membuka 3 buah kios daging,
dengan tekun ia berusaha dan dapat mengumpulkan sedikit uang. Kemudian setelah
mempelajari agama Buddha, ia mulai percaya akan hukum karma. Ia sadar bahwa
membuka kios daging kurang baik, maka ditutuplah kios dagingnya dan membuka
usaha cuci pakaian, maksudnya akan mencuci segala dosa yang telah diper­buatnya
dahulu, dan sisa modalnya untuk menolong teman kongsi berdagang. Jadi ía
benar-benar mengarah ke kebajikan.

Namun setelah ía “Sepenuh hati
beramal”, tak lama kemudian teman yang kongsi dengannya menggelapkan uang dan
melarikan diri. Iparku ini benar-benar sangat marah, hampir saja menjadi gila.
Ia tidak habis pikir, bagaimana mungkin aku sepenuh hati beramal, mengapa
berbaik hati malahan tidak mendapatkan imbalan yang baik? Pada siapa saja yang
ditemuinya dikatakan: “Dunia ini orang yang baik hati tidak akan mendapatkan
balasan yang baik, uang yang kudapat dengan bersusah payah dan untuk menolong
teman bahkan ditipunya habis-habisan”. Dia sangat mendendam, setiap saat ía
memohon pada Po Sat, agar temannya yang buruk itu dihukum patah kaki tangannya,
menerima karmanya sekarang juga.

Semula aku tak acuh mendengar kabar itu,
kupikir ipar ini kurang mengerti persoalan dan terlampau kejam. Tetapi setelah
pada malam itu aku bersemadhi, tiba-tiba dalam hatiku tergugah bahwa iparku ini
pada waktu semula membuka kios daging telah menanam tidak sedikit dosa,
ditakdirkan sudah bahwa pada hari tuanya dan masa yang akan datang harus
menerima karma buruknya. Kemudian dengan sepenuh hatl ia mempelajari agama
Buddha, sepenuh hati beramal. Inilah welas asih Po Sat (Bodhisatva),
mengarahkannya men­ubah kejahatan menjadi kebaikan, mendorongnya berkongsi
dengan temannya yang kemudian menipu orangnya yang penuh berlumuran dosa,
selanjutnya mengurangi dosanya.

Betapa welasnya hati Po Sat. Uangnya
telah ditipu, iparku ini seharusnya secepatnya menyesali dosa yang lalu,
berterima kasih pada Buddhapun bahkan takut terlambat, mengapa berbalik mohon
Bud­dha menghukum orang lain? Bukankah ini menambah lebih berat dosanya?
Penulispun mengalaini beberapa peristiwa serupa “Berbaik hati tidak mendapatkan
imbalan yang baik”.

Disebabkan penulis dengan sungguh-sungguh mempelajani
ajaran Buddha, selain di rumah sendiri melakukan kebaktian siang dan malam,
sering pula melakukannya di vihara, apalagi dalam vihara ada kebaktian dan
bahkan berusaha membaca Keng di inimbar, hanya dengan tujuan semoga kebaktian
berhasil baik, semoga umat yang banyak mendapatkan perlindungan kewelas-asihan
Buddha, terhindar dan malapetaka, semoga negara panen baik, rakyat sejahtera,
dengan sepenuh hati dan kesungguhan.

Tetapi setiap kali aku mengikuti
kebaktian, pasti akan mendenita sakit berat, inisalnya penyakit yang sakit
sekali rasanya, bahkan banyak mengeluarkan darah sampai berhari-hari. Gejala
semacam ini berlangsung selama 6 sampai 7 tahun, pengalaman yang tidak
menye­nangkan. Karenanya aku menjadi sangat “Berpengalaman”, setiap kali usai
kebaktian, pasti segera mempersiapkan diri untuk sakit, perhitun­gan waktupun
cukup tepat, tidak sampai 3 hari setelah kebaktian pasti penulis jatuh
sakit.

Teman iparku dan beberapa temanku mengatakan bahwa aku “Berhati
baik tapi tidak mendapatkan imbalan yang baik”. Alasan mereka ialah aku berjanji
bertitik tolak dengan hati yang baik, sepenuh hati dan penuh kesungguhan, yang
betul seharusnya jarang terserang penyakit, tak ada alasan kian banyak
penderitaanku. Bukankah ini berarti hati baik tidak mendapatkan imbalan yang
baik? Bodhisatva tidak manjur? Ada pula yang secara diam-diam mengatakan bahwa
aku dihukum Po Sat. Ada pula yang mengatakan bahwa aku telah mengetahui setiap
kali mengikuti kebaktian pasti jatuh sakit, tetapi masih tetap mengikuti,
bukankah ini lagi “Mencari penyakit”.

Sebenarnya kata-kata mereka tidak
benar, bukan hati baik tidak mendapat imbalan yang baik, bukan juga Po Sat tidak
manjur, apalagi Po Sat menghukum diriku. Apakah hal yang sebenarnya? Hanya
akulah yang mengerti, bahwa aku telah mendapatkan kewelas-asihan dan Sang
Buddha. Sebab pada waktu mudaku, aku tidak mengerti sehingga dengan senapan
angin membunuh burung-burung, telah membuat dosa yang sangat besar. Sesuai
dengan hukum sebab akibat, seharusnya aku haruslah menerima karma “Berumur
pendek” atau “Dihukum dalam neraka” atau “Mati karena sakit berat”. Tetapi aku
sadar pada saatnya, dengan penuh penyesalan aku mohon pengam­punan dihadapan
Buddha, dengan sepenuh hati belajar agama Buddha dan mengamalkannya, membaca
Keng dan melepaskan makhluk hidup. Belasan tahun tanpa henti-hentinya hanya
berharap hapuslah dosa dan tidak dihukum dalam neraka nanti.

Akhir jerih
payahku, aku mendapat pertolongan welas asih Buddha, selama beberapa tahun telah
beberapa kali tertolong dan malapetaka, kesulitan besar namun tidak mati. Dan
selanjutnya aku mendapat petunjuk Buddha “Berusia panjang dan terhindar dan
bencana” bagiku. Aku sangat berterima kasih atãs budi besar yang telah diberikan
Buddha, dan secara perlahan-lahan dapat menyelaini berbagai maksud Buddha
menolong umatnya. Benarlah: “Orang yang berniat baik, pasti dilindungi Thian
(Tuhan)”.
Dan dosaku “Membunuh makhluk hidup” sangat berat, tidak demikian
mudah dapat menghapus seluruhnya, seperti dikatakan:

“Hutang darah bayar
darah”, maka aku sendiri pasti akan mengalami kesengsaraan dan penyakit, hutang
ini lambat atau cepat harus dibayar. Lebih awal lebih baik, agar tidak han tuaku
menderitanya, lebih-lebih harus menerima karma itu dalam neraka atau dalam
siklus kehidupan yang akan datang. Maka Buddha telah mengasihaniku, setiap kali
aku mengikuti kebaktian pasti mendapatkan karunianya, bukan saja menghapuskan
dosaku, bahkan membuat aku lebih awal “Membayar hutangku”. Oleh karena itu,
setiap kali kebaktian tak sampai 3 hari aku pasti sakit, setelah benlangsung 6-7
tahun gejala ini mulai menghilang. Keadaan kini sudah berbeda, setiap kali
mengikuti kebaktian, bukan saja tidak jatuh sakit, bahkan badan terasa lebih
segar, lebih bersemangat, ini jelas adalah karunia Sang Buddha.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:56 pm

BAB VIII

PENAMPILAN
BEBERAPA KISAH NYATA YANG
TERJADI BAGI PELAKU
YANG TELAH
MERUBAH/MEMPERBAIKI NASIB YANG
TELAH DITAKDIRKAN

BAB VIII - Hukum Karma


Ingin memperbaiki nasib, mudah dibicarakan namun sulit untuk
dikerjakan. Walaupun dalam hati mengerti akan sebab-sebabnya, tetapi untuk
mengerjakan secara konkrit akan terasa sangat sulit. Sebab harus memberikan
pengorbanan tertentu, korban waktu, pikiran, tenaga, uang, dll, pula harus
dilaksanakan terus-menerus, barulah berhasil. Tidak sedikit orang yang pada
permulaannya penuh dengan kepercayaan, tetapi setelah melalui satu jangka waktu
tertentu, tetap tidak nampak hasilnya, maka ía putus asa. Timbullah
keragu-raguan, bahkan melepaskan atau membatalkannya, ia lebih sudi menjadi
hamba nasib, lalu dikatakannya “Terserah pada Thian (Tuhan)”.

lnilah
kesulitan manusia hendak mengungguli nasib, justru ada kesulitan ini, kian
jelaslah keunggulannya dan nilainya. Pada hal, dengan mempunyai kepercayaan yang
kuat, tekad yang teguh, sema­ngat yang kokoh, apapun kesulitannya, bagi orang
ini tidak sulitlah memperbaiki nasibnya. Saya akan menceriterakan beberapa kisah
nyata untuk digunakan sebagai bahari pertimbangan.

A. Dengan keinginan dan tekad yang kuat, dengan manusia
seba­gal faktor pembuat nasib, menolong perkawinan yang gagal dan bahkan
menolong nyawa suaminya.

Kisah ini terjadi pada 3 tahun yang lalu, pada suatu senja yang
mendung. Didalam tempat meramalku, ruang penuh dengan tamu, diantaranya ada
seorang ibu muda yang bertubuh agak tinggi, wajahnya nampak muram, ia duduk di
pojokan tanpa berkata.

Waktu tiba gilirannya, ia mendorong pintu yang
berkaca dan masuk kedalam ruang tamuku. Ia memberikan secarik kertas
pendaf­taran, aku mempersilahkannya duduk. Kuperhatikan kertas itu dimana
tertulis namanya Wang Siauw Cen, ia ingin bertanya soal perkawinan, tulisannya
indah. Seperti biasanya aku tidak bertanya banyak pada tamuku, iapun tidak
mengucapkan sepatah katapun lalu aku dengan cermat meramalkannya.

Usai
ramal, aku berkata: “Perkawinanmu telah hancur, tak dapat ditolong lagi”.
Matanya nampak memerah, tetapi tetap tenang dan secara hambar lalu ía bertanya:
“Apa sebabnya?”. “Sesuai dengan ramalan, kesalah terletak pada diri anda. Watak
anda keras dan berangasan, pula perpecahan perkawinan ini adalah atas keinginan
anda sendiri”.
Ia mengangguk dan mengakui bahwa dialah yang mengajukan
perceraian. Diceriterakan bahwa memang perangainyalah yang sangat buruk, sering
memarahi suaminya. Kini pisah ranjang dan ia pulang ke rumah ibunya telah 3
bulan. Hatinya sangat menyesal, ingin hatinya rujuk kembali, tetapi terbentur
pada keangkuhari. Ia tidak berani mengambil inisiatif, iapun takut kalau
suaminya atau orang dalam rumah tidak menyetujuinya, maka ia datang meramal
apakah masih dapat ditolong.

Mendengar ceriteranya, aku sangat simpatik.
Aku mempelajari Peh Jinya, ternyata memang ditakdirkan menyakiti suami. Atas
dasar ramalan ini, suaminya bila tidak cerai pasti berumur pendek. Aku hanya
dapat menghela napas dan bergedek, sulit membantunya.

Umumnya orang akan
segera berpamitan, tetapi wanita ini tetap duduk dan bertanya: “Adakah cara
untuk memperbaiki nasib?”. Inipun sebuah pertanyaan yang sering diajukan oleh
kebanyakan orang dan sebagainya biasanya akupun menjawabnya: “Ingin dengan
perbuatan manusia memperbaiki nasib sangatlah sukar, satu dalam seribupun tak
ada yang berhasil, mudah memang berbicara”. Dalam hatiku berkata: “Sudahlah,
sebaiknya anda menyerah saja”.

Tak kusangka dengan mata terbelalak ía
memandangku dan berkata: “Asalkan ada jalan, betapapun sulitnya akan kuusahakan.
Tolong beritahu aku”. Kupikir, anda hanya terbawa emosi sementara, mungkin anda
tidak mempunyai tekad, maka aku berkata: “Ada jalannya, tetapi harus dilakukan
terus menerus tanpa hentinya”. “Harus dilàkukan dalam waktu berapa lama?”
tanyanya. “Anda tak perlu tanya berapa lamanya, jika anda mempunyai kepercayaan
lakukanlah semaksimal mungkin, hingga tercapai tujuan itu”, kataku. “Baiklah,
akan kucoba sedapat mungkin” tukasnya.

Maka, kuterangkanlah tentang hukum
sebab akibat, pada pokoknya anda tanam benih apa, maka akan memetik buah apa,
lalu mengajarkannya agar membaca Ko Ong Kwan Se Im Keng sebanyak 1000 kali,
setelah terhapus sedikit dosa dendamnya, kelak baru dibicarakan
lagi.

Setelah lewat dua bulan ía datang menemuiku lagi, katanya: “Telah
kubaca lebih dan 800 kali, tak ada perubahan atas hubungan dengan suamiku, namun
ada reaksi baik atas pekerjaanku. Biasanya aku tidak akur dengan teman sejawat,
banyak orang licik, majikanpun tidak baik padaku, setelah membaca Keng tersebut,
kini rekan kerjaku bersikap baik, begitu pula dengan majikanku, sungguh
ajaib”.

Kujelaskan padanya sedikitpun tidak aneh, pahalanya membaca Keng,
telah mulai menghapus dendam yang agak ringan. Sedangkan soal dalam
perkawinannya adalah karma dendam yang agak men­dalam. Selanjutnya, nyonya
tersebut secara resmi memulai “Perjalanan panjang untuk menolong
perkawinannya”.

Dalam setahun, tak sedikit Keng Buddha yang
dipelajarinya, tanpa hentinya setiap hari membaca, tak terhitung lagi jumlahnya.
Juga mulai berkenalan dengan beberapa nyonya yang lain, bila senggang pergi ke
vihara untuk membaca Keng, ikut berbakti dalam pekerjaan sosial, sering
mengunjungi panti jompo, melakukan kebaktian untuk kesejahteraan umum, sering
melepaskan makhluk hidup. Pokoknya setiap ada kesempatan beramal pastilah
dilakukannya. Tetapi ia tetap belum mendapatkan reaksi dan suaininya. ia mulai
agak tak sabar, timbul keraguan dalam hatinya, namun teman sekelompok pembaca
Keng memberikan dorongan semangat, hingga ia tetap giat berusaha.

Satu
saat, dan familinya ia mendengar berita bahwa suaminya gagal dalam perdagangan,
tidak lagi menjadi majikan, tetapi menjadi karyawan staf tinggi pada sebuah
perusahaan besar, dan sering terbang keluar kota untuk tugasnya, jarang sekali
berada di Hong Kong. Untunglah belum berkenalan dengan teman wanita lainnya. Ia
tetap berusaha, tak mengendor sedikitpun.

Kira-kira setengah tahun
kemudian, pada satu malam ia mene­rima telepon dan familinya. Walaupun gagal
dalam perdagangan suaminya masih tetap merindukannya, pernah mencari keterangan
tentang kehidupannya. Ini sebuah berita baik. Tahulah kini bahwa semua usahanya
tidaklah sia-sia, maka lebih rajin lagi dia berusaha.

Lewat sebulan lagi,
akhirnya ía menerima telepon pertama kali yang diberikan suaminya. Mulailah
kencan pertama sejak berpisah ranjang, sungguh tak mudah. Sejak itu, setelah
melalui kencan bebe­rapa kali, saling menghilangkan kesalah-pahaman kedua belah
pihak, jarak antara mereka kian dekat, maka nyonya Wang mengambil inisiatif
mencabut kembali gugatan cerainya di pengadilan, kedua suami istri rujuk
kembali. Temannya mengucapkan syukur dan gem­bira atas hasil yang dicapainya.
Namun ceritera ini belum usai, justru di saat kedua suami istri ini akan rujuk
kembali, terbetik kabar bahwa suaminya menderita penyakit kanker, dan melalui
pembuktian bebe­rapa rumah sakit yang terkenal, penyakitnya telah mencapai
tingkat yang gawat. Hal ini tentu saja merupakan pukulan yang berat bagi mereka
berdua. Teman-temanpun ikut merasakan kesusahan ini.

“Apakah nasibku
inikian buruk?” ny. Wang mencariku lagi. Aku tidak terkejut akan gejolak yang
dihadapinya, kukatakan: “Sesuai dengan Peh Ji anda, ramalan menunjukkan bahwa
jika anda tidak cerai pasti membawa kematian suami, hal ini pernah kukatakan
padamu dahulu. Kini menjelang anda rujuk kembali dengan suami, menemui hal yang
diluar dugaan, ini membuktikan bahwa anda belum sepe­nuhnya memperbaiki nasib,
usaha anda selama setahun lebih barulah mendapatkan setengahnya”. “Lalu
sebaiknya bagaimana kini?” tanyanya. Kataku; “Dalam waktu satu setengah tahun
anda telah membaca banyak macam Keng, telah banyak beramal, memohon tak sedikit
pada Po Sat.

Setelah berusaha demikian susah, perujukan kembali
perka­winan akhirnya telah anda dapatkan, karma ini telah membuktikan bahwa aku
tidak mendustaimu. Jelas telah menunjukkan; inilah jalan satu-satunya yang dapat
ditempuh. Sebaiknya anda terus lebih giat berusaha”.
“Soalnya kini sangat
gawat, aku tak dapat pangku tangan tidak menolongnya, namun aku tak mungkin bisa
menghabiskan waktu satu dua tahun lagi, sebab penyakitnya tidak mungkin
memberikannya umur sepanjang itu” katanya dengan gugup.

Sejenak berpikir,
aku menjawabnya: “Kini soalnya tergantung pada usaha manusia, anda boleh mohon
dahulu pada Po Sat. Sebab halnya sangat gawat, anda harus dengan sungguh-sungguh
memberi janji dihadapan Po Sat, mohon kewelasannya, lalu sesuai dengan janji
sendiri melaksanakan. Perlu diingat bahwa janji harus bertolak dan kesungguhan
hati, dilaksanakan sesuai dengan kemampuan diri sendiri dan secepat mungkin.
Berjanji harus dengan maksud baik, bila janji terlampau muluk dan jika tidak
dapat melaksanakannya berarti menipu Po Sat, ini lebih menambah dosa, jadi
tentukanlah sendiri soal janji itu”. Setelah mendengarkan uraianku ia pamit
tanpa berkata-kata.

Pada esok pagi-pagi benar ia telah menghadap Po Sat
dan memberikan janjinya. Ia berjanji akan seumur hidup beramal baik, menolong
orang lain, mohon agar Po Sat menolong jiwa suaminya. Waktu berjanji ía membaca
surat janjinya, air matanya berderai dikala ia membaca sampai kalimat yang
menyedihkan, kesungguhan hatinya jelaslah sudah. Disamping itu ia mendorong
suaminya dengan penuh kepercayaan untuk berobat, pula lebih giat lagi membaca
Keng dan setiap pagi-pagi benar telah menghadap Po Sat untuk kebaktian, setengah
jam kemudian baru berangkat kerja. Malam hari membaca Keng di rumah, dan amal
sehari-hari kian giat.

Tetapi soalnya masih bergejolak. Melalui beberapa
ahli yang bertaraf internasional, mereka mengambil kesimpulan diagnosa bahwa
suaminya tak tertolong lagi. Banyak orang menggoyangkan kepala dan menghela
napas mendengar berita ini, katanya Po Sat sudah tidak manjur lagi, kasihan ny.
Wang yang sia-sia usahanya. ini benar-benar suatu ujian yang terberat bagi
kepercayaan hati. Namun ny. Wang tetap teguh hati, giat berusaha. Ia masih harus
menerima berbagai tekanan dan fihak ibunya, ia menahan derita yang tak
tertahankan dan kebanyakan orang, kebulatan tekad yang kuat inilah merupakan
faktor terbesar dan kesuksesannya.

Sangat kebetulan, dikala saat yang
kritis ini, terdengar berita ada seorang yang top ahli di dunia tentang penyakit
kanker berkunjung ke Hong Kong. Maka dengan segala macam cara dan relasi serta
koneksi, ia berusaha menemui beliau. Setelah berusaha keras barulah berhasil,
dan beliau dengan cermat memeriksa suaminya dan menyatakan bahwa masih ada cara
untuk menyembuhkan suaminya dan beliau akan melakukannya sendiri.

Inilah
karunia Buddha atas kesungguhan hati dan ny. Wang, betapa besar welas asihnya
Sang Buddha. Berkat pengobatan dan ahli ini, suaminya tertolong dari maut. Ny.
Wang sangat terharu atas kewelas-asihari Buddha, demikian pula para teman
se-agamanya. Lalu dengan cara bagaimana ia membalas kebaikan Sang Buddha? Jalan
yang terbaik ialah “Tak henti-hentinya beramal”. Dengan langkah nyata memenuhi
janji sendiri: “Menolong orang yang sangat membutuhkan bantuan dan selama
hidupnya beramal”.

Kisah nyata ini telah usai, ny. Wang kini menjadi
orang yang berbahagia, penyakit suaminya telah sembuh, usahanya lancar.
Pc­ngalamannya sejak awal hingga akhir hariya 3 tahun, hal ini telah mengubah
secara keseluruhan pandangan hidupnya. Kini setiap hari ía memenuhi janjinya,
terus beramal.

B. Sebuab kisah tentang merebut kembali nyawa sendiri
dari ta­ngan Dewa Maut.


4 tahun yang lalu datanglah di tempat praktek nujumku seorang
pemuda. Ia bertubuh kerempeng, wajahnya pucat pasi, sepasang bola matanya hampir
melotot namun tak bersemangat. Begitu ia melangkah masuk segera ia duduk diatas
sofa sambil megap-megap napasnya, tak sepatah kata keluar dari mulutnya. kupikir
orang ini tepatnya haruslah ke dokter, bukan ke nujum, mungkinkah ia salah
alamat?

Agak lama barulah ía bangun dan duduk dekat meja tulisku, ia
mulai bicara, tetapi aku hanya melihat bibirnya yang bergerak tanpa bisa
mendengar suaranya. Kudekatkan telingaku, barulah pelan-pelan mendengar suaranya
yang sangat kecil. Ya, seorang yang benar-benar harus dikasihi dan mendapat
simpatik. Aku benar-benar sangat simpatik padanya.

Mengertilah ia bahwa
aku tidak dapat mendengar kata-katanya, maka ia mengambil kertas dan menuliskan
apa yang hendak disampai­kan. Pertama ia ingin menanya “Keadaan penyakitnya”.
Dengan sungguh-sungguh kuberdoa dan meramalkan penyakitnya, hasil nujumku ialah
penyakitnya sangat berat dan bahaya, jiwanya sulit ditolong, namun aku tak
berani berterus terang dan hanya meng­hiburnya bahwa diperlukan waktu lama serta
teliti untuk berobat. Mendengar kata-kataku ia manggut-manggut tanda mengerti,
kemu­dian ía menulis lagi.

Ternyata ía bernama Charig Sew Ming. Dua tahun
yang lalu ía masih merupakan seorang pemuda yang lincah dan sehat. Pada suatu
hari bersama seorang temannya ía pergi meramal nasibnya pada seorang ahli nujum
kenamaan, begitu melihatnya ahli nujum itu mengatakan bahwa umurnya tidak akan
lebih dan 3 tahun lagi. Tatkala itu tentu ia tidak percaya dan tak menaruh
perhatian atas kata-kata itu. Tak diduga tak lama kemudian ia menderita penyakit
aneh ini, dokter mengatakan bahwa brochitis, sinshe mengatakan bahwa daya tahan
tubuhnya terluka. Mula-mula ía merasakan agak sesak napas ketika olahraga,
segala macam obat tidak berguna, dengan cepat penyakitnya memberat, tanpa
olahragapun megap-megap napasnya. Tubuhnya dengan cepat mengurus, matanya
celong, dalam beberapa bulan berubahlah ia seperti kakek-kakek. Baik pengobatan
dokter maupun tabib tidak membawakan hasil. Segala macam pengobatan dan obat tak
berguna, bersamaan itu ekonominyapun mengalami kesulitan besar sedangkan
penyakitnya bertambah berat, nampaknya tinggal tunggu ajalnya
saja.

Menghadapi keadaan sekarang ia teringat kata peramal itu. Ia mulai
percaya soal peruntungan, karenanya ia memperlihatkan Peh Jinya (Hari dan saat
lahir) pada beberapa peramal nasib, mereka semuanya menyatakan bahwa ía tak akan
bisa melewati tahun ini. Dalam keadaan putus asa ini, sukarlah dilukiskan betapa
sedih hatinya. Ia bersiap beberapa saat lagi akan pergi ke sebuah pulau kosong
untuk mati, agar keluarganya tidak perlu mengeluarkan uang pemakaman lagi.
Secara kebetulan ia mendengar acara ramalan radio yang kuasuh, dimana aku
membicarakan persoalan memperbaiki nasib dan hukum karma. Hal ini menimbulkan
pemikirannya ingin bertanya, setelah mencari keterangan alamatku ia datang
berkunjung.

Kulihat Ii sambil menulis riwayat singkatnya sambil
mengalirkan air mata, hal ini menumbuhkan simpatik dan ibaku yang amat besar,
diam-diam hatiku menangis. Tanpa sengaja teringatlah Keng Ta Pei To Lo Ni,
antara lain berbunyi: “Banyak umat yang sering terhambat oleh dosa berat, tidak
melihat para Buddha, tidak tahu jalan, hariya meng­ikuti hidup dan mati, tidak
tahu rahasianya, kini walaupun aku mengetahui, namun terhalang oleh dosa yang
sama “ demikianlah manusia dalam dunia.

Ia mulai mengajukan pertanyaan
padaku, pertanyaannya yang pertama ialah: “Setelah mati, impaskah segala-galanya
bagi manuia?” Dengan serius kujawab: “Dalam dunia dan alam semesta tak ada soal
yang demikian mudah bukan? Jika seorang yang berdosa berat, membunuh, membakar,
merampok, memperkosa, menipu harta,dll, lalu menikmatinya sepuasnya, begitu
saatnya tiba dan mati, jika lalu impas segalanya, adilkah Thian (Tuhan)? Karma
yang tidak berwujud, bagi kita orang awam sulit dapat melihatnya. Cobalah anda
lihat adakah orang yang kaya dengan cara licik berakhir baik? Adakah
keturunannya jaya? Asalkan anda agak memperhatikan keadaan sekeliling, dimanapun
dapat terjadi peristiwa “Karma didepan mata”. Orang, baik hidup ataupun sesudah
mati, pasti menerima pengadilan “Hukum Karmanya”.

“Bila orang tidak
berbuat baik maupun jahat, lalu bunuh diri apakah ia berdosa?”. “Umumnya orang
saat putus asa lalu membünuh diri, dosanya sangat besar. Satu diantara sebabnya
ialah orang lahir karena ibu dan ayah, orang lahir dan hidup karena langit dan
bumi, bunuh diri tidak saja menentang ibu dan ayah, iapun mengkhianati alam,
dosanya besar. Sebab kedua, setiap orang mempunyai WATAK BUDDHA, bila watak
Buddha ini dapat digali pastilah ia akan menjadi Buddha. Bunuh diri berarti
memutuskan jalan penggalian watak Buddha, sama dengan membunuh Buddha, dosanya
berat dan besar. Jadi yang bunuh diri pasti akan mendapat peradilan karma buruk,
akan menerima hukuman yang menyedihkan dalam neraka. Kecuali dalam keadaan
gawat, berkorban demi negara atau mempertaharikan kesucian bagi wanita, bunuh
diri semacam ini, bukan berdosa melainkan sebaliknya bermoral”.

Dengan
cara dialog aku menjelaskan prinsip hukum karma dan cara memperbaiki nasib, dan
mendorongnya tidak pesimis, jangan mati, jangan pula menanti mati, harus
menegakkan kepercayaan dan tekad, dengan aktif menghapus dosa yang dibuatnya
pada masa yang lalu, inilah cara penyelesaian yang tuntas. “Sisa hidupku tinggal
sedikit, tidak terlambatkah aku?” tanyanya. “Terlambat atau tidak, selama masih
ada napas, haruslah bekerja secara nyata, setelah mengerti tak boleh lagi
mengulur waktu” kataku. Dengan pelan-pelan ia berdiri, wajahnya yang pucat
pasrah tersungging sebuah senyuman, tangannya yang kurus diulurkan menjabatku,
lalu pamitan.

Kira-kira 10 hari kemudian, kuterima sepucuk surat darinya,
pada pokoknya ia berterima kasih atas petunjukku, hingga hatinya terbuka. Ia
mulai berkeyakinan untuk hidup terus, ia pun mulai memuja Buddha. Berhubung
dalam rumah tak mudah menyediakan altar, dengan pikiran ia membayangkan bentuk
Buddha, menghor­matinya atau memujapun dengan cara “Dibatin” (sebab kalau
berolah­raga atau gerak sedikitpun sudah sesak napasnya). Kuajarkan padanya
membaca Keng Liu Ce Ta Ming, ia hariya dapat membaca dalam hati, terkadang cara
inipun menyesakkan napasnya. Lalu dengan menggunakan daya imajinasi ia membentuk
kata-kata Keng, dengan cara ini dilakukannya sedapat mungkin. Padahal aku sangat
mem­prihatinkannya, sebab betapapun Ia berusaha hanya mencapai hasil yang
seminim ini, sedangkan dosanya sangat berat.

Sekejap mata setengah tahun
telah lewat, pada suatu hari ia mencariku lagi, langkah-langkahnya masih
demikian lambat dan wajahnya tetap pucat. “Bagaimana? Adakah sedikit kemajuan?”
tanyaku dengan was-was. Harinya gelengan kepala dengan alis dikerutkan, jelas ia
agak frustasi. Kupikir dosanya amat berat, sedangkan “Kebaikan” yang dapat
diselesaikan demikian sedikit, ini bagaikan pisau kecil untuk menebang pohon
besar, waktu setengah tahunpun tidak membawa hasil. Lalu kuanjurkan agar ia
tetap meneruskan kegiatan­nya dan mengajarkannya bertobat serta berjanji
dihadapan Buddha. Selama ini iapun membaca beberapa buku agama Buddha. Tahulah
anti “Tobat” dan “Janji”. Lalu ia pergi ke sebuah vihara, berlutut dihadapan
Buddha dan menyatakan tobatnya serta mengucapkan janji: “Jika penyakitku bisa
sembuh, dengan sekuat tenagaku akan kusebar-luaskan ajaran Buddha”. Sejak itu ia
kian rajin mempelajari Dharma (ajaran agama Buddha).

Tak terasa beberapa
bulan telah lewat, aku jumpa lagi dengan­nya. Ia memberitahuku bahwa sungguhpun
penyakitnya belum mem­baik, tetapi didapatkannya bahwa penyakitnya selama
setengah tahun ini tidak memburuk, obat sinshepun terkadang ada hasilnya,
kuanjur­kan ia terus maju.

Dalam keadaan seperti ini, telah lewat lagi
setahun lebih, lambat laun suaranya telah dapat terdengar jelas, jalannyapun
lebih cepat, minum obatpun lebih manjur. Kepercayaannyapun lebih kokoh,
la­tihanpun dipergiat. Hari demi hari telah berlalu, beberapa bulan kemudian
kubersua lagi dengannya, kudapati wajahnya lebih bersinar, matanya ada semangat,
suaranya bila berbincangpun telah sama dengan orang biasa. Ia sendiripun kian
hari kian rajin, uang transpor­tasi yang hariya sedikit yang didapat dan
ayah-bundanya, sebagian besar dipergunakan untuk melepaskan makhluk hidup.
Teman-teman kebaktiannya melihat ia miskin, mereka dengan suka rela menyokong
biaya pengobatannya. Secara diam-diam dipergunakan untuk me­lepaskan makhluk
hidup, katanya: “Obat boleh tidak kumakan, namun amal tak boleh berhenti, minum
obat hanyalah mengobati lahirnya, sedangkan beramal untuk mengobati intinya”. Ia
dapat menyadari makna ini, benar-benar suatu kemajuan pesat.

Pada
permulaan tahun lalu, wajahnya mulai memerah, tu­buhnyapun agak gemuk, walaupun
masih berobat, namun sudah jauh lebih sehat. Sejak pertama aku melihatnya hingga
kini 4 tahun telah berlalu, ia tidak mati oleh karena memburuknya penyakit,
sebaliknya kian sehat. Kita bergembira untuknya dan mengucapkan syukur
un­tuknya. Ia sendiripun selama 4 tahun ini tiap-tiap hari tanpa putusnya
membaca Keng Buddha. Tanpa tekad dan keyakinan yang kuat tak mungkinlah semua
hal itu tercapai. Karunia kasih sayang Sang Bud­dhapun harus didapat dengan
keyakinan yang kuat dan tekad yang teguh. Semoga Cang Sew Ming dapat segera
mewujudkan janjinya:
“Berjuang demi menyebar-luaskan ajaran Buddha”.

C. Sebuah kisah tentang orang yang kurang teguh
tekadnya, pu­tus ditengah jalan


Diantara muridku ada seorang pelajar putri yang bernama Chen
Siau Jiu. Suatu malam, tatkala jam istirahat, ia memapakku di ruang tamu
laboratorium. “Pak Liu, adakah waktu senggang untuk mera­malku?” tanyanya.
“Adakah hal yang luar biasa?” kubalik bertanya. “Ada suatu urusan yang penting
mohon bantuan bapak” katanya agak gugup. “Hari ini tak ada waktu, baiklah
kujanjikan waktu tertentu saja” kataku. Pada saat yang kutentukan, ía datang
bersama seorang teman pria ke tempat praktekku.

“Setahun yang lalu aku
menderita suatu penyakit yang aneh, telinga kiriku tiba-tiba menjadi tuli,
sedikit suarapun tidak terdengar. Dokter telah memeriksa beberapa kali tanpa
hasil, sebab gendang telingaku tidak ada kelainan, namun tidak dapat mendengar
apapun”. “Apa yang hendak kau ramal?”. “Hal ini sangat aneh, aku ingin diramal
apa sebenarnya sebab dan penyakitku ini?”. Lalu akupun meramalnya. Hasil ramalan
dengan jelas menunjukkan sumber penyakit itu. Ter­nyata setahun yang lalu, ia
telah melakukan suatu perbuatan yang bodoh, yang merugikan moral dan akhlak dan
tempatnya pada malam hari yang gelap di tegalah, dimana hawa IM sangat kuat,
hingga terkena hawa Im yang kurang baik. ini yang pertama, yang kedua ía telah
menggugurkan kandungannya, ini lebih merugikan moral dan akhlaknya, hawa IM yang
buruk kian merasuk kedalam dan menyerang telinga kirinya, menyebabkan telinga
kirinya tuli.

Hasil ramalan ini membuatku lama tidak berkata, sebab ini
adalah rahasia yang amat disembunyikannya, bagaimana aku harus memulai? Membuka
rahasia orang lain bukanlah hal yang dapat dilakukan oleh orang yang bermoral
tinggi, namun bila sama sekali tidak mengatakannya, bagaimana mungkin
menyadarkannya? Setelah berdiam agak.. lama, kuputuskan mengatakannya dan
kuharapkan ia segera sadar. “Nona Chen, akan kukatakan hasil ramalan padamu.
Kuharap anda tidak kecil hati, jika ada maka dicari cara meradatinya, sebaliknya
jika tidak ada cukup didengarkan saja” kataku. “Pak Liu, katakanlah apa adanya,
aku tidak berkeberatan”. Dia agak kurang sabar menunggu, berkata dengan sambil
membelalakkan mata.

“Dalam ramalan dikatakan anda pernah menggugurkan
kan­dungan, benarkah ini?”. “Oh.... jadi dalam ramalan dikatakan demikian?” ia
terkejut, matanya terbelalak lebih besar. “Betul, dalam ramalan dikatakan
demikian” kataku dengan tenang. Ia tertunduk, matanya melihat ke bawah, mukanya
agak memerah. Sejenak kemu­dian, barulah ia menengadah dan berkata: “Secara
jujur, memang pernah begitu. Tetapi, apakah hubungannya dengan telinga kiriku?”.
“Dalam ramalan ditunjukkan bahwa anda telah merugikan moral dan akhlak, pernah
menggugurkan kandungan, hal ini memungkinkan hawa Im yang buruk merasuk. Jadi
ada sebab dan ada akibatnya. Itulah sumber penyakitmu”, tetap kukatakan dengan
tenang. “Masihkah ada jalan menolong, aku benar-benar mohon bantuan bapak”, ia
mulai merengek. “Aku sendiri tidak berdaya. Jika anda percaya pada Buddha,
mengapa tidak mohon bantuan Po Sat mengatasinya?” kataku. “Se­galanya telah
kuininta bantuannya, ya Buddha, ininta ciamsi, ahli kebathinan, telah banyak
minum berbagai air jimat, tidak berhasil”. “Bagaimana pendapatnya para ahli
kebatinan?” dengan heran kuber­tanya. “Masing-masing tak sama pendapatnya, ada
yang mengatakan bahwa aku menyalahi Dewa, ada yang mengatakan bahwa itu takdir
bahkan ada yang mengatakan bahwa tatkala aku pergi ke desa, me­lewati sungai
bayanganku tertangkap oleh setan air, sehingga rohku menjadi tawanannya. Tetapi
tak pernah ada orang yang mengatakan bahwa aku pernah menggugurkan
kandungan”.

“Percayakah anda pada pendapatku?” tanyaku. “Bapak telah
mengatakan dengan tepat , aku percaya. Tolonglah saya Pak Liu, aku benar-benar
memohon bantuan anda”. “Dan pada mohon bantuan orang lain lebih baik mohon
bantuan diri sendiri, lebih dulu kau mohon bantuan Po Sat dalam hatimu, hal ini
lebih bermanfaat dan yang lain”.

“Bagaimana caranya? Tunjukkanlah
padaku. Apakah setiap hari membakar dupa memujanya?”. “Tidak semudah itu”. “Jadi
bagaimana, mohon anda memberi petunjuk”. “Akan kuajarkan kau membaca sebuah
Keng, setiap hari ada kesempataan baik berjalan, duduk atau tiduran boleh kau
membacanya, tidak boleh putus, berbulan dan bertahun-tahun, dalam jangka
panjang. Adakah anda mempunyai tekad ini?” tanyaku. “Aku dapat melakukannya”
dengan tegas ia menjawab. Lalu kuajarkan sebuah Keng yang pendek, khusus untuk
menghapus dosa dan mengusir hal-hal yang buruk. Disebabkan ia pernah
menggugurkan kandungan, jadi merugikan moral dan akhlak. Kusuruh ia melepaskan
makhluk hidup dan diusahakan sebanyak mungkin, ia menyanggupi semuanya.
Disamping itu, pada altar Bud­dha yang ada dirumahku sendiri, setiap aku selesai
membaca Keng, pasti secara suka rela kubacakan Keng ini mohon bantuan Buddha
menolongnya.

Dalam bulan pertama, ia memang telah 2 kali melepaskan
makhluk hidup dan membaca Keng. Kira-kira 2 bulan berjalan, ia meneleponku:
“Mengapa belum berhasil?”. Kujawab: “Bukankah telah kukatakan bahwa harus
dilakukan setiap hari tanpa putus, baik sedang jalan, duduk atau tidur, selama
berbulan-bulan, bertahun-­tahun, harus ada tekad barulah bisa berhasil”. Lewat
lagi sebulan dia meneleponku lagi: “Pak Liu, dalam dunia ini bukankah banyak
yang melakukan abortus sampai berkali-kali, sedangkan aku baru sekali mengapa
sudah seberat ini dosaku?”. Kukatakan padanya bahwa abortus pasti menerima
karmanya, soalnya lambat atau cepat. Juga masih ada faktor lain. “Masih ada
faktor lain apa?” tanyanya. “ aku tak mempunyai kata-kata lagi, telah kuduga ia
pasti sudah tidak sabar lagi, kubertanya: “Bagaimana kini?”. “Belum berhasil”
jawabnya. “Adakah dalam beberapa bulan ini anda tetap membaca Keng?” kejarku.
“Terkadang kubaca beberapa kalimat” jawabnya. Ya Tuhan, ‘terkadang membaca
beberapa kalimat’, hal ini berarti “Hati tidak bertekad”, bagaimana dapat
berhasil?

Jelaslah bahwa ia telah mangkir beberapa bulan. Kalau begini,
sia-sialah doa dan Keng yang setiap malam kubacakan ini memban­tunya. Sepuluh
ribu jalan timbul dan hati, bila sungguh-sungguh pasti bisa menggerakkan Dewa.
Ia telah lama tidak bersungguh-sungguh, lebih-lebih tidak ada tekad, bagaimana
mungkin mengetuk hati Bud­dha untuk menolongnya? Dengan diam-diam kukembalikan
altar Buddha, membenahi semua benda untuk membaca Keng yang khusus kusediakan
untuknya. Peristiwa ini telah berlalu setahun yang sudah telinga kin nona Chen
masih tetap seperti dulu. Bila orang hendak merubah nasib perjalanan hidupnya,
bila ingin menghapus dosa dirinya, memang mudah diucapkan. Namun bila kurang
keteguhari kepercayaan hati dan tekad yang kuat dalam jangka panjang, akhirnya
ia hariya dapat membiarkan dirinya diatur oleh nasib, segalanya “PASRAH”, tak
ada jalan keluar sedikitpun.

D. Sebuah kisah tentang mendapat karunia dan akibat
beramal, membantu melepaskan makhluk hidup


Tempat kuberpraktek meramal nasib juga merupakan sebuah kuil
yang kecil. Sejak musim semi tahun 1981, sering mengadakan kebaktian dan
pelepasan makhluk hidup, diikuti oleh beberapa muridku dan temanku, mereka
adalah penganut Agama Buddha yang taat. Pada waktu kebaktian mereka
masing-masing sama-sama tidak makan makanan yang bernyawa, memegang teguh
larangan agama dan menyucikan diri. Dalam membaca Keng sikapnya sangat
bersungguh-­sungguh, setiap kebaktian dilakukan penuh kehidmatan (umumnya dengan
mengutamakan Cinta Kasih), sehingga dapat mencapai tujuan untuk penyesalan dan
pengampunan dosa bagi dirinya dan semua umat.

Pelepasan makhluk hiduppun
merupakan tugas yang sangat penting, sedikitnya setiap bulan sekali, terkadang
sampai 3 atau 4 kali. Aku sendiri menentukan mengambil 5 sampai 10 dollar Hong
Kong dan penghasilanku setiap harinya untuk khusus sebagai uang/dana pe­lepasan
makhluk hidup. Disamping itu aku sering dengan cuma-Cuma mengisi dan memanterai
patung Dewa yang disodorkan para langga­nan. Sebenarnya tidak kutarik biaya,
tetapi para langganan me­maksakan harus menerima. Untuk tidak mengecewakan
mereka, biaya itu kuterima, tetapi kualihkan untuk dana pelepasan makhluk hidup
bagi para penyumbang itu (aku telah bersumpah dihadapan Buddha bahwa semua
patung yang kuisi dan kumanterai, tidak di­pungut biaya, bila kumelanggar,
biarlah aku dihukum dalam neraka.

Oleh karena itu seluruh biaya itu
kudanakan untuk pelepasan makhluk hidup).
Selain itu, tak sedikit teman-teman
pemeluk agama Buddha, ada yang deini permohonan rejeki atau memohonkan panjang
usia bagi orang tuanya, seringkali mereka memberikan uang padaku agar aku
membantu melakukan pelepasan makhluk hidup atas nama mereka. Untuk ini aku harus
benar-benar mempertimbangkan dan terbatas pula menerima melakukan bagi mereka.


Ada 2 sebabnya; pertama:
menerima uang orang lain, mungkin bisa
terjadi salah paham. Untuk menghindari penafsiran orang yang bukan-bukan, bila
bukan orang yang benar-benar telah kukenal, aku tidak akan mewakilinya melakukan
pelepasan makhluk hidup (masyarakat kini kebanyakan hatinya tidak lugu, mewakili
orang lain beramal juga harus hati-hati, agar tidak terjadi kesalah-pahaman).
Kedua: vihara kecil yang kuiniliki, ruangnya kecil, yang hendak beramal banyak,
sedang tenaga yang membantuku sangat kurang, jadi harus kubatasi. Lagi pula,
kutentukan bahwa setiap makhluk hidup baik burung ataupun hewan air yang hendak
dilepaskan harus dibeli secara mendadak, tidak boleh dipesan sebe­lumnya. Dengan
cara ini dapat menghindari pedagang hewan itu jauh­jauh sebelumnya telah memesan
dan sumber hewan itu, hingga hewan-hewan itu tidak menderita ditangkap
sebelumnya.

Upacara pelepasan makhluk hidup adalah sebagai
berikut:

1. Meletakkan dengan baik hewan-hewan yang hendak dilepaskan
di­hadapan altar Buddha, pertama dengan cara ini Chung (tantrayana) memohonkan
penyesalart dihadapan Buddha atas segala dosa yang telah dilakukan mereka pada
masa lalu (Hewan-hewan ini pada ma­sa kini menjadi hewan, hal ini disebabkan
karena pada masa yang lalu telah membuat berbagai dosa, ini karma buruknya),
kita mem­baca Keng penyesalan.

2. Melakukan 4 penataan pada mereka yaitu:
taat pada Leluhur, Bud­dha, Dharma dan Sangha. Maksudnya agar mereka pada masa
kini menanam “Benih Buddha”, sehingga nanti pada masa yang akan da­tang bisa
terlepas dan kehewanan dan berubah menjadi manusia, belajar ajaran Buddha dan
menjalankan tirakat, lambat laun timbul
“Watak Buddha” lalu berbuah “Buah
Buddha”. Kita bacakan Keng “She Kwui le”.

3. Membacakan Keng “Sang She
Sin”. “Pa Che Ining Chou” agar ter­hapus dosanya.

4. Mohon dengan welas
asih Sang Buddha untuk mereka dan meng­gunakan “Air mantra trisuci” membersihkan
tubuhnya.

5. Ditambah membaca Keng “Ta Pei Chou (Maha Karunia Dharani)”
21 kali. Keng “Pelepasan makhluk hidup” 7 kali. Keng “Masa Lalu” 7 ka­li.
Kesemuanya pahala ini dikembalikan padanya.
Setelah semua upacara selesai,
barulah mereka diangkut keatas kendaraan untuk dibawa keluar kota dan
dilepaskan. Selama 3 tahun pelepasan hidup ini tidak pernah berhenti,
teman-teman agama Bud­dha yang turut serta pelepasan ini mendapatkan berkah dan
Sang Buddha dan perlindunganNya. Dalam masa pelepasan ada yang mem­baik
nasibnya, ada yang mendapatkan karunia diluar dugaannya. Ada pula yang
melepaskan untuk keluarganya, sanak keluarga itu terlepas dari bahaya menjadi
selamat atau hanya sakit berat tetapi tidak sampai mati, berbagai macam karunia,
benar-benar sangatlah manjur.

Yang lebih menarik lagi ialah teman seagama
yang mengendarai mobil kala pelepasan makhluk hidup, merekapun ikut mendapatkan
rumah yang ber Hong Sui baik, bahkan jalan kehidupannya menjadi lebih cerah.
Pertama seorang teman seagama yang menyetir mobil kala pelepasan makhluk hidup
telah mendapatkan rumah berHong Sui baik, lalu dibelinya dan iapun pindah
kesana, namun disebabkan karena rumah barunya jauh dari kami, selanjutnya ia
tidak lagi membantu kami. Kedua tuan Liem yang juga teman seagama, sebenarnya
perjalanan hidupnya banyak rintangan, usahanya sudah menunjukkan lampu kuning,
tetapi kala pelepasan makhluk hidup ia berusaha beramal, lagi pula tiap hari
membaca Keng “Ta Pei Chou”. maka berbaiklah nasibnya.

Po Sat telah
memberkahi hidup dan usahanya. Yang lebih menarik lagi dalam perjodohan terjadi
kemujizatan. teman hidupnya mempunyai rejeki yang besar, karenanya ia ikut
menjadi kaya, iapun pindah ke sebuah rumah yang berhong sui baik, namun karena
rumah barunya amat jauh dari kami, lambat laun iapun tidak lagi datang membantu.
Ketiga ialah seorang teman seagama yang membantu menyetir mobil di kala
pelepasan makhluk hidup. Ia mempunyai 2 orang putri, ia ingin benar mempunyai
seorang putra. Waktu istrinya lagi hamil, dengan sujud ia mohon ampun atas
dosa-­dosa dan kesalahan-kesalahannya yang lalu, dengan rajin beramal, memohon
Po Sat memberikannya seorang putra. Kala istrinya bersalin, ternyata melahirkan
seorang putra, hal ini sangat menggembirakan hatinya. Namun hal yang
menjengkelkan datang menyusul, hong sui rumah yang ditempatinya kurang baik,
kian lama ia tempati kian banyak hutangnya. Sebenarnya ia ingin pindah, cari
rumah yang hong suinya lebih baik, tetapi ia khawatir sewa rumahnya terlampau
tinggi sehingga ia tak sanggup membayarnya.

Kebetulan tak lama kemudian,
pemilik rumah menaikkan biaya sewanya, dan bermaksud mengusirnya pergi, maka
setiap hari ia mohon Po Sat agar ia bisa mendapatkan rumah yang hong suinya baik
dan iapun menyanggupi pemilik rumah untuk secepatnya pindah. jumlah seluruh
anggota keluarga ada 5 orang, tidak mudahlah di Hong Kong untuk mencari rumah
untuk disewa. Disebabkan oleh beban yang berat, agar dapat menampung semua
anggota keluarga maka harus dipikirkan sebaiknya biaya sewa rumahpun tidak
terlalu tinggi, transport mudah dan berhong sui baik pula, dan harus
mendapatkan­nya tepat pada waktunya, tidak boleh melebihi batas waktu yang telah
ditentukan dan ……wah, terlalu banyak syaratnya, untuk idealnya benar-benar
sangatlah sulit.

Biasanya ia harus bekerja, tentu tidak mungkin ada waktu
untuk mencari rumah, sedangkan hari demi hari batas waktu kian mendekat. Hatinya
sangatlah gelisah, ia hariya dapat memohon bantuan Po Sat siang dan malam.
Kurang lebih tinggal seminggu lagi dan batas waktu pindah, terpaksa ia cuti
bekerja, siang hari ia berputar-putar mencari rumah. Telah 4 hari ia mencari,
tak sedikit rumah yang telah dilihatnya, kurang ideal. Rumah dengan biaya sewa
yang murah sulit didapat, apalagi yang berhong sui baik. Beberapa hari ini
sungguh-sungguh sangat melelahkan dirinya, setiap malam terasa penat dan gugup
serta gelisah

Namun terjadi mujizat, tanpa disengaja mendapatkan sebuah
rumah yang sangat cocok dengan hatinya. Sebuah rumah utuh dengan 3 kamar tidur,
sebuah ruang tamu, dapur, kamar mandi wc, ber AC lagi, tak perlu diperbaiki lagi
dan murah sewanya. Terdapat juga sebuah ruangan kecil untuk memuja Buddha dan
semadhi. Yang paling ideal adalah rumah itu berhong sui baik. Begitu mendapatkan
rumah itu segera ia pindah ke rumah baru, segera tampaklah nasibnya membaik, ia
mendapatkan dukungan bintang penolong, berwiraswasta. Dan tak sedikit malapetaka
terhindar darinya serta berhasil mengatasi berbagai kesulitan. Disebabkan karena
rajin beramal dan melepaskan makhluk hidup, maka dalam waktu setengah táhun ía
telah mendapatkan berbagai macam berkah, membaiklah nasibnya.

E. Membaca Keng, melepaskan makhluk hidup merubah nasib buruk
orang tua dan memperpanjang usia mereka.
Orang tuaku telah 50 tahun lebih meninggalkan kampung
hala­mannya di propinsi Kwangtung; masa muda, masa kuat dan tuanya dilewatkan di
sebelah selatan Viet Nam. Ayah adalah seorang yang lugu dan jujur, mata
pencahariaanya yang pokok ialah bertenun, ia rajin dan hemat, dengan bantuan
yang bijaksana dan ibu, usaha yang berpuluh tahun menjadikan mereka cukup
berada.

Aku dilahirkan di Viet Nam, sejak kecil telah meninggalkan orang
tuaku. Aku sebaliknya pulang ke Kwantung, hidup bersama dengan kakek yang pandai
Hong Sui dan ilmu kebatinan yang lain. 25 tahun kulewati di kampung, berbagai
kesulitan hidup telah kualami. Pada usia 30 tahun barulah aku diluluskan
permohonan untuk keluar dan menetap di Hong Kong.

Pertama kali ke Hong
Kong, disebabkan orang tuaku agak mampu, aku mulai merencanakan berdagang,
banyak ilusi kubayangkan. Te­tapi, nasib menentukannya lain. Tak lama kemudian,
Viet Nam sempat diduduki komunis, usaha dan harta orang tuaku diganyang,
ber­ubahlah mereka menjadi iniskin. ini bagaikan halilintar disiang bolong,
suatu pukulan yang tidak kecil. Jumlah keluargaku ada 7 orang, ini segera
melewati hidup yang susah. Makanan dibatasi dan dibagi, sungguhpun beruang tak
mungkin bisa makan kenyang. Tak ada lagi kebebasan untuk bergerak keluar masuk
negeri, mengeluar­kan pendapat juga tidak bebas, setiap saat dilewatinya dalam
keadaan ketakutan dan bahaya.

Bagiku disini, semua hubungan dengan kedua
orang tuaku terputus, surat tak sampai di alamat/tak terkirim, telegram tak
dapat disampaikan, apalagi paket bagaikan batu tenggelam dalam lautan. Baru
setahun kemudian mulai ada berita, akupun mendengar bahwa banyak pengungsi Viet
Nam kecebur ke laut, belasan ribu manusia terkubur dalam lautan, ratusan ribu
lagi yang lain setelah melalui masa terapung-apung yang lama, penuh dengan
kelaparan, menderita penya­kit, terik matahari dli, barulah lobs dan maut. Ini
benar-benar mala­petaka yang paling menyedihkan, sebuah perampokan yang paling
kejam tanpa perikemanusiaan.

Dan beberapa orang pengungsi yang tiba di
Hong Kong, kuketahui bahwa kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku pernah 6 kali
berusaha melarikan din dan Viet Nam, namun gagal. Mula-mula setiap orang yang
hendak melarikan din diharuskan sebelum menaiki kapal menyetorkan 5 tail emas
murni, kemudian naik menjadi setiap orang 12 tail. Kedua orang tuaku setiap kali
menyetornya, tetapi tetap tidak dapat menaiki kapal, ini disebabkan karena orang
sangat banyak simpang siur dan berdesakan, banyak kapal yang segera tenggelam
tak lama setelah kapal-kapal tersebut berangkat. Bagi kedua orang tuaku yang
sudah lanjut usia dan saudaraku yang masih kecil-kecil, bagaimana mungkin bisa
menghadapi kesukaran-kesukaran seperti ini?

Tatkala itu aku telah
mempelajari Buddhis beberapa tahun. Melihat keadaan nasib keluarga yang
deinikian buruk, hatiku mengerti bahwa ini adalah karma yang sedang berjalan.
Ini secepatnya bisa menolong keadaan ini, hariyalah memohon pertolongan Buddha.
Cara kumohon pada Po Sat bukanlah setiap hari membakar dupa lalu menyembah
beberapa kali dianggap cukup, melainkan dengan keper­cayaan penuh dan tekad yang
kuat membaca Keng seperti Ta Pei Chou, Chi Fu Inie Cue Cen Yen, Kao Wang Kwan
Ing Cen Cing, dli setiap hari pagi dan malam tanpa henti, pula melakukan
pelepasan makhluk hidup, mencetak buku-buku suci dan amal yang lain, aku
berusaha dengan sekuat tenaga.

Kemudian aku pergi ke Taiwan belajar Ling
Sien Ini Fa yang dapat menghapus marabahaya kedua orang tuaku dan menambah
rejeki mereka. Dengan sepotong papan yang dicat merah sebagai dasar dan huruf
kuning emas kutuliskan nama kedua orang tuaku dan tulisan yang berbunyi:
“rejeki, usia, sehat, tentram, panjang umur” dan meletakkannya disamping patung
Buddha, setiap hari dengan seluruh Keng Buddha yang ada kutujukan pada papan
ini. Bersandar pada kekuatan dan kesaktian Buddha, aku memohon agar Sang Buddha
dengan segala kewalasannya membantu kedua orang tuaku terlepas dan
penderitaannya.

Begitulah aku lakukan selama setahun, kemudian pada suatu
hari aku menerima sepucuk surat yang ditulis oleh kedua adik perempuanku.
Ternyata keduanya mengarungi lautan yang ganas, melalui Samudra pasifik
terdampar ke sebuah pulau kosong dekat Filipina, sebuah sampan berisi 20 orang
lebih. Mereka melewati peng­hidupan ala Robinson diatas pulau kosong ini,
terputus sama sekali hubungan dengan dunia luar, ransum telah habis dimakan.
Justru dalam keadaan putus asa ini, datanglah kelompok pembuat film yang
menshooting diluar studio dan datang ke pulau ini. Mereka ditolong dan dibawa ke
Filipina, sambil menanti negara yang akan menerima mereka untuk ditampung di
situ.

Kedua adik perempuanku mendapat pertolongan dalam keadaan putus
asanya. Lalu bagaimana dengan kedua orang tuaku? Mereka masih tetap terperangkap
dalam kesusahari di Viet Nam. Disebabkan sudah tua dan banyak sakit, merasa
tidak kuat menderita dalam perjalanan, mereka tidak berani naik kapal. Wah ini
benar-benar celaka, bukan? (selama ini kutelah berusaha sekuatnya mengajukan
permohonan agar orang tuaku dapat diizinkan keluar dan Viet Nam tetapi gagal).
Namun aku tetap membaca Keng, setiap hari kian bersujud, tetap penuh kepercayaan
bahwa Sang Buddha pasti dapat membantuku. Tak lama kemudian kuterima lagi surat
dan adik perempuanku bahwa ía dengan beruntung telah diterima di negara
Australia, tak lama lagi segera diberangkatkan. Selang beberapa lama kuterima
surat dan kedua adik perempuanku bahwa mereka sudah menetap dan mulai bekerja di
Australia, siang hari bekerja dan malam hari bersekolah, kesemuanya ini
benar-benar masih jujur, inilah karunia Sang Buddha. Kedua orang tuaku yang
sudah lanjut usia dan penyakitan serta ketiga adik laki-laki yang masih kecil,
tetap masih terkurung dalam penderitaan.

Pada waktu itu, secara teliti
kuramal hari lahir kedua orang tuaku. Kudapatkan bahwa ayahku akan meninggal
dunia dalam tahun ini, karenanya kurasakan sangat sedih namun aku tak berani
menga­takan pada siapapun. Sekali secara kebetulan aku makan bersama dengan
seorang ahli nujum, begitu ia melihat diriku segera menga­takan: “Tahun ini
anggota keluargamu akan ada yang meninggal, paling lama tidak akan melewati
pertengahari tahun depan”. Aku sangat yakin ramalannya, tak hanya tepat dengan
hitunganku, juga tepat benar dengan ramalan seorang ahli nujum terkenal di
daratan Tiongkok yang mengatakan padaku 10 tahun yang lalu. Tak dapat kulukiskan
kesedihan hatiku. Hatiku berkata: “Habislah., mungkin ini sudah takdir, tak
tertolong lagi”.

Namun dalam hatiku tetap ada suatu kepercayaan, bahwa
mohon rejeki, mohon panjang usia kesemuanya adalah usaha manusia, tak sedikit
contoh-contoh yang diberikan oleh orang-orang zaman dulu, demikian juga dengan
orang-orang masa kini, asalkan penuh dengan kepercayaan dan tekad yang kuat,
pasti akan terkabulkan keinginan kita. Maka dengan hati sujud kumohon ampun atas
dosa-dosa orang tuaku dihadapan Sang Buddha, disamping tiap hari membaca Keng,
aku berjanji dalam setahun akan melepaskan burung gereja sebanyak 3000 ekor. Aku
mohon dengan amal ini dapat memperpanjang usia orang tuaku. Aku berjanji rela
mengurangi usiaku sebanyak 10 tahun untuk memperpanjang usia kedua orang
tuaku.

Janji yang telah kuucapkan ini harus dilaksanakan, ini saatnya
kudiuji, namun untuk melakukannya benar-benar tak mudah. Agar kuingat setiap
saat, kutuliskan janjiku diatas kertas dan kutempelkan di tempat yang menyolok
dalam kamarku. Dengan deinikian baik siang dan malam dapat kulihat. Akupun
menggunakan sebuah doos bekas gula-gula untuk menabung setiap hari 5 atau 10
yen, khusus untuk dana pelepasan binatang. Setiap hari aku berhemat untuk
menabung dan setiap bulan kuluangkan waktu untuk melakukan pelepasan. Dan
kucatat pula waktu dan jumlah pelepasan itu dalam kertas dan kutempelkan juga di
tempat yang menyolok, sewaktu-waktu kuhitung masih kurang berapa kali, agar aku
tidak lupa.

Dalam waktu setengah tahun lebih aku telah melepaskan 3000
ekor burung gereja. Hatiku berkata bahwa ini sudah cukup, namun kupikir kembali
bahwa kita yang hidup dalam dunia, entah sudah berapa kali reinkarnasi. Dalam
berkali-kali siklus kelahiran ini entah berapa lagi dosa yang telah kita
perbuat, dan ini bertumpuk hingga kini, jadi berbagai macam malapetaka yang kita
jumpai dalam hidup ini adalah KARMA yang harus kita terima. Hal ini berlaku baik
bagi kedua orang tuaku, adik-adikku dan diriku, semua umat manusia dan hewan
dsb. Beratnya dosa tak dapat dilukiskan, jadi dengan tenaga diriku yang sekecil
ini, walaupun selama hidupku aku melepaskan makhluk hidup, berapa banyakkah dosa
yang dapat dikurangi? Bagaimana mungkin baru melepaskan 3000 ekor burung gereja
sudah merasa cukup? Sadar akan hal ini, kumerasa malu sendiri, karenanya
ku­teruskan usaha pelepasan. Hingga dalam setahun aku sudah melepaskan 5000 ekor
burung gereja, dan aku tetap tidak berhenti melakukan pelepasan.

Dua
tahun telah lewat, ternyata aku tidak mengalami kesri­pahan, kedua orang tuaku
tetap sehat. Memang ayahku mengalami operasi kecil tetapi segera sehat kembali.
Nampaknya perpanjangan usia terwujud sudah, maha Pengasih Sang Buddha. Dan mulai
mem­baca Keng demi orang tuaku hingga kini telah 4 tahun, justru dalam musim
panas tahun ini, terjadilah kemujizatan. Tiba-tiba kuterima surat orang tuaku
dan Australia. Dari lubuk hatiku yang dalam kuucapkan puji syukur pada Welas
Asih nan akbar Sang Buddha.

Akhirnya aku mengerti bahwa kedua adik
perempuanku dapat lolos dari maut dan tiba lebih dahulu di Australia. Ini adalah
diatur oleh Sang Buddha, sebab dengan inilah kedua orang tuaku dan adik-adikku
barulah dapat dalam tiga tahun kemudian menyusulnya. Jika tidak bagaimana
mungkin kedua orang tuaku yang berbadan lemah dapat melepaskan diri dari laut
kesengsaraan.

Kedua orang tuaku tak hanya memperoleh kepanjangan usia,
merekapun terhindar dan malapetaka dan memperoleh rejeki. Orang tuaku dan
adik-adik setelah melewati berbagai kesulitan dan penderi­taan, mendapatkan
kebahagiaan dan berkumpul lagi. Hal ini benar-benar suatu manifestasi dan
kewelas-asihan nan akbar dan Sang Buddha. Hal ini jelas memberitahukan kepada
para umat tentang suatu kebenaran: “Untuk mendapatkan rejeki, panjang usia dan
ter­hindar dan malapetaka, untuk merubah keadaan yang buruk, hanyalah
mengandalkan kepercayaan dan tekad diri sendiri dengan giat beramal, prihatin
dan menanam benih kebajikan”.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 1:00 pm

BAB IX

CARA TERBAIK UNTUK
MENGHAPUS DAN MERUBAH
NASIB BURUK MENJADI NASIB BAlK

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Ta-pai10

BAB IX - Hukum Karma


Keng “Ta Pai San Kai Fu Mu Cin” adalah yang khusus
dibaca oleh aliran ini Cung dalam agama Buddha. Keng ini sangat sederharna,
uapacaranyapun sederhana namun hasilnya luar biasa, mempunyai kesaktian yang tak
dapat diduga.

Orang yang membaca Keng ini dapat memukul mundur semua
setan dan musuh, melumatkan semua mantra jahat, menghindari semua malapetaka,
menaklukkan semua haritu dan setan, menghi­langkan segala penyakit yang
aneh-aneh hingga tercapailah keten­traman hatinya. Semua permohonan baik rejeki,
usia, perjodohan, keturunan, kecerdasan, usaha, kesembuhan, merubah permusuhan
menjadi persahabatan, perkara pengadilan menjadi perdamaian, ter­hindar dari
kecelakaan jalanan yang tiba-tiba dsb, semua akan ter­kabul dan berhasil. Orang
yang membaca Keng ini akan sering dis­enangi dan dilindungi Malaikat, akan
menerima karunia besar dan selamat, besar amalnya.

Upacara dan caranya
sbb:
Letakkan di atas altar “Patung Ta Pai San Kai Fu Mu” dan “Keng Lun”
untuk pemujaan (boleh pula hariya memuja patung/gambarnya atau Keng Lun saja.
Sebaiknya Keng Lun ditulis dengan huruf putih diatas kaca bulat yang bertepi
kuning, lalu pengilon ini dipuja). Dengan air putih (yang sudah masak), kembang
segar, buah-buahari.

Saat membaca:

1. Cuci tangan, membakar dupa,
menjura.

2. Bacalah: “Dengan sujud mempersilahkan “Ta Pai San Kai Fu Mu”
sebanyak 3 kali.

3. Bacalah sekali: “Semua Ju Lai yang mahaluhur yang
berubah men­jadi Thien Mu. Pai San Kai nan Mahawibawa dan Maha mulia”. lalu
sujud.

4. Bacalah: “Hung Cing Kang Ting Si Ta We Shen Mu, Ji Jien Sou
Shen Mu, Jien Inien Shen Mu, Pal Jien Wan Yen Shen Mu, Pu En Ce Yan, Ji Cung
Siang Cing Kang Gwan Kwang Ta Shen Mu, Cu Cai San Cie Cung Wei, mohon
perkenankanlah hamba (sebutlah namamu sen­diri) dan semua umat, makhluk yang tak
berwujud, hantu yang berwujud dan segala malapetaka, terhim­pas bersih. Dengan
mendapatkan penlindungan Sang Buddha dan Po sat (Bodhisatva), semua permohonan
akan terkabulkan, mendapatkan rejeki, keamanan dan ketentraman serta kesehatan”.
Cukup baca sekali saja.

5. Bacalah dalam hatimu sebanyak 108 kali mantra
dibawah ini:
“Oom, Sa Erl Wa, Ta Tha Cia Ta, Unika, Setatapace, Hung
Phe,
Hung Mama, Hung Ni, So Ha”
.

6. Bacalah: “Semoga semua
kebaktian yang telah dibaca, sece­patnya berkenan Pai San Kai Mu membawa umatnya
terhindar dan segala malapetaka”. Bersujud 3 kali.

Biasanya jika tidak
berada di rumah, atau berada diatas kapal/ mobil, atau ketika lagi bekerja
ataupun lagi berpiknik, juga boleh membaca. Asalkan ketika membaca dalam hatinya
membayangkan wajah Fu Mu dan membaca: “Dengan sujud mempersilahkan Ta Pai San
Kai Fu Mu” sebanyak 3 kali, kemudian baru membaca mantra Ta Pai San Kai Fu Mu
tersebut dalam hati dengan jumlah tanpa batasan.

Membaca mantra ini harus
penuh dengan ketekunan dan keper­cayaan, tiap hari membacanya, lambat laun
dengan sendirinya akan timbul suatu kekuatan yang tiada batasnya. Penulis pernah
mengajar­kan mantra ini kepada banyak orang. Ada orang yang sakit lama tidak
juga sembuh, setelah membaca mantra ini 2 bulan, diobati oleh seorang dokter
lantas menjadi sembuh. Ada sebuah keluarga dimana semua anggota keluarganya
bergiliran jatuh sakit, setengah tahun tidak henti-hentinya, setelah diperiksa
baru diketahui bahwa dirumahnya ada makhluk halus yang lagi mengganggu. Setelah
mengajar membaca mantra 1/2 bulan, sekeluarganya tidak sakit lagi. Ada orang
yang pekerjaannya tidak lancar, rekan sekerjanya tidak rukun, membaca mantra 7
hari berubah menjadi baik. Ada orang yang mendapat permusuhan dari orang lain,
takut dibalas dendam, semangatnya menjadi turun, keluarganya mewakilinya membaca
mantra, setiap hari minum air mantra dan memercikkan air mantra ke arah musuh,
akhirnya tidak ada masalah.

Aliran ini Cung dalam agama Buddha mempunyai
“Kebaktian Ta Pai San Kai Fu Mu melindungi negara, memunahkan bencana”.
Me­ngumpulkan banyak orang mendirikan panggung mengadakan kebaktian 7 hari, 21
hari atau 49 hari, ini bisa membuat sebuah daerah tidak akan mengalami berbagai
bencana seperti: bencana angin, ben­cana banjir, bencana api, bencana gempa,
wabah penyakit, pepera­ngan, dll; menjadikan negara dan rakyatnya aman dan
tentram.

Ta Pai San Kai Fu Mu mempunyai kekuatan dan kewelas—asihani yang
tidak dapat diduga.



Lingkaran Mantra
Ta Pai San Kai Fu Mu



Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Lingka10




Mantra Ta Pai San Kai Fu Mu:

Oom, Sa Erl Wa, Ta
Tha Cia Ta, Unika, Setatapace, Hung Phe, Hung Mama, Hung Ni, So
Ha.


Lama besar di Tibet Cing Kang Sang Se No Nha Pu Gung Hay
mengatakan: “Dengan memperdalam ajaran Ta Pai San Kai Fu Mu akan mendapatkan
wibawa dan kesaktian yang tak terhingga. Bila bertemu dengan musuh besar akan
menyebabkan ia terkejut dan mundur. Segala jin dan pendeta-pendeta jahat pasti
akan takiuk, dan akan menyirnakan segala mantra-mantra dan dukun-dukun jahat,
bagi yang melakukannya walaupun tidak sangat panjang usianya namun ia takkan
berumur pendek dan mati muda serta terhindar dari mara bahaya, juga dapat
menghindari segala bencana banjir, kebakaran, angin topan, amukan senjata tajam,
kelaparan, alam dan penjara serta lain-lainnya. Pula dapat terhindar dari
kesetanan, gila, minum racun serta penyakit sering lupa. Ya katakanlah 1084
macam bencana atau mimpi buruk pada malam hari, mendengar suara atau melihat
momok, dll.

Semua permohonan pasti terkabul. Bagi yang mendalami atau
membaca Keng ini akan sering mendapat kasih dan perlindungan para Dewa serta
mendapat karunianya. Bila menuliskan lalu membaca Keng ini atau memujanya,
pahalanya adalah sama. Pada pokoknya men­dalami ajaran Ta Pai San Kai Fu Mu dan
menempelkan Hu Ta Pal San Kai Fu Mu diatas pintu atau dalam rumah, akan
mendapatkan wibawa dan kesaktian yang tak terhingga. Untuk penjelasan akan
kebesaran mantra ini sebaiknya anda membaca Keng Ta Pal San Kai Cung Tze Do Lo
Ni yang diterjemahkan oleh Yuen Thien Cm Pien She dan Cen Tze Su Hu.

KISAH NYATA TENTANG KEMANJURAN TA PAI SAN FU
MU


Sebenarnya buku ini dalam memperkenalkan kehebatan Ta Pai San
Kai Fu Mu sudah berakhir dan siap akan dicetak. Tetapi tidak diduga banyak di
antara teman dan langgananku yang setelah mem­baca Keng itu menjumpai berbagai
hal yang luar biasa, fakta-fakta yang menggetarkan kalbu ini mendorong aku
menulis beberapa kisah nyata tentang kemanjurannya, agar orang-orang dalam dunia
ini mengerti kewelas-asihari Sang Buddha dan pahala besar beliau dalam
menyeber­angkan umatnya untuk lepas dan laut penderitaan.

Tetapi, karena
urusanku sangat banyak dan tak ada waktu luang, akhirnya tertunda lagi 3 bulan.
Barulah setelah musim semi tahun 1985, aku memilih 6 buah kisah nyata di antara
sekian banyak kasus sebagai contoh yang dapat mewakili berbagai kasus. Aku
her­harap teman-teman yang telah membaca buku ini, akan terketuk hatinya dan
merenungkan lebih dalam agar dengan sungguh-sungguh mempelajari KEBENARAN
tentang melepaskan penderitaan hidup manusia.

1. ANAK YANG MATANYA BERKEDIP-KEDIP

Ada
seorang teman yang biasanya bertindak sebagai skenario dalam kesenian, orangnya
jujur, waktu pertama kali melihat orang­-orang memuja Buddha, ia menertawai
mereka tahyul, kemudian de­ngan bertambahnya penjelasan hidup dan pergaulan yang
kian luas, tahulah ia bahwa agama Buddha bukanlah munafik dan palsu. Dan pula
akhir-akhir ini terjadi sebuah peristiwa yang lebih meyakinkannya pada agama
Buddha.

Tahun 1983 sekitar bulan ini ía pindah ke sebuah rumah baru yang
terletak di lereng gunung Tze Yin. Sebulan kemudian ia men­dapatkan bahwa
anaknya yang berusia 6 tahun sering mengedip-­ngedipkan matanya. Hal ini tidak
pernah terjadi sebelumnya. Sebe­narnya putranya itu memang tampan dan cerdas,
pikirnya tak meng­apalah hariya berkedip-kedipkan mata. Tetapi, lambat laun ada
hal-hal yang kurang beres, putranya di malam hari sering bermimpi buruk,
terkadang berteriak, sehingga anak itu nampaknya kurang gesit dan matanya kian
sering mengerdip, lalu dibawanya ke dokter. Hasilnya nihil, sebab matanya tidak
merah, tidak gatal dan tidak bengkak.

Tuan Liang mulai menduga bahwa Hong
Sui rumah tersebut ada masalah. Dengan dikenalkan oleh temannya ía menemukan,
secara garis besar ia mencenitakan padaku tentang keadaan putranya. Hatiku sudah
dapat menduga. Tepat pada waktu yang disepakati, aku me­ngunjungi rumah barunya.
Setelah kuamati dan kuperhatikan kupas­tikan bahwa sebelum ia memasuki rumah
barunya, sudah ada “Roh Jahat” yang telah menempatinya. Berbagai macam keadaan
putranya, mengedip-ngedipkan mata, terkejut dalam mimpi ketika tidur ma­lamnya,
kesemuanya adalah ulah roh jahat itu, maksudnya agar dapat mengacaukan hati
putranya.

Tuan Liang berkata bahwa pada tingkatan tertentu iapun telah
menduganya, namun tidak berani memastikannya. Kini jelaslah dapat dipastikan
“Makhluk itu”, lalu bagaimana sebaiknya? Kujawab bahwa akan kuusahakan dapat
membantunya. Tiba di rumah, kubacakan “Mantra Ta Pei” pada air, aku mohon
diperkuat bantuan Nur Buddha, disertai beberapa cara kesaktian. Lalu kusuruh
tuan Liang memberi minum air itu pada putranya setelah ia tiba di rumah.


Seminggu kemudian, tuan Liang menelponku, katanya ternyata berhasil.
Pu­tranya sudah tidak lagi mengerdipkan matanya, semangatnya mem­baik dan tidak
pula bermimpi buruk. Kukatakan bahwa masih perlu terus dipantau dan diamati,
bilamana tidak ada lagi persoalan, ia tidak perlu menelponku
lagi.

Setelah 3 bulan kemudian, tuan Liang mengajakku untuk bertemu muka
lagi. Ketika bertemu muka, ía langsung mengatakan bahwa:
makhluk itu datang
lagi dan anaknya berkedip-kedip mata lagi. Kutanyakan keadaannya, ya seperti
dahululah. Lalu kubacakan mantra Ta Pei dan kuberikan air penawarnya, serta
memesan agar ia menger­jakan seperti sediakala. Tak lama kemudian ia menelponku
dan katanya semuanya telah beres. Namun lewat 2 bulan, tuan Liang memberitahukan
aku bahwa makhluk itu datang lagi dan putranya mengerdip-ngerdipkan matanya
lagi, kali ini matanya agak memerah, tak sama dengan yang dahulu. Benar-benar
aneh, kusuruh tuan Liang membawanya ke dokter mata, ternyata sudah dilakukan dan
dokter menganggapnya infeksi dan memberikan antibiotik, tetapi hasilnya putranya
lebih hebat mengerdipkan matanya.

Kupikir roh jahat ini tak akan sirna
hariya dengan cara yang biasa, terpaksa harus memohon Ta Pai San Kai Fu Mu agar
beliau melepaskan deritanya. Aku membeli sebuah kaca cerinin bulat yang bertepi
kuning, menyajikan bunga-bunga wangi serta buah-buah untuk upacara. Dengan sujud
memohon agar Nur Tai San Kai Fu Mu diatas cerinin itu, dengan penuh konsentrasi
aku melukis sambil membaca mantranya. Akupun membayangkan Nur Ta Pai San Kai Fu
Mu yang turun dan altar dan masuk ke dalam cermin bulat. Selesai kulukis, maka
aku bukukan cap jan Ta Pai San Kai Fu Mu pada cermin itu. Demikianlah sebuah
cermin yang sangat sakti dan Ta Pai San Kai Fu Mu selesai dibuat.

Aku
menyerahkan cermin itu pada tuan Liang dan mengajarkan­nya membaca mantra Ta Pai
San Kai Fu Mu, setiap malam membakar Hio memuja cermin itu, dihadapan cermin itu
diletakkan setengah cangkir air matang, dengan sujud hati membaca mantra itu
sebanyak 108 lebih dan ditujukan pada air itu, kemudian diminumkan pada
putranya. Hasil kali ini sangat baik, tuan Liang hanya melakukan 2 malam,
ternyata putranya telah sembuh. Setelah kuamati lagi bebe­rapa waktu, semuanya
berjalan lancar. Tetapi kusuruh ia tiap malam melakukannya dan air mantranya
dibagikan kepada semua anggota keluarga, juga dapat mengambil setengah gelas air
minum mantra itu untuk disiramkan ke seluruh rumah.

Mantra Ta Pai San Kai
Fu Mu mempunyai daya kesaktian yang tidak dapat dibayangkan. Bukan saja dapat
menyirnakan semua jin dan musuh-musuh, tetapi dapat pula menghapus semua bencana
dan bahaya, merubah nasib buruk menjadi nasib baik, sebab di kala membaca mantra
Ta Pai San Kai Fu Mu, akan datang banyak Dewa baik yang datang melindungi. Orang
yang dapat tekun membaca mantra Ta Pai San Kai Fu Mu adalah orang yang mempunyai
rejeki. Dengan kekuatan Buddhanya Ta Pal San Kai Fu Mu memberkahi orang yang
membaca mantranya. Karena itu bagi orang yang setiap malam men­sujudinya
sangatlah besar pahalanya.

Bila tuan Liang dapat setiap malam membaca
mantra itu, ia adalah orang yang mujur, penuh daya dan tekad yang teguh, selama
hidupnya sangatlah bermanfaat. Hingga kini setahun sudah putranya tidak lagi
terganggu. Anak yang sejak kecil telah minum air mantra Ta Pai San Kai Fu Mu,
selama hidupnya akan sehat dan beruntung nasibnya.

2. KEINGINAN HATINYA TERWUJUD SELURUHNYA

Ada seorang nona Hu, dia adalah kakak seperguruan (Su Ci)
penulis, usianya masih muda. Selesal S.L.T.A. segera ia bekerja di pemerintahan.
Namun tubuhnya amat lemah, setiap hari rasanya tidak pernah sehat, hal ini
disebabkan karena ia rajin membina mental dan pada malam hari masih melakukan
kebaktian agama Buddha. Yang dirasakan sangat mengganggu ialah rumahnya terletak
di Sa Thien sedangkan tempat kerjanya di Cung Hwan. Setiap pagi harus bangun
p.k. 7.00. secara terburu-buru sarapan lalu mengejar bus dan harus antri (sebab
rumahnya jauh dan stasiun kereta api), kemudian transit kereta bawah tanah ke
Cung Hwan. Disebabkan waktu berangkat dan pulang kerja kebetulan saat jam sibuk
lalu lintas, orang-orang ber­jubel-jubel, pula harus transit dengan kendaraan
lain, setiap hari pulang pergi telah menghabiskan waktu tak kurang dan 2 jam,
ini sangat meletihkan.

Ibunya sangat menyanyanginya, sering memohon pada
Buddha, mengharap agar ía dapat pindah kerja di pemerintahan daerah Sa Thien
saja, dengan demikian dapat mengurangi kepenatan dalam kendaraan, juga dapat
menghemat waktu 2 jam. Bila. hal ini dapat terwujud, maka alangkah baiknya.
Tetapi pekerjaan dalam pemerintahan bukan Se­kehendakmu akan pindah ke mana lalu
kemana, banyak hal yang perlu dipertimbangkan, misalnya kepentingan pemda
sendiri, tepat tidaknya soal personalia, dll. Oleh karena itu, sungguhpun ía
telah mengajukan permohonan untuk pindah kerja, tetapi lama sudah tidak ada
balasan­nya. Jadi setiap hari masih tetap harus menderita kepenatan duduk dalam
kendaraan.

Hingga pada suatu hari, kedua ibu dan anak datang ke tempatku,
kebetulan ada waktu luang sedikit, datanglah ilhamku lalu kukatakan:
“Akan
kuajarkan mantra “Ta Pai San Kai Fu Mu”, hal ini berguna untuk kalian” kebetulan
mereka sedang mujur lalu segera belajar. Mantra ini sangat praktis, begitu
belajar segera mereka bisa. Kuajarkan pula mereka memantrai “air” kemudian
menyuruhnya minum. Keluarganya adalah keluarga yang sangat taat pada agama
Buddha, setiap Keng Buddha yang didapat, akan mereka baca dengan hikmat dan
seksama. Kuanjurkan pula agar mereka baik dalam perjalanan, duduk atau tidur,
begitu ada waktu segera membaca mantra Ta Pai San Kai Fu Mu. ini mereka lakukan
sesuai dengan petunjuk.

Kira-kira sebulan kemudian, datanglah berita
baik, permohonan mutasinya diluluskan. Sesuai dengan keinginannya ia dipindah ke
Sa Thien, lokasinya hanya 2 menit jalan kaki dan rumahnya. Setelah mutasi ini,
nona Hu bekerja penuh dengan kegembiraan, hatinya lebih riang, tubuhnya agak
gemuk dan sehat. Betapa hebat kekuatan Ta Pai San Kai Fu Mu, betapa tinggi
kemoralannya.

Untuk memperbaiki nasib buruk, agar “Apa yang diinginkan
terwujud”, bahkan untuk menjadi Buddha, kesemuanya hariya tergan­tung dan
keyakinan dan tekad pada dirimu. Harus dengan sungguh­sungguh melaksanakan, tak
cukup hanya berkata-kata di mulut saja. Banyak orang yang ingin memperbaiki
nasib buruknya dikala usaha atau kerjanya tak lancar, hatinya percaya tentang
Hukum Karma, yakin dan percaya pula akan ajaran Buddha. Namun ternyata tidak
dapat melaksanakan, tak cukup hanya dapat memikir: “Andaikata ada orang yang mau
bantu mengerjakan, atau membuatkan Hu atau membacakan Mantra, membantuku
mewujudkan keinginanku, sa­ngatlah baik. Setelah urusan usai nanti, pasti akan
kuberikan imbal­annya”. Ada pula yang berpikir:” Usahaku buruk, pikiranku bunek,
untuk mengerjakan sendiri tak ada gairah, mana mungkin?” Ada pula orang yang
tatkala usahanya lancar, menyuruhnya membaca Keng Buddha, jawabnya:” Segala
usahaku lancar, masih perlukah itu? Kini aku sangat sibuk, lain kali saja”.


Nanti bila usahanya mandek, barulah ia mencariku, kuanjurkan membaca
Keng Buddha, tetapi jawabnya:
“Kini aku sedang menganggur, makanpun rasanya
segan, tidur tidak tenang, tak ada gairah, sebaiknya anda saja yang membantu aku
membaca”. Orang tersebut diatas benar-benar membuang waktu saja, sungguh sayang.
Kasus nona Hu dapat dijadikan sebagai cermin bagi mereka.

3. “IBU, MENGAPA HARI INI KAMAR MENJADI
TERANG?”


Ny. Feng adalah seorang Kristiani, iapun lama mengenalku.
Akhir-akhir ini nasibnya kurang baik, dia menghadapi peristiwa-­peristiwa yang
merupakan pukulan-pukulan beruntun, hal yang sulit diuraikan.
Mulanya ialah
suaminya yang menyeleweng, melupakannya dan anak-anaknya. Pukulan ini masih
dapat ia tahan.

Dengan sedikit uang tabungannya ia kerja sama dengan
orang lain membuka sebuah boutig, ía berharap hidupnya ada sandaran, dapat
mendidik anak-anaknya menjadi manusia yang berguna. Tak disangkanya teman wanita
yang kongsi dengannya menyandarkan sedikit kekuasaan yang ada pada suaminya,
serta ny. Feng tidak mengerti bahasa Inggris, seorang janda yang lemah, mereka
berkomplot dan memperdayakannya dalam pasal­-pasal kontrak kerjasamanya, lalu
mengangkangi semua boutig itu.

Kedua pukulan ini telah memutuskannya
untuk bunuh diri, tetapi akhirnya ia tegar untuk meneruskan kehidupan ini. Lalu
ia berusaha sekuat tenaga, mencari jalan untuk meminta keadilan, namun
dise­babkan lawannya berkuasa dan sebelumnya telah memasang jerat yang sangat
rapi, lagi pula tak ada orang yang berani membantu berperkara, ia menjadi sangat
terjepit, ibarat meminta pada Bumi dan Langit tak ada tanggapan sama
sekali.

Pernah ia mencariku untuk meramalkan nasibnya, ternyata me­mang
sangat buruk. Bagaimana baiknya? Aku menganjurkannya memohon pada Po Sat dan
membaca Keng agama Buddha, namun ia mengatakan bahwa seorang Nasrani tidak
menyembah Buddha, Den­gan sabar kujelaskan padanya “Kristus, Hutco, Tao Cu. bagi
mereka diatas langit itu tidak ada pintu pemisahan, yang memisahkan pintu satu
agama dengan agama lain ialah Egoisme manusia sendiri. Jika diantara para Kauw
Cu (pimpinan agama) terdapat pintu pemisahan diatas sana, bukankah antara mereka
dapat berkelahi?”. Setelah kuuraikan agak panjang soal-soal semacam ini barulah
ia ragu-ragu. Kunasehati membaca Keng Kwan Se Im Ceng Cing dan Chi Fu Mye Cue
Cen Cing, ía menyanggupinya. Namun disebabkan rintangan yang sangat berat dan
belum waktunya menerima karunia, Keng tidak dibaca dengan tekun, tetapi hanya
pada “waktu ada luang”, jadi dalam setahun tidak seberapa kali jumlahnya, tentu
belumlah berhasil.

Selama ini ia dan kedua anaknya sering sakit
bergiliran. Anaknya yang kecil terjatuh dan tempat yang tinggi sehingga patah
tulang lengannya dan dokterpun menyambung kurang tepat. Putri yang sulung
terserang flu beruntun berbulan-bulan tidak sembuh. Tidak sedikit biaya dokter
yang dikeluarkan, benar-benar suram perjalanan hidupnya. Ada lagi suatu hal yang
aneh ialah kedua anaknya sela­manya tidak berani tidur dalam kamar tidur, lebih
suka tidur di ruang tamu, jika ditanya mereka akan menjawab: “Dalam kamar itu
gelap sekali dan ada hantu yang selalu mengikutiku, sangat ngeri”. Padahal dalam
kamar ada jendela dan lampu, penerangannya sangat cukup, ny. Feng sering
memarahi putrinya yang baru berusia 9 Tahun : “Anak kecil banyak menonton TV,
bicara sembarangan”. Tetapi biarpun digusari anak ini tetap tidak berani tidur
dalam kamar.

Kira-kira 3 bulan kemudian, Ny. Feng datang lagi mencariku
sambil menceriterakan keadaannya. Ia minta kuramal nasibnya, hasilnya tetaplah
sangat buruk. Dalam keadaan mi kuminta Ia agar membaca Keng, mungkin karena
nasehatku yang tidak henti-hentinya, akhirnya ia menyanggupi akan melakukan
dengan rajin dan sungguh­sungguh. Melihat keadaannya aku siap mengajarkannya
Keng Ta Pai San Kai Fu Mu, tetapi kuminta agar ia membaca lebih dahulu Keng Kao
Wang Kwan Se Im Cen Cing sebanyak 1000 kali, barulah menemui aku lagi. Inipun ia
sanggupi. Lalu kubeli sebuah cermin bulat yang bertepi kuning, sesuai dengan
cara dan upacaranya telah kubuatkan cermin yang bermantra Ta Pal San Kai Fu Mu.
Tatkala ia datang aku menyerahkan cermin ini padanya berikut kaset mantranya dan
kuajar­kan pula memantrai air. Setelah selesai ia membaca mantranya, air itu
diminumkan pada seluruh anggota keluarga dan disiramkan juga pada rumah,
demikian pesanku barulah ia pulang.

Hari ketiga ia menelponku, katanya:
“Tuan Liu, cerminmu sangat hebat, di malam pertama aku telah melihat hasilnya”.
Kuminta ía menceritakan lebih lanjut. Katanya setelah membawa pulang cermin itu,
diletakkannya pada meja kamar untuk dipuja, lalu ia mulai belajar membaca, dan
dengan cepat ia sudah bisa, kemudian dimulai meman­trai air yang pertama,
selesai yang pertama mi, anak-anaknya belum pulang sekolah. Tatkala kedua
anaknya tiba di rumah, setelah mele­takkan tas sekolah dan memasuki kamarnya,
mereka dengar suara keras bertanya: “Ibu, mengapa hari ini kamar terang
benderang?” Sejak hari itu, setiap malam anaknya lebih senang tidur di dalam
kamar. Katanya bahwa kini yakinlah dia dan penuh percaya, Se­lanjutnya akan
terus membaca dengan tekun dan baik. Aku memberi dorongan bahwa mi barulah
permulaan saja, untuk memperbaiki nasib yang buruk, haruslah “Dilakukan” dengan
sepenuh hati dan seksama. Buddha adalah Maha Pengasih, jika anda memintanya
dengan penuh kepercayaan, kejujuran dan tekad yang kuat, pastilah ia akan datang
menolong anda menyeberangi lautan penderitaan. Jika ia tidak datang menolong
anda terbebas dan kesulitan bukanlah Buddha namanya.

Keterangan: menurut
fly. Feng kemudian, ia telah menyadari bahwa perjalanan hidupnya yang demikian
buruk adalah karmanya. Ia teringat ketika masih kecil, ia tinggal di luar negeri
bersama tacinya berdua. Mengikuti petunjuk tetangganya, mereka sering menangkap
kucing-kucing kecil dan dimasukkan ke dalam keranjang lalu dibe­namkan di dalam
air hingga mati. Ya banyak jiwa yang telah dibunuh, inilah dosa besar yang telah
dibuatnya, yang berakibatkan kini nasibnya sangat buruk, penuh dengan rintangan
dan siksaan. Kini kakak perempuannya masih ada di luar negeri, ternyata nasibnya
jauh lebih buruk dan padanya, tak hanya perkawinannya senasib dengan­nya (tidak
bahagia dan cerai), lebih celaka lagi menderita penyakit saraf dan jiwa. Hal ini
sangatlah menggangu seluruh anggota keluarga, tak ada lagi ketenangan dalam
rumah itu

Ny. Feng memikirkan pula adik laki-lakinya yang dimasa
mu­danya sering membunuh burung-burung selama beberapa tahun, sangat beratlah
dosanya. Akhir-akhir mi nasibnya mulai memburuk, ia belajar di luar negeri.
Sekali dikala lagi menyetir mobil, terjadilah peristiwa yang aneh. Dalam keadaan
yang tidak terlihat, ia menabrak hingga luka berat seorang anak kecil.
Selanjutnya ia frustasi, tidak ada gairah sama sekali, pelajarannya mundur
banyak, ujiannya gagal, mungkin han depannya akan lebih suram. Ny. Feng
menceritakan bahwa setelah ia membaca buku Buddha, sadarlah ia akan Hukum Karma.
Dengan menghubungkan nasib kakak dan adiknya kian jelaslah baginya bahwa sebab
dan akibatnya sendiri itulah yang menguasai seluruh perjalanan hidupnya.


Ia merasa dirinya sangat beruntung, tidak hanya telah mengerti hal ini
(tidak lagi menyalahi orang lain), iapun mendapatkan kesempatan untuk
mem­perbaiki nasibnya sendiri, berkat membaca buku-buku dan Keng Buddha. Yang
disayangkannya ialah keluarganya termasuk kedua orangtuanya tidak percaya pada
Buddha, sehingga dia hanya bisa menghela napas panjang tanpa dapat membantu
kakak dan adiknya yang bernasib buruk. Ayahnya tinggal di Hong Kong, ia
menderita migrain tanpa tersembuhkan oleh dokter. Pernah ia mencoba mem­bacakan
mantra Ta Pal San Kai Fu Mu untuk memohon penyembuhan bagi sakit kepala ayahnya,
demikianlah ía lakukan beberapa han, lalu ia menelpon ayahnya untuk menanya
bagaimana dengan penyakit kepalanya, ayahnya menjawab bahwa entah kenapa telah
beberapa hari penyakit kepalanya tidak kumat lagi. Hal ini sangat
menggembi­rakan ny. Feng, kian percayalah ia dan tiap hari ia membaca beratus
kali mantra, ia bertekad membaca seumur hidupnya. Jadi ny. Feng adalah orarig
yang beruntung.

Ini sebenarnya hal yang sangat sederhana, orang yang
telah membunuh, roh-roh itu akan mendendamnya, selalu mengikutinya atau melekat
padanya dan melakukan pembalasan dengan berbagali terpidana hingga dipenjarakan,
atau jatuh marta­bat dan namanya, atau perkawinannya gagal atau tertubruk mobil
atau dirampok maupun diperkosa, mungkin pula mendenita penyakit yang aneh dan
tidak tersembuhkan atau tidak akur dengan sanak saudara, dll. Kesemuanya ini
adalah pembalasan yang dilakukan oleh roh-roh yang mendendamnya.
Tidak
sedikit wanita yang menggugurkan kandungannya, ia akan menerima berbagai
pembalasan dan roh-roh janin itu, klan banyak menggugurkan klan banyak pula
pembalasannya. Cara yang terbaik untuk mengurangi dosa-dosa dan pembalasan
roh-roh yang dendam ialah membaca Keng Buddha, dengan Nur yang bermoral tinggi
dan Sang Buddha, dapatlah menyirnakan roh-roh pendendam, terutama dendam kesumat
mereka.
Betapa harus dikasihani bagi orang-orang yang tidak mengerti Buddha,
orang yang tidak percaya ajaran Buddha, orang yang tidak kenal Hukum Karma, atau
orang yang mengerti tetapi tidak mau melakukan ibadahnya.

4. BARANG ANTIK YANG MEMUSINGKAN KEPALA

Ny. Huang yang tinggal di lereng pegunungan, ia amat kaya. Dia
dan suaminya merupakan orang terhormat di Hong Kong. Yang sulit ditiru ialah
mereka berdua gemar beramal, berbagai organisasi sosial disitu mendapatkan
bantuan mereka, selama puluhan tahun mereka selalu beramal tanpa mau ketinggalan
sama orang lain.

Namun 2 atau 3 tahun akhir-akhir ini dalam rumahnya
telah terjadi beberapa peristiwa besar. Kedua suami istri ini secara bergiliran
masuk rumah sakit dan dioperasi besar, bahkan suaminya harus dibuang sebuah
ginjalnya. Ada seorang anak perempuannya bertempat tinggal tidak jauh darinya,
waktu ia mengendarai mobil pergi menengok temannya, mobilnya diparkirkan pada
sebuah lapangan yang agak miring. Tatkala ia baru saja meninggalkan mobil itu,
tiba-tiba mobil kosong itu berjalan sendiri, sewaktu putrinya membuka pintu
mobil hendak mengeremnya, bahkan terseret hingga beberapa meter dan melukai kaki
tangannya. Sedangkan mobil kosong itu terus meluncur dan melukai lagi dua orang.
Sejak itu watak putrinya berubah sama sekali, dahulu penyabar dan halus,
sehingga mendapat julukan “nona senyum manis”, kini menjadi pemberang dan sering
memaki orang, bagaikan berubah menjadi dua orang. Lebih menyedihkan lagi ialah
putrinya yang dahulu sangat berbakti dan baik padanya, kini menjadi sering
memakinya dan membencinya, hal ini benar-benar tidak habis dipikir. Selain itu,
ny. Huang mempunyai penyakit pusing kepala. Baik dalam rumah maupun diluar rumah
kepalanya tetap terasa pusing, tidak sedikit dokter-dokter ahli yang
memeriksanya namun tidak bisa mendapatkan penyebabnya dan hanya dapat mengatakan
ia “saraf lemah”, ratusan macam obat tidak berhasil
menyembuhkannya.

Dengan melalui perantaraan teman ia menemuiku. Ia
menduga Hong Sui rumahnya kurang baik, namun ia telah lebih 20 tahun
menempatinya, dan dahulu tidak pernah terjadi sesuatu. Sebelumnya iapun telah
mengundang beberapa ahli Hong Sui untuk melihat rumahnya, namun mereka tidak
mendapatkan apa-apa. Setelah kuhitung-hitung ramalan mengatakan bahwa berbagai
peristiwa yang timbul disebabkan oleh adanya gangguan semacam “roh jahat”.
Secara garis besar kujelaskan padanya, sedikitpun ia tidak merasa aneh. sebab
sudah agak lama ia menduganya. Seharusnya orang seperti ny. Huang yang banyak
beramal tentunya dilindungi oleh Dewa baik, mengapa masih ada roh jahat yang
mengganggunya? Hal ini meru­pakan suatu teka-teki dalam hatiku, namun belum
segera dapat kupecahkan.

Tak lama kemudian, ny. Huang mengundangku
melihat rumahnya. Memang aku ingin coba melihat rumahnya sehingga aku segera
menyanggupinya. Tepat pada waktu yang disepakati, kubawa sebuah cermin yang
telah dimantrai beserta dengan istriku menumpangi mobilnya. Setelah tiba di
rumahnya, kami turun dan mobil. Belum lagi menaiki lift istriku mulai merasa
pusing kepala, sedang aku sendiri setelah memasuki rumahnya kira-kira setengah
jam kemudian mulai pusing sedikit, saat ini istriku sudah sangat
pusing.

Hal yang paling menyolok dalam rumahnya ialah dua ruangan
besarnya penuh dengan barang antik, berbagai macam perhiasan dan ukiran dan batu
giok kraton-kraton kuno memenuhi almari dan sangat menarik. Ny. Huang
membentahukan bahwa suaminya sangat menyukai barang-barang antik. Ia adalah
seorang pengumpul barang antik, se­hingga begitu banyaklah barang antiknya.
Tetapi ia sendiri sangat mencurigai dua buah barang antik, bukan mencurigai
keasliannya melainkan menduga kedua barang itu membawa “roh jahat”, sebab sering
merasakan bahwa kedua barang antik itu membuatnya tanpa terasa dingin berdiri
bulu romanya, seakan-akan ada bayangan yang selalu mengancam hatinya.
Ditunjukkannya kedua barang antik itu padaku, kudekati kedua barang itu,
diantaranya terdapat sebuah barang keramik yang tingginya 1 meter dengan bentuk
yang kurang menarik.

Ia disimpan di pojok dan didepannya dikeiuingi oleh
beberapa barang antik yang lebih besar, barang antik tersebut memberikan kesan
kepadaku agak istimewa. Aku memastikan bahwa inilah barang yang mempunyai
keanehan, roh jahat justru bersembunyi didalamnya dan roh jahat ini bukanlah roh
yang biasa, tetapi termasuk roh yang agak ganas. Kemungkinan barang antik mi
adalah benda kesayangan­nya sebelum ia mati, kemudian setelah ia mati dikuburkan
bersa­manya. Lalu digali oleh orang dan kuburnya, roh mi tidak sirna dan tidak
rela, dengan rasa dendam melekat didalamnya, siapapun yang membelinya atau
memilikinya pasti akan mendapatkan balas den­damnya, karena banyak peristiwa
yang tidak diinginkan terjadi.

Orang yang banyak beramal sungguhpun dapat
ditolong dan peristiwa-peristiwa yang buruk, namun tidak bisa terhindar dan
pembalasan roh jahat itu, sebab inipun termasuk Hukum Karma. Karena anda telah
merebut benda kesayangannya sewaktu ia masih hidup, sama halnya merampok
hartanya. Apalagi benda ini didapatkan­nya dengan melalui penggalian kuburan
orang lain (kemungkinan sewaktu lagi menggali telah menghancurkan tulang
belulang almarhum), karenanya Ia mau membalas dendam. Menghadapi roh jahat
penden­dam mi, sebaiknya mengundang tosu (pendeta) yang berilmu tinggi, dengan
Ti Chang Wang Pu Sat Ta Tze Pei untuk melepaskannya dan keadaan sekarang.
Pendeta harus mendoakannya agar rasa den­damnya sirna, agar ia mau menerima
pelepasan atau pemilik benda sekarang membaca Ta Pai San Kai Fu Mu dalam jangka
lama, sebab orang awam ilmunya rendah, harus tekun melakukan pelepasan perasaan
dendam dalam waktu yang lama.

Setelah kuketahui keadaan barang antiknya,
terasa tak mu­dahlah mengerjakannya, ingin membantunya namun belum pasti dapat
tuntas. Yang paling mengecewakan ialah pemilik benda antik itu tidak tertarik
pada “membaca Keng”. Jika menganjurkannya supaya dalam jangka panjang membaca
mantra dan minum air yang telah diisi mantra, pastilah ditolak. Karenanya aku
hanya dapat melakukan sedapat mungkin, lalu kuambil cermin Ta Pai San Kai Fu Mu,
mengisi setengah cangkir air, memasang dupa, dengan hormat mengundang Ta Pai San
Kai Fu Mu turun ke bumi, dan membuat persembahan sederhana, kemudian menghadap
cangkir tadi aku mulai membacakan mantranya. Kira-kira setengah jam kemudian,
kuberikan separuh dan air dalam cangkir pada semua anggota keluarga untuk
diminum dan separuh lainnya kusiramkan pada seluruh rumah, terutama aku
menyiramkan beberapa kali pada barang antik tersebut. Memang agak aneh, setelah
air kusiramkan, istriku sudah tidak lagi pusing kepala, aku sendiripun entah
sejak kapan tidak pusing kepala lagi.

Tetapi, urusannya tidaklah semudah
itu selesai. Hari kedua setelah pulang ke rumah kepalaku mulai pening, lambat
laun kian menghebat, seperti bergelombang, rasanya mual hendak muntah. Setelah
kupikir dengan cermat, sadarlah aku bahwa roh jahat yang ada di rumah ny. Huang
telah mengikuti aku pulang ke rumahku. Aku memastikan bahwa di pihak ny. Huang
kini sudah tidak ada lagi masalah. Segera kusuruh istriku menelponnya, katanya
setelah aku dan istniku pergi dan rumahnya, 80% penyakit kepalanya telah hilang.
ini membuktikan dugaan tepat, roh itu pasti telah mengikutiku dan membuat aku
pusing kepala berarti memberi aku tanda, hal mi lebih
mudahlah.


Dengan perlahan-lahan aku mulai melakukan ibadah di depan altar Buddha.
Setelah 2 jam membaca Keng, diantaranya tentu juga ada mantra Ta Pai San Kai Fu
Mu, aku berharap semoga roh ini men­dapatkan Nur Buddha, dan dapat masuk ke
sebuah lingkungan yang ía senangi. Keesokan hari setelah aku bangun, pusing
kepalaku telah lenyap sama sekali.

5. KEMANJURAN
DOKTER


Ny. Wang yang beranak lima itu sekeluarga secara bergiliran
jatuh sakit, jika bukan mi sakit kepala pasti yang itu demam, yang satu baru
saja sembuh dan batuk-batuk, yang itu terkena flu. Begitulah berlangsung
beberapa bulan dan telah menghabiskan tidak sedikit biaya ke dokter. Ia sendiri
sudah agak lama menderita penyakit wanita, berbagai dokter dan tabib belum juga
dapat menyembuhkannya. Akhirnya setelah minum resep yang diberikan seorang
sinshe tua, agak mendingan namun terkadang kumat lagi, hal ini juga telah
berjalan lama. Ia pun sering mengunjungi sinshe tua itu, biarpun tidak tuntas
tetapi dapat untuk menahan sedikit derita.

Suatu hari ía menemuiku untuk
dinujum, hasilnya menunjuk­kan bahwa ia pernah menggugurkan kandungan, jadi
penyakitnya sulit disembuhkan, untung tidak sampai minta korban jiwanya. Hal ini
kujelaskan padanya dan ia mengakuinya, lalu ía bertanya adakah jalan lain untuk
menolongnya? Kujawab: “Bila anda mau dalam jangka waktu lama membaca Keng
Buddha, ditambah melepaskan makhluk berjiwa, mungkin masih dapat ditolong”.
Dengan sedih ia katakan bahwa ekonominya tidak baik, beban kehidupan berat dan
untuk ke dokter saja telah menghabiskan banyak uang, tidak ada biaya untuk
melepaskan makhluk berjiwa. Kukatakan:”Melepaskan makhluk hidup dan beramal,
nilainya ada pada kehendak hati, bukan berapa uang yang dikeluarkan. Jika setiap
han anda menghemat 1 yen, dalam sebulan menabung 30 yen, satu tahun 360 yen, mi
cukup banyak bukan? Ditambah biasanya tidak membunuh makhluk hidup. Tidak ada
urusan yang sulit dalam dunia, yang penting harus ada tekad”. Ia mengakui bahwa
kata-kataku beralasan, maka disanggupinya.

Kuajarkan pula ia membaca
mantra Ta Pai San Kai Fu Mu dan minum air mantranya. Dengan senang hati ia
belajar. Kulihat ia ber­sungguh-sungguh, lewat beberapa han aku menyumbangkan
sebuah cermin yang telah kuisi dengan mantra kepadanya untuk dipuja. Ia adalah
seorang yang jujur, apa yang ia katakan pasti ia jalankan. Tiap­han membaca
Keng, baik duduk, rebah, selalu menghafalkannya, tiap hari minum air Hu dan
dibagikan pula pada seluruh anggota keluarga. Sungguh ajaib, seminggu kemudian
kelima anak-anaknya tidak perlu lagi ke dokter, mereka semuanya telah sembuh.
Ny. Wang sendiri tetap pergi berobat pada sinshe tua. Setengah bulan kemudian
muncullah keajaiban, resep yang sama yang dibuat oleh sinshe tua itu, biasanya
kadang-kadang berhasil dan juga terkadang tidak berhasil, kini jadi sangat
manjur, hasilnya menjadi lebih baik.

Pada suatu hari ia mengantarkan uang
untuk biaya pelepasan makhluk hidup, kulihat ada 300 yen iebih. Kutanyakan dan
mana uang sebanyak itu, dengan tertawa ia rnenjawab:”Uang yang kuhemat tidak
pergi ke dokter”. Kusuruh ia sendini yang mengirimkan uang itu pada alamat
“Majalah Bulanan Agama Buddha” untuk sebagai biaya pelepasan. Telah 5 bulan
sudah, kini ny. Wang berwajah agak merah, hatinya riang. Menurut katanya seisi
rumah tak ada yang sakit lagi, ekonominya lebih baik, juga nasib suaminyapun
berubah baik, ya segalanya sudah kecukupan. Tidak ia sangka demikian baiknya
Sang Buddha, kini setiap han ia membaca Keng tanpa alpa. Benarlah bahwa tak ada
urusan yang sulit dalam dunia asalkan ada tekad.

6. KEWIBAWAAN MENAKLUKKAN KAWANAN MOMOK DAN
SETAN


Aku mempunyai seorang Su Heng yang bermarga Khu. Telah beberapa
tahun ia mempelajani Tao, telah berhasil menghubungkan titik Yen dan Tu, setahun
yang lalu ia telah saudara dibaptis sebagai murid “Ling Sien Cen Fu Cung”, kami
telah menjadi saudara sepergu­ruan. Dia dan istrinya memang berbakat, indera ke
6 istrinya lebih baik, sering dapat melihat dunia roh. Yang lebih istimewa,
kedua suami istri ini masih muda dan lulus sebagai sarjana, keduanya adalah
psikiater yang telah terdaftar di pemerintahan.

Sekitar bulan Juli tahun
1984, disebabkan karena tempat usahanya kurang luas, dan kebetulan tetangga
dekatnya hendak menjual tempat usaha, lalu dibelinya. Ternyata tempat ini dahulu
sebuah rumah tinggal, entah kenapa telah berganti penghuni beberapa kali, tetapi
tidak ada yang bisa tinggal lama dengan cepat tiba-tiba mereka pindah. Su Hengku
menilai harganya tidak mahal dan cocok baginya, 1alu memberikan uang muka, ia
mengambil keputusan untuk membelinya. Siapa tahu begitu keputusan diambil, belum
lagi ditanda­tangani di muka notaris, telah terjadi serentetan peristiwa yang
tidak menguntungkan. Hanya dalam waktu 5 hari saja, tiba-tiba telah terjadi
bermacam-macam perkara yang menyulitkan. Tanpa sesuatu sebab ia dimaki-maki
orang, pekerjaan yang baik tadinya mendadak dapat terjadi kesalahan, keluar
berjalan-jalanpun dimana saja juga menjumpai hambatan. Perasaan hatinya yang
tenang mendadak berubah menjadi berang, sampai ia sendiri tidak tahu apa
sebabnya. Malam hari tidur tidak tenang.
Pokoknya macam-macam hal seperti
itulah, seolah-olah akan datang mara bahaya.

Khu Suheng mencariku untuk
menujum dirinya. Setelah kude­ngarkan ceritanya: “Tak perlu dinujum lagi, dalam
tempat yang baru itu ada roh jahatnya” kataku. “Mengapa ia harus berbuat
demikian ter­hadap diriku?”. “Oh, .itu mudah dijelaskan, waktu masih hidup ia
pastilah pemilik rumah itu, setelah meninggal ia masih merindukan harta
peninggalan tersebut, karenanya ia tetap bermukim disitu. Ia pun tidak
memperkenankan orang lain memasuki rumah tersebut. Karena itu beberapa penghuni
yang terdahulupun merasakan berbagai gangguan yang menyebabkan mereka pindah, mi
sebenarnya telah diusirnya. Kini ia mengetahui bahwa anda hendak membeli rumah
itu, maka dengan sekuat tenaga dan cara ia menghalangimu. Untung anda adalah
seorang pertapa, hingga tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengganggu yang
lebih hebat. Jika tidak pastilah berbahaya”. Seketika sadarlah Khu Suheng dan ia
minta bantuanku. Kuminta ia segera membeli sebuah cermin bulat yang bertepi
kuning, setelah 2 han nanti ía baru membawanya pulang.

Dalam malam yang
sunyi, didepan altar Buddha aku menger­jakannya. Dengan sujud kumohon agar
Buddha turun ke dunia, juga kumengundang Ta Pai San Kai Fu Mu serta guru Lien
Sien Ta Se datang. Kumohon para Pengasih mi memberikan aku kekuatan dan
kesaktian, mohon diberikan Nur Buddha, agar menyirnakan roh jahat yang belum mau
sadar beserta rasa dendamnya dan bawa ia pergi ke tempat yang indah, jangan
bertempat tinggal di rumah itu. Begitulah sesuai dengan tata upacara, aku telah
menyelesaikan sebuah cermin yang berman­trakan Ta Pai San Kai Fu Mu. Disamping
itu aku telah membuat pula dua belas Hu yang berhuruf Pali, satu demi satu
kuhabiskan waktu 2 jam untuk menyelesaikannya.

Hari kedua Khu Suheng
telah datang, ia memberitahuku: “Sete­lah anda terangkan, kami dalam dua han mi
mengamat-amati dengan cermat, ternyata memang terdapat roh jahat dalam rumah itu
dan tidak hanya satu, istriku bilang sedikitnya ada 5 sampai 6. Berdasarkan
perasaan inderanya jelaslah bahwa bukan roh yang baik”.

Aku tahu bahwa
Khu Suheng dan istrinya mempunyai indera mata Bathin yang kuat, ini tentulah
bukan kata kosong, kuserahkan cermin itu padanya dan kukatakan:”Cobalah,
seharusnya berhasil” kuajarkan pula cara-caranya.
Seminggu kemudian dia
datang dan sambil berseri-seri, akupun tertawa dan bertanya: “Bagaimana ?“.
“Benar ajaib, semuanya telah beres, hasilnya diluar dugaan, sangat baik”. Ia
melukiskan keadaan waktu itu:”Malam itu juga kukerjakan, semua berlangsung
sesuai dengan acara, usai membaca mantra, membakar Hu, lalu dengan cermin
‘Wasiat’ menyoroti seluruh rumah dan menyiramkan pula air mantra ke seluruh
rumah. Tatkala cermin menyoroti rumah, terasa banyak orang yang kabur keluar,
lalu hening. Selama beberapa malam mi kami mengamati ternyata sudah aman. Pula,
sungguh aneh, ber­bagai keluhanpun lenyap”. Demikianlah telah tercatat suatu
peristiwa tentang “Ta Pai San Kai Fu Mu” menaklukkan dan mengusir kawanan momok
dan setan.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib Empty Re: Memahami HUKUM KARMA - Merintis jalan menuju perbaikan nasib

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik