BUDDHIST COMPILATION FORUM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi

Go down

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Empty Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:30 pm

KONDISI HIDUP



Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image002Pernahkah kita merenungi hakekat hidup & mati ? mengapa kita
dilahirkan yang kemudian diakhiri dengan kematian? Lalu setelah mati, kita akan
menuju kemana? Apakah hanya ada dua pilihan saja surga atau neraka? Dan disaat
mengalami proses kematian tersebut, punyakah kita kemampuan menentukan
sekehendak hati kita, menuju kemana? Dibalik misteri hidup dan mati, adakah
hidup yang kekal? Apakah hanya ada pilihan saja yaitu surga atau neraka. Kalau
begitu kemana orang-orang yang dalam kehidupannya, ada berbuat kebajikan tetapi
ada juga berbuat kejahatan? Ke Surga atau ke Neraka ?

Pertanyaan-pertanyaan diatas telah muncul sejak zaman dahulu dan
tetap aktual hingga masa sekarang, ada orang yang menjawab dengan gelengan
kepala pertanda tidak tahu, sebagian lagi bersikap masa bodoh terhadap apa yang
telah dan akan terjadi di dalam hidupnya, dan menganggap kalau mati ya sudah.
Bila tidak ada sesuatu lagi sesudah mati, alangkah enaknya hidup ini. Tetapi ada
beberapa manusia yang mencari kebenaran hakekat hidup dan mati, baik itu melalui
perenungan, bertapa maupun dengan berbagai cara pencarian yang lain.

Pangeran Siddharta Gautama adalah salah seorang manusia yang
mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas, beliau telah berhasil
memahami hakekat misteri hidup dan mati dan mampu memberikan petunjuk kepada
semua makhluk bagaimana jalan keluar dari lingkaran sengsara tumimbal lahir yang
tiada habis-habisnya. Beliau telah mencapai pencerahan sempurna Buddha (makhluk
yang telah sadar/makhluk yang telah menaklukkan kelahiran dan kematian) dan
bergelar Sakyamuni Buddha.

Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa sebagai manusia kita
terikat oleh 3 kondisi, yaitu adanya Dukkha (penderitaan), Anicca
(ketidak-kekalan) dan an-atman (tanpa inti). Tentang penderitaan dapat
digolongkan dalam 4 penderitaan yang bersifat fisik dan 4 penderitaan yang
bersifat rohani/mental, perlu diperhatikan antara penderitaan fisik dan
penderitaan mental mempunyai hubungan yang terkait secara erat dan langsung
sehingga total ada 8 jenis penderitaan, yaitu:



Yang termasuk penderitaan fisik:



1. KELAHIRAN

Kelahiran sebagai manusia tidaklah mudah, karena harus melalui
beberapa proses dan didukung oleh kondisi yang menunjang. Menurut ilmu
kedokteran modern, terjadilah pembuahan dimulai dari perlombaan berjuta-juta
sperma yang saling berebut untuk dapat membuahi sebuah atau beberapa sel telur
dan setelah terjadi pembuahan masih diperlukan kondisi yang bagus untuk
pertumbuhan janin selanjutnya.

Dalam agama Buddha dikatakan, proses tumimbal lahir menjadi
janin manusia harus melewati 8 keadaan panas dan dingin, sehingga bagi mereka
yang karma baiknya tidak cukup, tak akan dapat melewatinya, hanya mereka yang
cukup karma baiknya untuk menjadi manusia, dapat melewati dan masuk ke dalam
kandungan ibu. Dan pada saat dilahirkan, sentuhan/kontak pertama dengan udara
membuat bayi langsung menangis untuk mengekspresikan penderitaannya (baik
penderitaan yang bersifat fisik maupun mental).



2. USIA TUA

Ketika seorang menjadi tua, semua fungsi organ tubuhnya menjadi
mundur dan lemah, ingatannya berkurang, segala gerak-geriknya lamban dan tidak
leluasa, kecantikan dan keindahan tubuhnya memudar, jiwanya mudah merasa
kesepian, tak berdaya dan terasing, keberadaan secara alamiah perlahan-lahan
tersisih oleh generasi baru yang menggantikannya, energinya seperti lampu yang
kehabisan bahan bakar, mulai meredup….



3. SAKIT

Penyakit bisa tiba-tiba datang tanpa permisi, tidak memilih
siapa yang bakal menjadi korbannya, dia bisa menyerang orang kaya atau orang
miskin, tua atau muda, raja maupun pengemis, tak seorangpun dapat menghindar
darinya, biar dia itu seorang dokter sekalipun, akibat penyakit yang
dideritanya, manusia menjadi lemah dan mudah putus asa, semua fungsi organ dan
metabolisme tubuhnya menjadi kacau-balau, aktifitas sehari-hari terhenti, bahkan
kadang-kadang penyakit menjadi berkepanjangan, yang menyebabkan penderitaan
lahir dan batin, baik bagi si sakit maupun keluarganya. Tiada seorangpun yang
dapat menghindar dari penderitaan sakit, karena sakit adalah proses alamiah
berdasarkan karma.



4. MATI

Adakah manusia yang dapat menghindari kematian? Cepat atau
lambat saat itu pasti akan tiba, doktrin Buddhis tentang anicca
(ketidak-kekalan) menjelaskan bahwa semua hal yang berbentuk/dilahirkan pasti
akan mengalami kelapukan, usia tua dan akhirnya musnah mati. Ada yang menganggap
kematian sebagai proses yang wajar dan siap menghadapinya (terutama bagi mereka
yang menghayati agama Buddha dengan benar), tetapi ada yang demikian takutnya,
merasa cemas karena tak tahu akan kemana dan menjadi apakah setelah dia mati
nanti? Segalanya serba gelap, diliputi misteri, bagi anda yang masih kuatir
serta tidak tahu tentang proses kematian atau takut menghadapi saat kematian,
silahkan membaca buku ini lebih lanjut, karena didalam buku ini dijelaskan
berbagai cara yang bermanfaat yang dapat anda pergunakan pada saat anda berada
di ambang batas antara hidup dan mati.



Yang termasuk penderitaan rohani/mental:

1. BERPISAH DENGAN YANG DICINTAI

Bagaimana rasanya bila kekasih, orang atau sesuatu yang sangat
kita cintai (orang tua, anak, suami/istri, saudara, sahabat, harta-benda,
kedudukan ataupun hewan kesayangan kita) tiba-tiba pergi meninggalkan kita ?


Entah perpisahan ini terjadi sewaktu masih sama-sama hidup
(misalnya: karena perceraiaan, ditinggal pergi, kondisi perang, dirampas orang,
masuk ke penjara dan sebagainya) maupun perpisahan yang disebabkan oleh
kematian, semua ini amatlah memilukan hati, kadang-kadang rasa sedih ini dapat
berlarut-larut, sehingga menyebabkan depresi, membuat hidup terasa hambar,
kosong seakan-akan jiwa kita juga ikut pergi bersamanya



2. BERTEMU DENGAN YANG DIBENCI

Sebaliknya jika seseorang berada di lingkungan yang tidak dia
sukai (kawin paksa, pekerjaan yang tidak menyenangkan, tempat tinggal dan
lingkungan sosial yang tidak cocok dan sebagainya) serta tak ada pilihan lain
sebagai jalan keluarnya, maka hari demi hari berlalu dan terasa kelabu, gairah
hidup menjadi padam, tak ada tawa riang, tak ada kegembiraan. Yang dihadapi
hanyalah rasa jenuh dan membosankan.



3. KEINGINAN TIDAK TERCAPAI

Tidak semua yang kita idam-idamkan selalu terwujud, seringkali
antara keinginan dan kenyataan bertolak belakang hasilnya. Cita-cita atau
keinginan ini meliputi aspek yang sangat luas (misalnya: rumah tangga,
perjodohan, percintaan, karier, pekerjaan, kedudukan, jabatan, nama baik,
kehormatan, sekolah, pendidikan, politik dan sebagainya). Jika gagal meraih apa
yang diharapkan, seseorang akan merasa sedih dan menderita batinnya, bisa
menjadi stress dan frustasi, bahkan bila kegagalan demi kegagalan selalu
menimpanya, dia mudah menjadi putus asa, ada yang menjadi gila/sakit jiwa, tak
sedikit pula yang mengambil tindakan nekat yaitu bunuh diri.



4. TERIKAT OLEH KONDISI PANCA SKANDHA

yang disebut panca skandha adalah rupa (bentuk), vedana
(perasaan), samyojana (persepsi), samskara (bentuk-bentuk pikiran) dan vijnana
(kesadaran). Karena terikat ole hkebutuhan panca skandha, maka kita akan merasa
lapar bila tidak makan, mengantuk bila kurang tidur, juga kebutuhan untuk
diperhatikan, dicintai, mencintai, semangat untuk belajar segala sesuatu, rasa
egois, demikian pula munculnya berbagai macam perasaan, kesan dan kesadaran….


Ajaran Hyang Buddha mengungkapkan hakekat hidup yang berupa
dukha, tidak kekal dan tanpa inti, yang mana sering menimbulkan salah pengertian
bagi orang awam sehingga mereka menuduh ajaran Hyang Buddha adalah bersifat
pesimis, pandangan demikian salah besar, memang benar didalam hidup
kadang-kadang kita mengalami peristiwa yang membahagiaakan hati, tetapi bertahan
beberapa lamakah kebahagiaan tersebut? Suatu saat kebahagiaan itu akan lenyap
bersama tibanya saat kematian, karena kebahagiaan duniawi terikat oleh kondisi
yang tidak kekal (anicca) dan tanpa inti (an-atma), sehingga Hyang Buddha
mengatakan bahwa hidup adalah DUKKHA



B. HAKEKAT KEMATIAN



Mati adalah satu kata yang mengerikan bagi kebanyakan orang,
sesuatu yang menimbulkan rasa cemas dan takut, dan akan dihindari andaikata
mungkin. Sejarah mencatat, demikian banyak orang, pertapa, raja, yang telah
berupaya menghindari kematian ( pencarian pil/air abadi ), bahkan ada yang
berharap untuk dapat hidup kembali suatu hari kelak setelah kematiannya,
misalnya obsesi raja mesir kuno dengan mumminya. Kenyataannya, kita melihat
bahwa semua usaha ini sia-sia belaka. Tak ada seorangpun yang dapat menghindari
kematian, kematian adalah proses yang harus dijalani oleh manusia biasa, suka
atau tidak suka, siap atau tidak siap.

Agama Buddha memandang kematian sebagai hal yang wajar terjadi
merupakan rangkaian dari proses kelahiran, usia tua, sakit dan mati, sesuai
dengan dorongan karmanya. Semua yang terbentuk pasti akan lenyap, semua yang
terlahir pasti akan mati. Jika kita menginginkan tiada kematian, hanya mungkin
diperoleh dari tiada kelahiran (tidak tumimbal lahir).

Sekarang jelaslah bahwa kematian adalah suatu yang tidak dapat
dihindari dan harus dijalani oleh setiap makhluk sebagai akibat dari
kelahirannya. Lalu yang dapat kita lakukan hanyalah mengadakan persiapan yang
baik dalam menghadapi proses kematian, sehingga bila saat itu tiba, kita tidak
menjadi takut, cemas, bingung, serta panik, bahkan kita mempunyai daya kemampuan
untuk memilih akan tumimbal lahir di alam mana sesuai dengan yang kita inginkan.


Ibarat seorang yang akan melakukan perjalanan jauh, jika tanpa
persiapan sebelumnya, dia tentu akan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan,
seperti kehabisan bekal, tak ada tempat untuk menginap dan sebagainya.
Demikianlah pula dengan manusia yang akan melakukan perjalanan terakhir dalam
hidupnya (wafat), jika tanpa persiapan yang baik, dia pasti akan tersesat dan
menderita.

Renungkan, kita sering melihat kadang-kadang kematian itu datang
secara mendadak, bisa terjadi pada hari ini, hari esok maupun lusa, mengingat
hal itu, mengapa kita tidak mempersiapkan diri mulai sekarang?

Buku ini membahas perihal kematian berdasarkan ajaran Buddha
aliran Tantrayana dan aliran Sukhavati. Meskipun saat ini anda bukan pemeluk
agama Buddha, bila anda membaca, memahami dan mempraktekkan
petunjuk-petunjuknya, maka anda akan memperoleh pengetahuan berharga yang pasti
bermanfaat sebagai bekal disaat anda menjalani proses kematian nanti.



2. MANUSIA



A. HAKEKAT MANUSIA

Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa hakekat manusia
sesungguhnya terdiri dari nama dan rupa, yang merupakan perwujudan dari panca
skandha (rupam; vedana; samjna; samskara dan vijnana).

Badan jasmani manusia (rupam) terbentuk dari 4 macam unsur
(catur-mahabhuta) yaitu unsur panas/api (teja-dhatu), unsur gerak/angin
(vaya-dhatu), unsur tanah dan air. Sedangkan badan rohani manusia (nama) terdiri
dari perasaan (vedana), persepsi (samjna), bentuk-bentuk pikiran (samskara) dan
kesadaran (vijnana).

Didalam perjalanan hidupnya, manusia pasti melakukan
aktifitas/kegiatan, baik itu melalui pikiran, ucapan maupun perbuatannya. Semua
aktifitas yang baik (kusala karma) atau aktifitas yang buruk (akusala karma),
disengaja maupun tidak disengaja, yang dilakukan sejak manusia itu lahir hingga
saat meninggalnya, akan tercatat didalam alajnavijnana (gudang kesadaran).
Alajnavijnana dapat diibaratkan suatu gudang yang sangat besar, yang mampu
menyimpan seluruh memori perbuatan seorang manusia dan kondisinya bersifat
dinamis, alajnavijnana inilah yang akan berperan/menentukan dan ikut dibawa
serta dalam proses tumimbal lahir berikutnya.



MANUSIA ALAJNAVIJNANA

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image004Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image003Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image005

Manusia melakukan aktifitas melalui pikiran, ucapan dan
perbuatannya (dulu&sekarang) yang akan disimpan didalam gudang kesadaran
(alajnavijnana)




KEBODOHAN MANUSIA

Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab III yaitu tentang
perumpamaan, dijelaskan bahwa kondisi dunia ini ibarat rumah yang sedang
terbakar hebat, dimana kepala keluarganya adalah seorang yang sangat kaya raya
dan bijaksana. Didalam rumah yang sedang terbakar itu, dilihatnya anak-anaknya
sedang asyik bermain-main tanpa menghiraukan kobaran api yang semakin lama
semakin bertambah besar, kemudian orang tua yang bijak tersebut memanggil
anak-anaknya : “Hai anak-anakku, segeralah keluar dari rumah yang sedang
terbakar itu”. Namun sang anak tidak menghiraukan himbauan dan perintah ayahnya,
mereka tetap asyik dengan permainannya bahkan tidak merasa cemas dan takut,
mereka tidak mengerti dan tidak peduli dengan bahaya kobaran api yang
mengancamnya.

Kemudian ayah yang bijak tersebut berpikir, Rumah ini sedang
terbakar oleh nyala api yang besar, bila anak-anakku tidak segera keluar,
niscaya mereka akan terbakar juga, baiklah akan kuusahakan cara yang bijaksana
agar mereka terhindar dari bencana”.

Mengetahui kesukaan anak-anak terhadap berbagai macam barang
permainan, ayah tersebut lalu berkata : “anak-anakku, berbagai barang yang
menarik ayah sediakan di luar sana, bila kalian tidak segera keluar
mendapatkannya, kalian akan menyesal nanti. Lihatlah bermacam-macam kereta
domba, kereta rusa, dan kereta lembu tersedia di luar pintu untuk kalian pakai
bermain-main. Kalian harus segera keluar dari rumah ini dan akan kuberikan mana
yang kalian sukai”.

Mendengar hal itu, anak-anaknya menjadi gembira dan bersemangat
sehingga berhasil keluar dari rumah yang terbakar tersebut, sesampainya di luar,
mereka bertanya: “Ayah manakah barang yang ayah janjikan tadi, kereta domba,
kereta rusa, dan kereta lembu?”

Sang Ayah lalu memberikan kepada setiap anaknya masing-masing
sebuah kereta yang besar, indah dan menarik, dihiasi dengan berbagai barang yang
bagus dan berharga; diberi tempat duduk bersandaran; digantungi genta-genta pada
ke empat sisinya; semuanya dihiasi dengan tabir yang penuh dengan benda-benda
bagus dan mahal; yang dikaitkan dengan tali-temali penuh batu permata;
digantungi bunga rampai serta dialasi tikar yang indah lengkap dengan bantalan
merah. Kereta tersebut ditarik oleh seekor lembu yang putih bersih, tampan dan
kuat yang berjalan dengan langkah tegap secepat angin, disertai dengan pembantu
dan pengiring yang menjaganya.

Ayah dalam cerita diatas adalah Hyang Buddha, yang datang ke
dunia (triloka) ini, yang diumpamakan seperti rumah yang sedang terbakar hebat
oleh tiga jenis api yang berbahaya, yaitu api keserakahan (lobha), api kebencian
(dosa) dan api kebodohan (avidya). Beliau datang karena cinta-kasihnya yang
demikian besar untuk menyelamatkan semua makhluk agar mereka bebas dari
penderitaan jasmani : kelahiran, usia tua, sakit, dan mati, serta bebas dari
penderitaan non fisik yaitu : berpisah dengan yang dicintai, bertemu dengan yang
dibenci, keinginan tidak tercapai dan keterikatan pada panca skandha.

Beliau membebaskan semua mahkluk dengan menggunakan 3 jenis
kereta, yaitu kereta domba (jalan Sravaka); kereta rusa (jalan Pratyeka Buddha)
dan kereta lembu (jalan Bodhisattva).

Apakah adanya ketiga jenis kereta ini karena Hyang Buddha masih
membeda-bedakan atau bersifat pilih kasih? Jawabannya adalah tidak, pandangan
demikian salah sama sekali, justru dengan cara ini menunjukkan kebijaksanaan
Hyang Buddha yang tiada taranya dalam menolong semua makhluk agar mereka bebas
dari lautan samsara. Munculnya perbedaan-perbedaan di atas disebabkan karena
masing-masing mahkluk mempunyai karma yang berbeda-beda, sehingga cara untuk
menyelamatkannya juga memakai jalan yang berbeda-beda pula.

Bagi mereka yang memiliki kebijaksanaan yang mendalam, mengikuti
Buddha yang dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan
dan rajin memperoleh kemajuan, tetapi ingin cepat-cepat terlepas dari triloka
dan memperoleh Nirvana bagi dirinya sendiri, mereka akan keluar dengan
menggunakan jalan Sravaka.

Bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang dipuja dunia,
mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin menggalang
kemajuan, berkeinginan memperoleh kebijaksanaan yang mendalam seorang diri,
menikmati keseimbangan pribadi serta menguasai hukum sebab-musabab yang saling
bergantungan, mereka ini keluar dengan menggunakan jalan Pratyeka Buddha.

Sedangkan bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang dipuja
dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin
melaksanakannya, maju penuh semangat, mencari kebijaksanaan Buddha yang murni,
menaruh rasa welas-asih kepada semua mahkluk yang tak terhitung jumlahnya dna
berniat meringankan penderitaan serta menolongnya, mereka keluar dengan
menggunakan jalan Bodhisattva.

Seperti sang ayah yang mula-mula menarik perhatian anak-anaknya
dengan 3 jenis kereta, lalu memberikan sebuah kereta yang besar dan bagus,
demikian pula Hyang Buddha telah melakukan tindakan bijaksana dengan menarik
perhatian semua mahkluk dengan tiga macam kendaraan dan kemudian demi
keselamatan mereka hanya memberikan sebuah kendaraan yang besar saja. Untuk
alasan ini, kita mengetahui bahwa Hyang Buddha dengan kebijaksanaan dan
kekuatannya yang tidak terbatas, maka dengan satu kendaraan Buddha membedakan
dan menguraikannya menjadi tiga yang berbeda.

Dari perumpamaan cerita diatas pula, kita mengetahui bahwa ada 3
jenis api yang menyebabkan dunia terbakar dan menimbulkan penderitaan bagi umat
manusia. 3 macam api beracun ini bagaikan rentetan bunga api yang memercik
kemana-mana, menyebabkan dunia penuh dengan angkara murka; kemarahan; dendam;
kejam; rasa iri-hati; cemburu; curiga;kesalah-pahaman; kesombongan; egoistis;
tak pernah merasa puas; malas; kemelekatan dan berbagai kegelapan batin yang
lain. Pada akhirnya manusia kehilangan akal sehatnya dan terseret untuk berbuat
jahat (akusala-karma), yang mana akan menyebabkan berkurangnya akar kebajikan,
sehingga mereka sulit berjodoh dengan Buddha Dharma dan memperoleh kebahagiaan,
seandainya bertemupun mereka akan gagal mendengar dan memahami serta percaya
ajaran Hyang Buddha.

Manusia memiliki kecendrungan mementingkan dirinya sendiri,
mereka tidak menyadari bagaimana seharusnya mengasihi dan menghargai orang lain.
Mereka berdebat dan bertengkar hanya karena ego dan fenomena/khayalan, yang
akhirnya menimbulkan kebencian dan permusuhan. Inilah api dari kebencian (dosa),
cara memadamkannya hanyalah dengan mengembangkan cinta-kasih (maitri),
kasih-sayang (karuna) dan kebijaksanaan (prajna) terhadap semua makhluk.

Terlepas apakah orang itu kaya atau miskin, mereka yang kaya
raya takut kehilangan seluruh harta yang dimilikinya: rumah mewah, uang,
permata, dan segala kenikmatan duniawi lain yang diperoleh berkat fasilitas
kekayaannya. Sedangkan si miskin selalu merasa cemas dan kuatir serta merenung
apakah yang dapat dimakan untuk esok hari ? kesimpulannya, baik si kaya maupun
si miskin sama-sama tidak merasa tenang dan puas dengan apa yang mereka miliki,
semua ini karena sifat serakah (lobha), yang mudah terjebak menjadi prasangka
buruk, iri hati, kecemburuan sosial yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan
juga. Untuk mengatasi hal ini, kembangkanlah sifat simpati (mudita) dan keadaan
batin yang seimbang (upekkha).

Ketidak-mampuan manusia untuk membedakan mana yang baik dan
buruk. Kemelekatannya terhadap belenggu-belenggu duniawi yang bersifat khayal
(tidak kekal) ketidaktahuan atas ajaran Hyang Buddha menyebabkan manusia
bertindak bodoh (avidya), mereka membunuh, mencuri, berjinah, berbohong,
memfitnah, berlidah dua, berkata kasar, jahat, kehilangan kesadaran diri dan
mempunyai berbagai pikiran buruk/sesat.

Mereka tidak merasa menyesal dengan perbuatan buruk yang
dilakukannya, kadang-kadang bahkan timbul rasa bangga dan gembira dalam
melakuakn hal itu, mereka tidak takut pada Hukum Karma / Hukum Sebab-Akibat.
Oleh karena itu dikatakan kejahatan yang dilakukan karena ketidak-tahuan
kebodohan kegelapan bathin (avidya), sungguh sangat sukar diatasi.

Hanya dengan yakin dan sepenuh hati percaya kepada ajaran Hyang
Buddha, didalam hati timbul perasaan menyesal dan bertobat, kemudian menyatakan
diri berlindung kepada Triratna (Buddha, Dharma, Sangha), maka akan terbukalah
pintu dharma baginya.

Jangan merasa bimbang dan ragu, Dharma Hyang Buddha tak ada
dustanya, segeralah memohon Triratna menyatakan diri berlindung kepada Triratna.
Sebab inilah awal dari kesempatan membina diri untuk memperoleh kemajuan,
sehingga dapat menciptakan hidup baru yang lebih baik, tentram dan bahagia,
penuh kedamaian, bebas dari rasa cemas, ketakutan, kesengsaraan dan penderitaan.

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Empty Re: Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi

Post by Admin Sun Jan 10, 2010 12:36 pm

:: Bagaimanakah agar kita dilahirkan di Alam Sukhavati ::


3. KEMATIAN



Bila kematian tiba, tak ada yang kubawa serta,

Harta, kemewahan bukan lagi milikku.

Kedudukan, nama dan kekuasaan, semua t'lah sirna.

Siapa mengiringi perjalananku ?

Lenyap sudah tali ikatan,

Teman, sahabat, keluarga tercinta, hanya tinggal kenangan


Kini kuteringat

48 janji besar Amitabha Buddha,

Tekad mulia menolong semua makhluk,

Bebas dari derita,

Untuk lahir di Surga Sukhavati.

Kepada-Nya aku berlindung,

Sepenuh hatiku berseru :

Namo Amitabha Buddha ( berulang-ulang )



Agama Buddha mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir dari
segalanya, kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang sekarang
dengan kehidupan di alam tumimbal lahir yang baru.

Kalau kita mengambil perumpamaan dengan TV atau radio, ibaratnya
perubahan channel / frekuensi, misalnya hidup kita sekarang berada di channel 1,
ketika channel 1 dimatikan dan diganti dengan channel yang lain, maka akan
berganti pula gambar di layar TV tersebut.

Bagi mereka yang sewaktu masih hidup rajin berlatih membina
diri, menghayati dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha, maka dia akan mengetahui
kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mengetahui jauh sebelum waktunya, bisa
beberapa tahun, bulan, minggu atau 1-2 hari sebelumnya, tergantung dari
ketekunan dan kemantapannya didalam menghayati Buddha Dharma. Sehingga menjelang
saatnya tiba, dia dapat melakukan persiapan seperlunya, yaitu membersihkan diri
dan menukar pakaian, lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amitabha Buddha.
Begitu nafas terakhir dihembuskan, masih dalam keadaan samadhi dia akan dijemput
oleh Amitabha Buddha dan Bodhisattva-Bodhisattva pengiringnya, langsung tumimbal
lahir di surga Sukhavati. Tanpa rasa sakit, bebas dari derita terurainya 4
elemen penyusun tubuh jasmani, dan jenazahnya tampak seperti orang yang tertidur
nyenyak, tenang dan damai.



A. PROSES PENGHANCURAN BADAN JASMANI & ROHANI


Terurainya 4 elemen besar dimulai dari unsur tanah, unsur tanah
ini akan turun ke unsur air, yang menyebabkan badan terasa sesak, seakan-akan
menanggung beban yang sangat berat, seluruh otot terasa kaku dan kram, pada saat
ini dianjurkan agar sanak saudara jangan menyentuh atau memijatnya, karena akan
menambah penderitaan jasmaninya. Setelah itu unsur air akan turun ke unsur api
yang menyebabkan seluruh tubuh bagaikan diselimuti hawa dingin yang amat sangat,
beku, sakit bukan kepalang. Dan dilanjuti dengan turunnya unsur api ke unsur
angin, rasa sakit bertambah hebat, seluruh badan terasa panas bagaikan terbakar.
Elemen terakhir yang terurai adalah unsur angin, badan rasanya seperti ditiup
angin kencang, tercerai berai dan hancur lebur. Saat ini 4 elemen besar telah
terpisah, badan jasmani tak dapat dipertahankan lagi, inilah yang disebut mati
dalam ilmu kedokteran. Tetapi menurut teori Buddhis indra ke 8 (alajnavijnana)
dari orang tersebut belum pergi, karenanya belum boleh disentuh, dia masih dapat
merasa sakit, bahkan ada yang bisa mengeluarkan air mata, walaupun secara medis
sudah dinyatakan mati.

Jika ada sanak saudaranya yang telah belajar Buddha Dharma ingin
menolong dia, ambillah sikap duduk yang tenang dan berilah motivasi kepada
almarhum untuk menuju Surga Sukhavati. Lalu dengan penuh konsentrasi membaca
Namo Amitabha Buddha berulang-ulang ( ©À ¡R «n µLªüÀ±ªû¦ò ). Hal ini akan
membantu mengurangi penderitannya. Bahkan bila semasa hidupnya almarhum pernah
menyebut Namo Amitabha Buddha. Pada saat ini akan menunjukkan manfaatnya, karena
disaat ajal tiba, ingatan manusia menjadi 9 kali lebih kuat dari pada biasanya,
sehingga bila ada orang yang lebih penuh konsentrasi membaca Namo Amitabha
Buddha untuk dirinya, maka getaran suci ini kontak ke dalam alajnavijnana-nya,
apalagi jika dia ikut mengulang Namo Amitabha Buddha sebanyak 10 kali penuh rasa
sujud, seketika akan dijemput untuk tumimbal lahir di Surga Sukhavati.

Ketika membaca tulisan ini, mungkin saudara tertawa dan tidak
mempercayainya, tetapi ada baiknya anda tetap membaca lebih lanjut buku ini
hingga selesai, mudah-mudahan di kala ajal tiba, dimana ingatan anda menjadi
sedemikian kuat, anda masih dapat mengambil manfaat dari hasil membaca buku ini,
dan memperoleh pertolongan gaib Amitabha Buddha.



49 HARI PERJALANAN BADAN MEDIO (ALAJNAVIJNANA)


Setelah seluruh 4 elemen besar terurai, maka indra ke 8 pun
(alajnavijnana) mulai meninggalkan badan jasmani, masa ini disebut masa medio
(peralihan). Alajnavijnana yang sudah terlepas dari badan jasmani disebut juga
dengan istilah badan medio.

Jangka waktu sebelum badan medio tumimbal lahir ke alam yang
lain adalah selama 49 hari (7x7 hari). Menurut aliran Sukhavati dihitung sejak
saat dia meninggal hingga hari ke 49. Sedangkan menurut aliran Tantrayana,
setelah terlepas dari badan jasmani, badan medio akan pingsan dan baru sadar 3,5
- 4 hari kemudian, sehingga masa 49 hari dihitung mulai 3,5 - 4 hari sesudah
hari kematiannya.



Kondisi umum badan medio :

Pada mulanya badan medio belum menyadari bahwa dirinya telah
meninggal dunia, seandainya kita dapat melihat keberadaanya, akan terlihat
terang dan lincah. Dia merasa semua indranya lengkap : mata, telinga, hidung,
lidah, badan dan pikirannya bekerja sangat baik. Orang yang semasa hidupnya buta
dapat melihat kembali, yang bisu dapat berbicara, yang tuli dapat mendengar,
badannya pun dapat melanglang buana, bebas tiada yang merintangi.

Jika pada waktu itu ada sanak keluarganya mengadakan upacara
kematian dan memanggil namanya, maka dia akan mendekati jenazahnya dan menjadi
sadar bahwa dia telah tiada.

Bisa juga ketika dia berada di depan cermin dan tidak terlihat
bayangan dirinya, tahulah dia bahwa dirinya telah meninggal dunia, sesaat dia
menjadi galau dan tersentak kaget. Karena kemelekatannya terhadap duniawi masih
tebal, dia mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang dikenal semasa
hidupnya, ternyata tidak ada hasilnya. Dalam keadaan bingung dia mencari badan
kasarnya dan ingin masuk kembali, itupun sia-sia belaka, proses penghancuran
badan jasmaninya telah berjalan, dia hanya dapat berharap ada suatu tempat untuk
menampungnya, badan apapun akan dihampiri untuk mengakhiri penderitaannya.

Apabila keluarganya ada yang membantu dengan ©À¦ò (membaca
berulang ulang nama Buddha), maka badan medio dapat merasakan getaran suci
tersebut, dan bila badan medio ikut menyebut Namo Amitabha Buddha, kekuatan
Buddha segera datang menolong menuju Surga Sukhavati dan langsung tumimbal lahir
di alam Surga Sukhavati.

Jika pada saat itu keluarga almarhum mengadakan upacara kematian
dengan menyajikan sajian hasil pembunuhan hewan, misalnya : babi, ayam, ikan dan
sebagainya hal itu bukannya menolong, justru semakin menambah penderitaan badan
medio, bagaikan mendorong badan medio masuk ke 3 alam sengsara (binatang, preta
dna neraka), sebab hawa amarah binatang yang mati penasaran tersebut akan dapat
mengganggu perjalanan badan medio, sehingga badan medio merasa jengkel, kesal
dan marah. Kondisi yang buruk ini tidak menunjang badan medio agar tumimbal
lahir di alam yang lebih baik, tetapi justru menjerumuskannya ke alam yang
rendah.

Oleh sebab itu dianjurkan untuk memberikan sajian bukan dari
hasil pembunuhan, sebaiknya adalah : buah-buahan, bunga, hio wangi, air, pelita
dan makanan vegetarian saja.

Mudah-mudahan para pembaca percaya dan memesan keluarganya, agar
disaat meninggal nati, jangan sekali-kali memberikan sajian yang berasal dari
hasil pembunuhan, karena hal ini dapat memberatkan perjalanan orang yang
meninggal.

Jika pembaca yang beragama Buddha tetapi keluarganya tidak ada
yang beragama Buddha, sehingga tidak ada yang membaca pujian Amitabha Buddha (
©À ¡R «n µL ªü À± ªû ¦ò ) untuknya, sebaiknya memesan sanak keluarganya untuk
membunyikan rekaman kaset yang berisi nien fuo/nien cing. Tetapi yang terbaik
adalah bila pihak keluarga ikut pula membantu dengan melakukan pujian Namo
Amitabha Buddha untuk meringankan penderitaannya, karena getaran suara yang
penuh perasaan dari manusia lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan getaran
alunan kaset.

Bila kondisi ekonomi keluarga cukup, sebaiknya berbuat jasa dan
pahala atas nama almarhum, dengan cara mengamalkan uang yang diperoleh dari
sumbangan dukacita ke yayasan sosial (vihara, mencetak buku sutra Buddha) atau
untuk disalurkan kembali kepada mereka yang lebih membutuhkan.



Kontak rasa badan medio pada 14 hari pertama :


Apabila semasa hidupnya badan medio tidak pernah berjumpa,
berjodoh dan tidak mengerti Buddha Dharma dan pertolongan dari pihak keluargapun
tidak ada maka badan medio hanya mengandalkan karmanya sendiri dalam perjalanan
kematiannya.

Mula-mula badan medio akan berkontak rasa dengan 6 cahaya yang
muncul sebagai akibat dari karmanya sendiri. Jika karmanya berkontak rasa dengan
alam

Dewa, akan tampak sinar putih redup
Manusia,
akan tampak sinar kuning redup
Asura, akan tampak sinar hijau redup

Binatang, akan tampak sinar biru redup
Preta (setan
gentayangan), tampak sinar merah redup
Neraka, akan tampak asap
berkabut hitam.


Jangan menghampiri semua cahaya di atas, jika badan medio
terpikat oleh salah satunya (tergantung dari dorongan karma masing-masing) maka
ia akan tersedot dan masuk ke dalam arusnya dan tumimbal lahir di alam itu.
Disaat kritis ini, Hyang Buddha yang penuh welas asih akan muncul dengan
menampakkan 5 sinar yang cemerlang. Sangat terang tetapi tidak menyilaukan, guna
menolong badan medio agar terbebas dari tumimbal lahir.

Sinar-sinar gaib ini adalah : sinar biru yang menyala mulia,
sinar kuning yang indah, sinar merah yang cemerlang, sinar putih yang suci
murni, sinar hijau atau oranye yang laksana api unggun.

Jika badan medio mengenal dan tertarik salah satu sinar suci di
atas, serta mengucapkan pujian Namo Amitabha Buddha, maka segera akan diserap
dan terlahir di Surga Sukhavati.

Tetapi badan medio yang karma buruknya kelewat banyak, melihat
sinar suci ini justru takut, menyingkir dan menjauhi. Perlu diketahui
sinar-sinar ini tidak muncul serentak melainkan bertahap. Pada tulisan
selanjutnya akan dijelaskan tahapan-tahapan munculnya sinar-sinar ini hari demi
hari.

Pada umumnya, tanda berkontak rasa dengan dunia baik, sesaat
setelah meninggal dunia, setengah badan ke bawah akan dingin lebih dahulu,
sedangkan jika berkontak rasa dengan dunia buruk, setengah badan ke atas yang
menjadi dingin lebih dahulu. Acarya parampara (sesepuh) mengatakan : jika bagian
wajah terakhir menjadi dingin akan tumimbal lahir di alam dewa, jika bagian
tenggorokan yang terakhir dingin akan tumimbal lahir di alam asura, jika yang
terakhir dingin adalah bagian bawah perut akan menjadi setan gentayangan, jika
dengkul kaki yang terakhir dingin akan menjadi binatang dan jika yang terakhir
dingin adalah telapak kaki, maka akan masuk ke alam neraka. Bagi mereka yang
tidak tumimbal lahir di 6 alam kehidupan, pada saat seluruh badan telah menjadi
dingin, bagian kepala tetap hangat.



Hari ke 1 :

Badan medio akan melihat warna biru cerah seperti biru langit,
ditengahnya bertahta Buddha vairocana (Pilucena-fo) di atas singgasana singa.
Pada saat itu terdapat pula sinar putih redup, segeralah masuk kedalam sinar
biru, karena sinar putih redup adalah sinar dari alam dewa. Jika ke dalam sinar
biru cerah badan medio akan terlahir di Surga Sukhavati bagian tengah.



Hari ke 2 :

Terdapat sinar putih suci yang menyinari badan medio, sinar ini
adalah sinar dari Buddha Aksobhya (Buddha Vajrasattva/ Cing Kang Fo) yang
bertahta di atas singgasana gajah, di sampingnya terdapat Bodhisattva
Ksitigarbha dan Bodhisattva Maitreya. Pada saat yang bersamaan munul sinar yang
menyerupai kabut, sinar itu adalah sinar neraka, jangan sekali-kali terpikat
olehnya. Segera bangunkan semangat, sepenuh hati menghormati Hyang Buddha dan
kemudian masuk ke dalam sinar putih cemerlang agar terlahir di Sukhavati bagian
timur.



Hari ke 3 :

Terdapat sinar kuning indah yang merupakan sinar dari Buddha
ratnasambhava (Pao Sen Fo) yang bertahta di atas kuda sakti, disampingnya
terdapat Bodhisattva Akasagarbha (Si Kung Cang Po Sat) dan Bodhisattva
Samantabhadara (Phu Sien Po Sat). Pada saat itu dari alam manusia juga
menyorotkan sinar kuning bercampur biru redup. Jangan perhatikan sinar ini,
sebaliknya dekatilah sinar kuning cemerlang dari Hyang Buddha. Dengan tekad yang
kuat menghormati Hyang Buddha, agar terbebas Dari penderitaan tumimbal lahir dan
masuk ke Sukhavati bagian Selatan.



Hari ke 4 :

Terdapat sinar merah yang bagaikan api unggun suci, inilah sinar
dari Amitabha Buddha dari Surga Sukhavati di sebelah barat, yang bertahta di
singgasana burung merak, langsung menyinari badan medio, di sampingnya terdapat
Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan Se Im Po-Sat) dan Bodhisattva Mahasthamaprata
(Ta Se Ce Po Sat) yang berdiri dengan wajah penuh welas asih. Disaat yang sama
muncul pula sinar merah redup yang berasal dari alam preta (setan gentayangan),
yang juga menyinari badan medio. Jangan terpesona dengan sinar ini, sebaliknya
kuatkan keyakinan, jangan takut pada sinar merah yang cemerlang, walaupun sinar
dari alam preta tersebut kelihatan lembut, tetapi munculnya sinar itu disebabkan
oleh karma buruk lobha serakah. Seharusnya dengan penuh keyakinan dan sujut
berlindung serta menyebut Namo Amitabha Buddha dengan penuh hormat, maka badan
medio segera akan tersedot oleh sinar merah cemerlang dan terakhir di Surga
Sukhavati sebelah Barat.



Hari ke 5 :

Terdapat sinar hijau terang bagaikan pelangi suci. Ini adalah
sinar dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen Fo) yang bertahta pada singgasana
makhluk yang berbadan manusia dan berkepala burung. Sinar itu langsung menyinari
badan medio. Di sampingnya terdapat Bodhisattva Vajrasattva (Cing Kang Sen Po
Sat) dan Bodhisattva Cu Kang Cang. Pada saat yang sama muncul pula sinar hijau
yang meresahkan dari alam asura. Sinar ini timbul akibat akusala karma yaitu
kebencian , rasa iri hati, marah serta dendam ketika berkontak rasa. Jangan
terpengaruh dan masuk ke dalamnya. Sebaliknya segera hormat kepada Hyang Buddha
dan bersungguh hati timbul perasaan menyesal dan bertobat agar segera tiba di
surga Sukhavati sebelah utara.



Hari ke 6 :

Jika hari ke 6 badan medio belum dapat menemukan penjemputan,
tentulah karena akusala karma yang telah diperbuatnya, atau selama hidupnya
tidak pernah mengenal Buddha Dharma, sehingga tidak yakin atas pertolongan gaib
Buddha dan Bodhisattva. Pada saat ini ke 5 Buddha yang sebelumnya telah
mengeluarkan sinar, sekali lagi mengeluarkan sinar panca warna yang cemerlang
secara serentak. Ketahuilah, sinar-sinar Buddha ini sesungguhnya dikeluarkan
oleh benih-benih kebhodian diri sendiri. Segera kenalilah salah satu sinar ini,
karena apabila badan medio tersedot, maka bebaslah dari proses tumimbal lahir.
Namun pada saat yang sama, ke 6 sinar dari alam tumimbal lahir akan datang lagi
menyinari badan medio, jangan mendekati sinar redup ini, karena bila tersedot ke
dalamnya badan medio akan kembali ke 6 alam tumimbal lahir.

Seharusnya badan medio sungguh-sungguh hati menghormati dan
berlindung pada Hyang Buddha, segeralah menyebut Namo Amitabha Buddha, maka
badan medio akan tersedot ke dalam sinar merah cemerlang dan terlahir di Surga
Sukhavati.



Hari ke 7 :

Jika badan medio melewatkan 6 hari pertama, maka pada saat hari
ke 7 akan muncul 5 penjemput yang menduduki posisi timur, selatan, barat, utara
dan tengah. Masing-masing mengangkat tangan kanannya membentuk mudra penaklukkan
dan mengeluarkan sinar yang menyoroti badan medio. Pada saat yang sama, dari
alam binatang memancarkan sinar biru redup, jangan terpikat pada sinar ini,
karena munculnya sinar redup ini sebenarnya akibat kebodohan diri sendiri.
Segeralah hormat dan berlindung pada Hyang Buddha. Sebutlah Namo Amitabha
Buddha, maka badan medio masih dapat tertolong untuk terlahir di Surga
Sukhavati.

Seandainya karma buruk badan medio sangat berat, maka dia akan
kehilangan kesempatan pada 7 hari pertama. Dimana penampakan wajah yang penuh
welas asih dari Buddha dan Bodhisattva akan mengubah wajahnya yang welas asih
itu menjadi wajah yang marah dan bengis untuk menyadarkan badan medio (menurut
keyakinan Tantrayana).

Pembaca jangan salah paham dengan kondisi ini, ketahuilah bahwa
bagi mereka yang senang berbuat jahat dan dosa, jika melihat wajah yang marah
atau bengis, justru merasa lebih familiar. Para Buddha dan bodhisattva
mengetahui sifat buruk ini, maka menjelmalah beliau dalam wajah yang buruk rupa
untuk menarik perhatian mereka, agar para makhluk yang berat karma buruknya mau
mendekati dan mentaatinya sehingga masih dapat tertolong.

Inilah perwujudan welas asih dan kebijakan (karuna dan prajna)
yang luar biasa dari pada Buddha dan Bodhisattva, yang kadang-kadang tak
terjangkau oleh alam pikiran manusia biasa.

Walaupun para Buddha dan Bodhisattva menggunakan berbagai upaya
untuk menolong semua makhluk, jika mahkluk tersebut tak ada jodoh/keyakinan
kepada Hyang Buddha, semua usaha ini akan sia-sia belaka. Oleh karena itu
kehilangan akar kebajIkan sungguh amat menakutkan, untuk memperkuat akar
kebajikan ini, dianjurkan kepada umat manusia agar setiap saat mengbangkitkan
tekad untuk berbuat baik, tidak berbuat jahat dan mensucikan hati dan pikiran.
Salah satu cara yang mudah dalam mengikat jodoh dengan Amitabha Buddha adalah
dengan membaca namanya berulang-ulang semasa kita masih hidup. Agar puji-pujian
ini ada hasilnya, cara mengucapkan harus dengan konsentrasi segenap pikiran,
ucapan dan perbuatan menjadi satu, disertai tekad untuk terlahir di Surga
Sukhavati.



Hari ke 8 :

Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3,
bertangan 6, berkaki 4 dan bermata 9. Bagian kanannya berwarna putih, sedang
kirinya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna coklat merah tua. Gigi
taringnya menonjol dan alisnya bersinar bagaikan listrik. Seluruh badannya
bercahaya dan berteriak keras menggelegar. Malaikat ini sebenarnya adalah
penjelmaan dari Buddha Vairocana (Pilucena-Fo) yang datang menjemput, jangan
takut dan kaget, bersujudlah kepadanya dan masuklah ke dalam sinar bijak Hyang
Buddha, jika disaat itu sepenuh hati menyebut Namo Amitabha Buddha, masih dapat
terlahir di Surga Sukhavati bagian barat.



Hari ke 9 :

Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah, bermuka 3,
bertangan 6, berkaki 4. Bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya
berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna biru tua. Malaikat ini sebenarnya
adalah penjelmaan dari Buddha Aksobhya (Vajrasattva/ Cing Kang Fo), yang muncul
akibat kontak rasa indra sendiri, jika disaat itu menyebut Namo Amitabha Buddha
dengan sepenuh hati, badan medio dapat tiba juga di Surga Sukhavati bagian
barat.



Hari ke 10 :

Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3,
bertangan 6, berkaki 4, bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya
berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna kuning tua. Malaikat ini sebenarnya
adalah penjelmaan dari Buddha Ratnasambhava (Pao Sen Fo) dari selatan. Jika
mengenalnya dan menyebut namanya dengan sepenuh hati niscaya bebaslah dari
penderitaan. Tetapi jika saat itu badan medio menyebut Namo Amitabha juga akan
segera tiba di surga Sukhavati bagian barat.



Hari ke 11 :

Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3,
bertangan 6, berkaki 4. Bagian kanannya berwarna putih, sedang bagian kirinya
berwarna biru dan bagian tengahnya berwarna merah tua. Malaikat ini sebenarnya
adalah penjelmaan dari Buddha Amitabha ( ªü À±ªû ¦ò ). Jika mengenal dan
menyebut namanya dengan sepenuh hati maka akan segera tumimbal lahir di surga
Sukhavati sebelah barat.



Hari ke 12 - 13:

Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3,
bertangan 6, berkaki 4. Bagian kananya berwarna putih, sedang bagian kirinya
berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna hijau tua. Malaikat ini sebenarnya
penjelmaan dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen FO). Sebutlah namanya dan
segeralah masuk ke dalam sinar Buddha, jika saat itu menyebut Namo Amitabha
Buddha. Maka terbebaslah dari pengaruh karma buruk dan tiba di Surga Sukhavati
bagian barat.



Hari ke 14 :

Pada hari ke 14, badan medio akan melihat berbagai bayangan
malaikat wanita dengan bentuk rupa yang marah dan menyeramkan. Semua penampakkan
ini timbul karena kontak rasa dari indra sendiri. Ke 28 malaikat ini akan
mengelilingi badan medio dalam 2 lapisan (luar dan dalam), yang berkedudukan
sebagai penjaga pintu 4 penjuru.

Lapisan sebelah dalam :

Timur :

• Berkepala kerbau dengan warna coklat merha tua, memegang
tongkat dan mangkok dari tengkorak manusia.

• Berkepala ular warna merah kuning memegang bunga teratai.


• Berkepala macan tutul warna biru hitam memegang tombak
bercula tiga.

• Berkepala monyet warna hitam memegang roda.

• Berkepala beruang es warna merah memegang tombak pendek.

• Berkepala beruang putih warna merah memegang tali yang
terbuat dari usus manusia.



Barat :

• Berkepala elang warna hijau kehitaman memegang tongkat kecil.


• Berkepala kuda warna merah memegang kaki tangan mayat.

• Berkepala elang warna putih memegang tongkat kayu.

• Berkepala anjing warna kuning memegang tongkat dan belati.


• Berkepala burung pelatuk warna merah memegang busur panah.


• Berkepala rusa warna hijau memegang hiolo.



Utara :

• Berkepala serigala warna biru memegang bendera kecil.

• Berkepala kambing hutan warna merah memegang tongkat kayu
runcing.

• Berkepala babi hutan warna hitam memegang tali urat gigi.


• Berkepala burung gagak warna merah memegang jenazah anak
kecil.

• Berkepala gajah warna hijau hitam memegang jenazah dan
mangkok tulang manusia.

• Berkepala ular warna biru memegang tali ular.



Selatan :

• Berkepala kelelawar warna kuning memegang pisau belati.

• Berkepala singa warna merah memegang hiolo.

• Berkepala kalajengking warna merah memegang bunga teratai.


• Berkepala burung warna putih memegang tongkat.

• Berkepala musang warna hitam kehijauan memegang tongkat kayu.


• Berkepala macan warna kuning kehitaman memegang cawan babi
berkepala manusia.



Lapisan sebelah luar :

Timur : berkepala burung warna hitam memgang kail besi.

Barat : berkepala singa warna merah memegang rantai besi.

Utara : berkepala ular warna hijau memegang klenengan/bel.

Selatan : berkepala kambing hitam warna kuning memegang tali.




Melihat penampakkan malaikat wanita yang serba menyeramkan
tersebut, badan medio seharusnya segera tersadar. Dan jika saat itu menyebut
Namo Amitabha Buddha masih dapat tertolong untuk tumimbal lahir di alam Surga
Sukhavati.



Hari ke 15 sampai 49 :

Jika sampai hari ke 14 badan medio belum dapat menggunakan
kesempatan yang ada untuk masuk ke dalam alam Buddha, badan medio akan mendengar
teriakan-teriakan yang memilukan dan menyeramkan, terasa angin yang besar
kencang meniup dari arah belakang dan sekelilingnya menjadi gelap gulita. Di
saat itu muncullah raja setan dan seluruh prajuritnya, bentuk badnnya besar dan
berwajah menakutkan, siap meminum darah manusia. Jika badan medio melihat
keadaan ini, janganlah takut, sadarlah bahwa segala wujud atau rupa itu pada
hakekatnya adalah kosong. Sebutlah Namo Amitabha Buddha, maka semua gambaran
yang menakutkan tersebut akan lenyap dan badan medio segera tumimbal lahir di
Surga Sukhavati.

Jika badan medio gagal menggunakan kesempatan yang terakhir ini,
maka badan medio akan jatuh kembali ke salah satu dari 6 alam tumimbal lahir
sesuai dengan karmanya masing-masing.



4. TUMIMBAL LAHIR



A. DASA DHARMA DHATU

Didalam agama Buddha dikenal adanya 10 alam besar (Dasa Dharma
Dhatu) yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :



Kelompok yang tidak tumimbal lahir lagi :

• Alam Buddha (Buddha Dhatu)

• Alam Bodhisattva (Bodhisattva Dhatu)

• Alam Pratyeka Buddha (Pratyeka Buddha Dhatu)

• Alam Arahat (Arahat Dhatu)



Kelompok yang masih tumimbal lahir :

• Alam Dewa (Dewa Dhatu)

• Alam Manusia (Manusya Dhatu)

• Alam Asura (Asura Dhatu)

• Alam Binatang (Triyak Dhatu)

• Alam Setan Gentayangan (Preta Dhatu)

• Alam Neraka (Naraka Dhatu)



• Alam Buddha :

Alam Buddha adalah alam yang maha sempurna. Makhluk yang
terlahir di alam ini telah melaksanakan Sad
Paramita
dengan sempurna sehingga memperoleh tingkat pencerahan Bodhi yang
tiada taranya (Anutaranya Samyaksambodhi), jasa dan pahalanya telah
berlimpah-limpah serta mempunyai kemampuan membimbing semua makhluk agar
memperoleh kesadaran bodhi. (Jika kemampuannya didalam menolong semua mahkluk
diberi nilai, score:100)



2. Alam Bodhisattva :

Alam Bodhisattva dihuni oleh makhluk yang telah melaksanakan Sad
Paramita dengan baik, tetapi pahalanya belum berlimpah-limpah dan mempunyai
kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta semua makhluk yang lain agar
bebas dari alam sengsara (score : 80-90)



• Alam Pratyeka Buddha :

Makhluk yang dengan usaha dan pengetahuan sendiri telah melatih
dan berhasil memutuskan dengan sempurna 12 rantai
sebab-musabab yang saling bergantungan (Dvadasanga Pratityasamutpada)
akan
memperoleh pencerahan Pratyeka Bodhi dan berdiam di alam Pratyeka Buddha (score
:70)



4. Alam Arahat :

Alam Arahat dihuni oleh mahkluk yang telah sempurna melaksanakan
4 kesunyataan mulia (Catur Arya Aryasatyani)
dan sempurna pula dalam melaksanakan Sila, Samadhi, Prajna dengan mengikuti
ajaran Samyaksambuddha sehingga mencapai pencerahan Sravaka Bodhi untuk dirinya
sendiri (score:60).



5. Alam Dewa :

Alam Dewa diliputi oleh kegembiraan, usia panjang dan kemakmuran
yang berlimpah-limpah. Makhluk yang dapat dilahirkan di alam ini, telah sempurna
menjalankan 10 perbuatan bajik (DasaKusala
Karma)
dan melakukan dana demi kepentingan orang banyak (score:50).



6. Alam Manusia :

Alam manusia bersifat derita, tidak kekal dan tanpa inti (Dukha,
Anitya, An-atman) dan setelah mati dapat berproses tumimbal lahir di salah satu
dari 10 besar sesuai dengan karmanya. Untuk dapat dilahirkan sebagai manusia,
makhluk tersebut harus menjalankan Pancasila dan Dasa Kusala Karma (score:40)




7. Alam Asura :

Makhluk yang dilahirkan di alam Asura ini, tidak menjalankan
Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, akan tetapi melatih diri dengan Samadhi,
sehingga memperoleh kekuatan gaib serta penuh dengan angkara murka. Alam Asura
mempunyai nafsu keinginan dan emosi yang luar biasa, serta mempunyai kesaktian
seperti dewa, tetapi alam ini diliputi dengan kegelisahan, ketidak-tentraman,
kemarahan dan jangka waktu hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia.
(score:30)



8. Alam Binatang :

Alam binatang diliputi oleh ketidakkekalan, kegelisahan,
kebodohan, serta tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.

Makhluk yang terakhir di alam ini karena semasa hidupnya ia
tidak menjalankan Panca-Sila dan Dasa Kusala
Karma, selalu melakukan tindakan yang negatif (Akusala Karma), tidak dapat
membedakan mana yang benar dan salah, tidak menggunakan akal budi dan tidak mau
belajar dharma (sore:20).



9. Alam Setan Gentayangan :

Makhluk yang dilahirkan di alam preta karena dia telah melanggar
Panca Sila dan Dasa Kusala Karma serta pikirannya selalu diliputi dengan dosa,
moha dan lobha (kebencian, kebodohan dan keserakahan). Alam setan gentayangan
penuh dengan penderitaan, kepanasan, kehausan, kegelisahan dan kelaparan dan
jangka waktu hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia (score:10).



10. Alam Neraka :

Makhluk yang dilahirkan di alam neraka karena dia telah
melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, serta pikirannya selalu diliputi
degan kebencian, kebodohan dan keserakahan yang tiada taranya, semasa hidupnya
tidak berbakti dan menyusahkan orang tua. Demikian juga dengan makhluk yang
telah melakukan 5 perbuatan buruk
(Pancanantarya-papakarma)
akan langung tumimbal lahir di alam neraka (score:
0)



TANDA-TANDA BERKONTAK RASA DENGAN BERBAGAI ALAM


1. Alam Surga Sukhavati :

Mereka yang semasa hidupnya belajar dan membina diri dengan
metode memasuki lautan samadhi Surga Sukhavati dan semua ucapan, pikiran,
perbuatannya selaras dengan Buddha Dharma, maka sewaktu menjalani proses
kematian, dia akan terbebas dari derta terurainya 4 elemen besar. Tanda-tanda
baik berkontak rasa dengan alam Surga Sukhavati adalah sebagai berikut :

• Hatinya mantap, tidak takut dan idak cemas.

• Mengetahui sebelumnya kapan dia akan wafat (bulan,hari,jam)


• Tekadnya sudah mantap untuk terlahir di surga Sukhavati,
tidak melekat pada keduniawian.

• Melakukan persiapan dengan membersihkan diri dan bertukar
pakaian.

• Menyebut Namo Amitabha Buddha saat menghembuskan nafas
terakhir.

• Duduk bersila dan beranjali, bila saatnya tiba, akan datang
utusan dari Surga Sukhavati untuk menjemputnya.

• Ruangan penuh dengan harum wangi-wangian gaib.

• Sinar terang menyinari seluruh badan dan ruangan.

• Terdengar suara musik yang merdu dari langit.

• Meninggalkan syair-syair yang bermanfaat bagi orang lain agar
berjalan di jalan Buddha.



Ke sepuluh tanda-tanda ini tidak semuanya muncul pada diri
seseorang, bisa hanya satu, dua, tiga atau lebih tanda yang nampak, hal ini
tergantung dari penghayatannya dalam Buddha Dharma masa orang tersebut masih
hidup.



2. Alam Neraka :

Saat akan tumimbal lahir di alam neraka, badan medio mendengar
suara-suara yang sedih, menjadi tertarik dan mengikutinya, badan medio akan
masuk ke umah batu dan goa berwarna hitam dan putih, selanjutnya memasuki
terowongan yang gelap.

Kemudian akan tertampak gambaran-gambaran yang serba
menyeramkan, bencana angin topan, halilintar menyambar, gunung runtuh, kebakaran
besar, dikejar-kejar binatang buas dan prajurit setan, serta kondisi neraka
panas dan dingin siap dihadapinya.

Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam neraka adalah
sebagai berikut :

• Melotot pada sanak saudara dan pada suami/istrinya.

• Menghembuskan nafas terakhir dalam kondisi marah, kecewa atau
menangis sedih.

• Badan dan mulut berbau busuk.

• Tidur tertelungkup.

• Biji mata bergerak bagai berlompatan dan berwarna merah.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan berbagai kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian
Amitabha Buddha.



3. Alam Setan Gentayangan (Preta) :

Alam Setan Gentayangan disebut juga alam setan kelaparan, karena
selalu merasa lapar, tak pernah puas, keinginan tak bisa tercapai, dia hanay
menunggu adanya upacara ulambana atau upacara persembahan puja makanan yang
dilakukan oleh orang suci, barulah ia dapat makan dan tertolong. Hal ini adalah
akibat sifat yang sangat pelit dan serakah sewaktu masih hidup.

Sebelum tumimbal lahir di alam ini, badan medio akan tertarik
dan mendekati padang pasir atau padang rumput kering dan masuk kedalamnya.
Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam preta adalah sebagai berikut :

• Badan merasa panas bagaikan terbakar.

• Sewaktu meninggal kedua mata terbuka/melek, tidak mau
terpejam.

• Mata dan mulut kelihatan kering.

• Selalu merasa haus dan lapar.

• Sering menjilati bibir.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan mennggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian Amitabha
Buddha.



4. Alam Binatang :

Sebelum tumimbal lahir di alam binatang, badan medio akan
melihat suatu padang rumput yang luas, beberapa goa dan gunung, jika badan medio
tertarik dan masuk ke dalamnya, maka akan tumimbal lahir menjadi binatang.
Tanda-tanda buruk berkontak rasa menjelang ajal :

• Rasa rindu yang sangat pada istri/suami, terus menerus
memandanginya dan tidak ingin berpisah.

• Jari-jari tangan dan kaki tertekuk melingkar.

• Seluruh badan berkeringat.

• Suaranya serak dan mulutnya berbau busuk.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan berbagai kegelisahan batin yang lain disertai dengan melakukan pujian
Amitabha Buddha.



5. Alam Asura :

Badan medio akan melihat hutan kayu yang indah dan 2 roda api
berputar mengagumkan, bila tertarik dan mendekatinya, maka akan segera tumimbal
lahir di alam asura. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal.

• Penuh raa tidak puas.

• Ingin memaksakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan
kekuatan.

• Bagian tenggorokan yang terakhir dinginnya.

• Tidak rela melepaskan harta benda yang ditinggalkan.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha
Buddha.



6. Alam Manusia :

Mula-mula badan medio akan melihat ayah dan ibunya bermesraan
dan bersenggama, bila tertarik dan jodohnya berat ke sebelah ibu maka akan
terlahir sebagai laki-laki, sedangkan bila lebih berat ke pihak ayah akan
terlahir sebagai wanita. Setelah memasuki kandungan ibu, meskipun menyesal dia
tak dapat keluar lagi, segera terbentuklah badan jasmaninya. Tanda-tanda
berkontak rasa menjelang ajal :

• Hati tenang, tentram dan mantap.

• Tiada rasa sakit pada tubuh.

• Merasa rindu kepada ayah dan ibu.

• Merasa kasihan kepada suami/istri dan orang yang dikasihinya.


• Meninggalkan pesan-pesan keluarga.

• Hatinya sujud dan mau menerima Trisarana.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha
Buddha.



7. Alam Dewa :

Badan medio akan mendengar musik kayangan yang merdu, menampak
istana yang indah dan megah, kemudian akan dijemput oleh bidadari kayangan yang
cantik dan dewa petugas yang tampan. Badan medio merasa bahagia dan gembira,
sehingga melupakan dunia dan mengikuti para dewa menuju alam kayangan.
Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal :

• Hati merasa senang dan gembira.

• Wajah berseri-seri dan sinar mata bening bercahaya.

• Badan tidak berbau.

• Tidak rindu pada harta dan keluarga.

• Timbul niat baik dan rasa welas asih terhadap keluarga.

• Tertawa bahagia menanti datangnya jemputan.

Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal dunia dalam
keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian, kemarahan, iri hati, rakus
dan berbagai kegelisahan batin yang disertai dengan melakukan pujian Amitabha
Buddha.



5. KEKUATAN GAIB AMITABHA BUDDHA




A. AMITABHA BUDDHA

Kita mengenal adanya Amitabha Buddha berdasarkan sabda Sakyamuni
Buddha yang tercatat didalam beberapa kitab suci, antara lain : Amitayurdhyana
Sutra, Maha Sukkhavativyuha Sutra, Sukhavativyuha Sutra, dan sutra-sutra
lainnya. Ketiga sutra ini adalah sutra pokok bagi agama Buddha Mahayana aliran
Sukhavati/¯Â¤g/Vimalaloka/Tanah Suci (Pure Land).

Amitabha Buddha dikenal juga dengan nama Amitabha Buddha, Amida
Butsu (Jepang), ªü À±ªû ¦ò (China) atau Amitayus Buddha, berasal dari bahasa
sansekerta yang artinya : a= tidak, mita= ukuran, abha= cahaya, dan ayus=
kehidupan. Sehingga Amitabha berarti Cahaya yang tak terukur/cahaya tanpa
batas/cahaya abadi. Hal ini berkaitan dengan konsep ruang. Sedangkan Amitayus
artinya Kehidupan tanpa batas, yang berkaitan dengan konsep waktu.

Amitabha/Amitayus Amita Buddha mengandung falsafah beliau yang
telah mengatasi ruang dan waktu, juga merupakan lambang dari cinta kasih, berkah
karunia dan kebijaksanaan yang tak terbatas.

Didalam Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa sebelum
menjadi Buddha Amitabha, dulunya beliau adalah seorang bhiksu bernama Bhiksu
Dharmakara, yang hidup dijaman Buddha Loke vara-raja, dimana Bhiksu Dharmakara
telah mengikrarkan 48 prasetya agung/janji suci tentang negeri Buddha-Nya yang
akan terwujud apabila Dia mencapai penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).


Dari sabda Sakyamuni Buddha kita mengetahui bahwa Bhiksu
Dharmakara telah mencapai pencerahan sempurna, dikenal sebagai Amitabha Buddha (
ªü À±ªû ¦ò ) dan surganya bernama Sukhavati (Kebahagiaan Yang Terluhur) atau
disebut juga Tanah Suci (Pure land/¯Â ¤g /Vimalaloka) yang letaknya di sebelah
barat dari dunia saha.Berdasarkan kenyataaan ini, Sakyamuni Buddha memberikan
rekomendasi kepada umat manusia untuk memuja-Nya dan bertekad untuk bertumimbal
lahir di Surga Sukhavati.

Didalam Vihara aliran Sukhavati, dijumpai gambar/rupa amitabha
Buddha yang diapit oleh bodhisattva Avalokitesvara di sebelah kirinya dan
Bodhisattva Mahasthamaprata di sebelah kanannya, kadang-kadang dilukiskan pula
bersama-sama dengan 25 Bodhisattva Mahasattva pengikutnya.

Untuk menghormati dan mengikat jodoh dengan Amitabha Buddha,
sesuai dengan prasetyanya yang ke 18 s/d 20, maka dianjurkan kepada semua
makhluk untuk membaca berulang-ulang nama-Nya dengan gembira dan penuh rasa
sujud serta konsentrasikan segenap pikiran, perasaan dan perbuatan didalam
alunan suara : Namo Amitabha Buddha/Namo Amita Buddha/ Namo Omito-Fo.

Janganlah anda berpikir bahwa melakukan pengucapan Namo Amitabha
Buddha adalah sesuatu hal yang mudah, hanya apabila rintangan karma kita tidak
terlampau besar, barulah hal itu mudah kita ucapkan. Mereka yang mempunyai
rintangan karma yang berat, tak akan dapat mengucapkannya walaupun mereka ingin
melakukannya. Sebagai contoh, Devadatta, ia hanya mampu mengucapkan Namo saja,
rintangan karmanya begitu besar sehingga tak dapat mengucapkan kata Buddha.

Diantara pembaca pasti ada yang bertanya-tanya, benarkah dengan
hanya mengucapkan Namo Amitabha Buddha ,maka akan dapat diselamatkan ? Raja
Milinda ( kurang lebih 115 SM ) pernah bertanya kepada Nagasena, bahwa tak masuk
akal bila seseorang yang begitu buruk karmanya dapat diselamatkan jika orang
tersebut menyerahkan kepercayaannya kepada Buddha menjelang kematiannya. Lalu
Nagasena menjawab bahwa bagaimanapun kecilnya sebuah batu, dia akan tenggelam di
dalam air, akan tetapi batu yang beratnya ratusan ribu ton jika diletakkan di
atas kapal, ia akan terapung/ terangkat.

Nagarjuna (100 - 200 M) kembali menyatakan, bahwa ada 2 jalan
untuk mencapai ke Buddha-an, yang satu sulit dan yang lainnya mudah. Yang satu
dengan berjalan di atas kaki dan yang lainnya dengan kapal yang terbesar, juga
merupakan cara yang paling mudah, cocok dan aman untuk siapa saja di jaman
berakhirnya dharma ini.

Hyang Buddha bersabda : “Surangama Sutra adalah sutra pertama
yang akan lenyap dari permukaan bumi pada jaman akhir dharma, kemudian satu
persatu sutra-sutra yang lain akan menyusul juga, dan yang terakhir lenyap
adalah Amitabha Sutra. Pada jaman itu, manusia hanya dapat mengucapkan “Namo
Amitabha Buddha”, kalimat inipun akan lenyap pula, tinggal “Amitabha Buddha”,
bila hal inipun telah dilupakan oleh manusia, maka ajaran Sakyamuni Buddha akan
hilag sama sekali dari dunia, tibalah jaman kegelapan dharma. Setelah itu
mulailah kalpa baru dengan Maitreya Buddha yang datang darii surga Tusita untuk
mengajarkan Buddha Dharma/kesunyataan dharma kepada semua makhluk.”

Karena dipercayai Amitabha Sutra adalah sutra yang terakhir
lenyap, maka kedudukan sutra ini menjadi penting sekali. Master Zen yang
ternama, yakni Yung Ming Sou berkata : “Tanpa Zen dan tanpa Sukhavati adalah
sia-sia, dengan Zen saja tanpa Sukhavati, sembilan dari sepuluh orang akan
menuju jalan yang salah. Tanpa Zen tetapi dengan Sukhavati, selaksa orang
berjalan semuanya akan berhasil. Setelah bertemu dengan Amitabha Buddha,
kesempurnaan dapat dipastikan. Namun dengan Zen dan Sukhavati seorang ibarat
seekor harimau yang bertanduk, dia akan menjadi guru dharma pada saat itu dan
menjadi Buddha pada kehidupan yang akan datang.”

Sukhavati adalah identik dengan Namo Amitabha Buddha” dan Zen
identik dengan meditasi/dhyana. Mantera untuk memuja Amitabha Buddha agar kita
terlahir di Surga Sukhavati adalah Sukhavativyuha Dharani :

Namo amitabhaya tathagataya. Tadyatha : Amite
Amitobhave.
Amita sambhave.
Amita, bikrana tamkare,
Amita bikranata. Amita gagana
kritikare, Svaha.



B. ALAM SURGA SUKHAVATI

Didalam Sukhavativyuha Sutra, Sakyamuni Buddha bersabda : “Oh,
Sariputra, berlalu dari sini melewati ratusan ribu koti negeri Buddha (Buddha
Ksetra), di penjuru Barat, terdapatlah sebuah alam yang disebut Surga Sukhavati.
Didalam alam tersebut seorang tathagata, Arahat, Samyaksambuddha yang bernama
Amitayus (Amitabha), bertahta, berdiam dan tinggal di sana membabarkan Dharma.”


“Oh, Sariputra, mengapa alam tersebut disebut Sukhavati ? Sebab
mahkluk-makhluk yang terlahir di alam Sukhavati, tak ada yang mengalami
penderitaan jasmani maupun rohani. Surga Sukhavati adalah suatu alam yang damai,
penuh kegembiraan dan kebahagiaan, usia panjang tak terbatas, tiada usia tua,
tiada penderitaan dan tiada kesusahan. Oleh karena itu, alam tersebut kuberi
nama Sukhavati (Kebahagiaan Terluhur).

Kebahagiaan dan keindahan di alam Surga Sukhavati itu tak
terukur, tak terjangkau oleh pikiran manusia dan tak dapat dilukiskan dengan
kata-kata, merupakan tempat ideal untuk belajar Buddha Dharma, sampai
tercapainya pembebasan tertinggi (Pencerahan Sempurna/Anuttara Samyaksambodhi).


Pakaian, makanan dan semua barang-barang yang indah akan muncul
dengan sendirinya seketika makhluk penghuni alam tersebut menginginkannya,
sehingga para Buddha dari 10 penjuru dunia memuji jasa dan kebajikan dari
Amitabha Buddha, serta menganjurkan umat untuk memujaNya.

“Barang siapa yang mendengar pujian “Namo Amitabha Buddha”,
menerimanya dengan sukacita, ikut mengulang melakukan pujian dan menyatu didalam
batinnya, maka ia akan terlahir di Surga Sukhavati dengan segala kegembiraan,
kebahagiaan, keajaiban serta kegaibannya”.

Didalam Amitayurdhyana Sutra, Sakyamuni Buddha bersabda :

“Tak tahukah engkau oh, Vaidehi, bahwa Amitayus itu berada tidak
jauh dari sini ? Engkau hendaknya memusatkan segenap batinmu dan bermeditasi
dengan sungguh-sungguh dengan alam-Nya”.

Keberadaan Hyang Amitabha Buddha tidak jauh dari kita semua,
Tanah Suci-Nya dilukiskan jauh sekali di kawasan barat, yang dapat dicapai
melalui ratusan ribu kesadaran Buddha, akan tetapi keberadaannya dapat dirasakan
didalam batin mereka yang sungguh-sungguh bertekad untuk terlahir di sana.

Orang-orang yang bertekad untuk dapat dilahirkan di negeri
Buddha, harus dapat mengembangkan 5 rangkaian ini :



• Pagi dan malam selalu melakukan pujian Namo Amitabha Buddha,
bahkan dalam kondisi batin yang bagaimanapun tetap melakukannya, baik dalam
duka, gembira, takut, ragu-ragu, sukses, mulai berusaha dan sebagainya,
senantiasa melakukan pujian Buddha, baik 1x atau 10x serta bertekad untuk lahir
di surga Sukhavati.

• Mereka harus melaksanakan catur bhakti kepada orang tua dan
membantu kehidupannya, melayani dan menghormati para guru dan sesepuh mereka,
penuh kasih-sayang, tidak berprilaku kejam, serta melaksanakan 10 perbuatan
bajik (Dasa Kusala Karma).

• Mereka harus mempelajari, menghayati dan bertekad untuk
selalu berlindung menyatu kepada Triratna (Buddha, Dharma, Sangha).

• Mereka harus membaktikan segenap usaha batin pada pencapaian
Bodhi (Pencerahan Sempurna), yakni kepada Hukum Karma, memepelajari dan
melafalkan sutra-sutra Mahayana dan mengajukan serta mendorong mahkluk lainnya
agar bersama-sama menuju pantai bahagia (Nirvana).

• Melaksanakan 5 pintu smrti : sembahyang, puji, tekad,
samadhi/instropeksi diri, penyaluran jasa.





KESIMPULAN



SEMANGAT BUDDHA DHARMA DALAM MENOLONG SEMUA MAKHLUK


Cinta kasih dan kasih sayang (maitri-karuna) Hyang Buddha
terhadap semua makhluk adalah demikian luhur, tak terkira dan tiada batasnya
yang diwujudkan dalam maitri, karuna dan prajna. Sifat inilah yang menjadi
landasan semangat Bodhisattva, semangat tanpa pamrih untuk menolong semua
makhluk agar bebas dari lautan sengsara, bebas dari penderitaan, sampai
tercapainya pantai bahagia. Penderitaanmu adalah penderitaanku, kebahagiaanmu
adalah kebahagiaanku juga. Perbuatan tersebut di atas, pada hakekatnya merupakan
tahap pengumpulan dana karma baik disertai kesadaran Buddha.

Dalam menjalankan tekad Bodhisattva ini, Hyang Buddha
menggunakan berbagai upaya bijaksana, yang kadang-kadang sulit dimengerti oleh
pikiran manusia biasa yang masih penu dengan ego, dosa, moha, dan lobha.

Apakah cinta-kasih dan sayang Hyang Buddha terbatas pada
kehidupan sekarang saja ? Tidak, cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha tidak
terikat oleh ruang dan waktu, selalu abadi, tidak membeda-bedakan, demikian
adanya (tathata). Kondisi karma dari para mahkluk itu sendirilah yang
menciptakan perbedaan-perbedaan, sehingga dalam menerima karunia sinar
cinta-kasih Hyang Buddha yang sama, hasilnya pun tampak berbeda-beda, sesuai
dengan karma mereka masing-masing.

Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab V, dikatakan bahwa
cinta-kasih dan kasih sayang Hyang Buddha laksana awan tebal yang menyelimuti
bumi, mencurahkan hujan seara serentak dan merata dimana-mana, membasahi dan
menyuburi bumi, segala tanaman, pepohonan, semak-belukar dan hutan. Semuanya
menyerap air hujan sesuai dengan kebutuhannya menjadi segar dan berkilauan,
tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan jenisnya masing-masing,
sehingga hasil panen dan waktu masak dari berbagai tanaman itupun menjadi
berbeda-beda pula.

Banyak manusia diliputi oleh ketidaktahuan (avidya), sehingga
menghasilkan kebodohan (moha), kebecian (dosa) dan keserakahan (lobha), mereka
tidak mengerti dan tidak merasakan semangat cinta-kasih Hyang Buddha yang
demikian agung dan mulia. Mereka selalu mengeluh, kecewa dan menderita rasa
tidak puas yang timbul karena nafsu keinginan mereka sendiri tiada
habis-habisnya. Sungguh sangat menyedihkan.

Semangat Buddha Dharma dalam menolong semua makhluk adalah
bersifat universal, tidak dibatasi oleh agama, suku bangsa, status sosial dan
atribut-atribut khayal duniawi yang lain, bahkan prasetya mulia-Nya tidak
terbatas hanya pada makhluk manusia saja, melainkan meliputi seluruh makhluk di
6 alam tumimbal lahir, baik itu alam binatang, preta, neraka, asura, dewa,
maupun manusia, semua makhluk akan ditolongnya agar semua bebas dari siklus
penderitaan tumimbal lahir, sampai tercapainya pantai bahagia Nirvana.

Oleh karena itu, siapapun anda, jangan merasa ragu untuk
mendekatkan diri dan menyampaiakn keluh-kesah anda kepada Hyang Buddha. Beliau
sudah tidak terikat/melekat pada bentuk rupa, dia adalah hakekat yang
sebenarnya, tidak pergi ataupun datang, yang telah mengatasi ruang dan waktu, di
luar arus kehidupan dan kematian.

Kedatangan Hyang Buddha ke dunia saha ini adalah untuk
memberikan berkah karunia, sebagai petunjuk jalan sekaligus menyelamatkan umat
manusia dari kebodohan yang dimilikinya. Tanpa cinta-kasih dan kasih-sayang
Hyang Buddha, manusia sulit untuk memahami dharma yang sangat halus dan lembut
serta tidak terkira dalamnya, hanya dengan melalui jalan Buddha Dharma, manusia
dapat mencapai Pencerahan Sempurna.

Keragu-raguan merupakan rintangan batin yang sangat besar,
sehingga walaupun sudah mendengar, mengetahui kebesaran dan kebenaran Buddha
Dharma, namun manusia tetap merasa sulit untuk percaya dan melaksanakan ajaran
Hyang Buddha dalam praktek kehidupan nyata sehari-harinya.

Bagaimanapun bagusnya suatu ajaran dan besarnya rasa welas asih
Hyang Buddha kepada anda, adalah sia-sia belaka dan kosong adanya jika tidak
dipraktekkan, karena hal itu tidak akan membawa kemajuan, manfaat dan perubahan,
maka keputusan terakhir tetap berada di tangan diri anda sendiri, apakah anda
mau mengikuti, meyakini dan melaksanakannya ? Hanya anda sendiri yang dapat
menjawabnya.



Beberapa Prasetya Agung :

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image0061.
Amitabha Buddha :


“Siapa yang menyebut nama-Ku dengan penuh sujud, dan
bersungguh-sungguh hati ingin terlahir di negeri Buddha-Ku, jika akau tidak
dapat menyeberangkannya, maka aku tidak akan menjadi Buddha”. (Maha
Sukhavativyuha Sutra)




Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image0082. Avalokitesvara Bodhisattva :

“Jika terdapat makhluk-makhluk yang menderita kesedihan yang tak
tertangguhkan, mereka menyebut nama-Ku, jika aku tidak dapat menolongnya, maka
aku tidak mau menjadi Buddha”.

“Jikalau dalam kesukaran, dengan penuh sujud memuja nama-Ku, Aku
akan segera memperhatikan suara mereka, maka terbebaslah penderitaanya”.
(Saddharma Pundarika Sutra bab XXV).



3. Ksitigarbha Bodhisattva :

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image010“Jika neraka belum kosong aku belum mau menjadi Buddha”.

“Jika aku tidak pergi ke neraka untuk menyelamatkan
makhluk-makhluk yang berada di sana, siapa yang akan pergi ke sana ?.

“Jika semua makhluk sudah terselamatkan barulah aku mau mencapai
kebodhian”. (The Sutra of The Past Vows of the Earth Store Bodhisattva)




BANGUN TIDUR BERBUAT DAN MATI DI DALAM BUDDHA


Apakah menjadi umat Buddha yang saleh cukup hanya dengan percaya
dan melakukan sembahyang (tancap hio) saja ?

Itu sama saja dengan kita mempunyai makanan, memandanginya dan
tahu bahwa makanan tersebut dapat mengenyangkan perut serta diperlukan oleh
tubuh jasmani, tapi kita tidak melakukan aktifitas makan, lalu apakah kita
menjadi kenyang karenanya ? tentu saja tidak kenyang bukan ?

Oleh karena itu, bila kita ingin merubah kondisi hidup kita ke
arah yang lebih baik, lebih bahagia dan lebih makmur, tidak cukup hanya dengan
yakin, bersembahyang dan mempelajari Buddha Dharma saja. Disamping mengerti dan
menghayati Buddha Dharma, kita harus melaksanakannya dalam wujud
perbuatan/praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kunci yang
terpenting, tetapi justru paling banyak dilupakan oleh umat manusia itu sendiri.


Kita mengharapkan kondisi berubah, tetapi kita tidak melakukan
aktifitas yang berarti untuk mengubah kondisi tersebut, apakah hanya dengan
berharap, merenung, dan berkhayal saja akan terjadi perubahan ? Bukanlah hal ini
berarti mengingkari hukum sebab-akibat ? Jika tidak ada sebabnya bagaimana pun
akan muncul akibatnya ? Jika tidak ada awal, bagaimana dapat terbentuk akhir ?


Bukan berarti sembahyang tidak ada manfaatnya. Sembahyang adalah
awal dapat disebut menciptakan kondisi atau jodoh. Melaksanakan ajaran Buddha
dalam kehidupan sehari-hari adalah sebab. Dan memperoleh kegembiraan, kesuksesan
atau kebahagiaan adalah hasilnya/buah.

Mulailah aktifitas sehari-hari dengan bangun secara Buddha
artinya begitu bangun kita harus sadar dan berikan waktu kurang lebih 10 menit
untuk berdoa memotivasi diri sendiri dengan tekad yang baik, dan bermeditasi
dengan menyebut Namo Amitabha Buddha sebanyak 10 kali, setelah itu barulah
melakukan kegiatan sehari-hari baik itu makan, membaca, belajar, bekerja dan
sebagainya. Lakukanlah dengan penuh kesadaran, selalu ingat kepada perbuatan
Buddha, selanjutnya akhirilah aktifitas, timbulkan perasaan menyesal dan
bertobat jika membuat kesalahan serta berjanji untuk merobahnya setelah
melakukan pujian Namo Amitabha Buddha barulah kita tidur dalam kesadaran Buddha.
Untuk dapat melaksanakan hal ini dengan baik, sudah tentu kita harus menerima
Trisarana dan belajar meditasi dalam pujian Buddha (masuk agama Buddha).

Dengan melakukan hal ini secara terus-menerus, maka bila saat
kematian tiba, niscaya kondisi kita sudah siap untuk menjalani fase terakhir
dalam hidup kita, yakni mati didalam hembusan nafas Buddha, langsung menuju alam
Surga Buddha.

Demikianlah tulisan ini kami akhiri, semoga anda dapat mengambil
manfaat dari arti tersirat didalam kata-kata, dan bukannya terpaku pada bentuk
suratnya.

Kehidupan,Kematian serta Proses kematian dan alam SUkhavathi Clip_image013






Sad Paramita : artinya 6
perbuatan kesempurnaan agung, yaitu (1) kemurahan hati (dana); (2) disiplin
moral (sila); (3) kesabaran (ksanti); (4) semangat ketekunan untuk maju (virya);
(5) meditasi (dhyana) dan (6) kebijaksanaan (prajna)



12 sebab-musabab yang saling
bergantungan :

• Adanya Avidya (kegelapan bathin/ketidak-tahuan) akan
menimbulkan Samskara (bentuk-bentuk karma/perbuatan)

• Adanya Samskara akan menimbulkan Vijnana (kesadaran)

• Adanya Vijnana akan menimbulkan Namarupa (rohani dan jasmani)


• Adanya Namarupa akan menimbulkan Sadayatana (6 landasan
indra)

• Adanya Sadayatana akan menimbulkan Sparsa (kontak/sentuhan)


• Adanya Sparsa akan menimbulkan Vedana (perasaan)

• Adanya Vedana akan menimbulkan Trisna (kegemaran/kegiuran)


• Adanya Trisna akan menimbulkan Upadana (kemelekatan)

• Adanya Upadana akan menimbulkan Bhava (penjelmaan)

• Adanya Bhava akan menimbulkan Jati (kelahiran)

• Adanya Jati akan menimbulkan jaramarana (usia tua dan mati)




4 Kesunyataan Mulia :

• Adanya Dukha (derita)/ Dukha Aryasatya

• Sebab Musabab timbulnya Dukha/Dukha Samudaya Aryasatya

• Terhentinya Dukha/Dukha Nirodha Aryasatya

• Jalan untuk menghentikan Dukha/Marga/Dukha Gamini Pratipad
Aryasatya


10 perbuatan bajik :

• Tidak membunuh

• Tidak mencuri 3 karma dari tubuh

• Tidak berjinah

• Tidak berbohong

• Tidak berkata buruk 4 karma dari mulut

• Tidak berkata kasar

• Tidak memfitnah

• Tidak serakah (lobha)

• Tidak benci (dosa) 3 karma dari pikiran

• Tidak bodoh (moha)



Panca Sila adalah sila pokok
yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat Buddha yang saleh, ke 5 sila ini
adalah : (1) dilarang membunuh (2) dilarang mencuri (3) dilarang berjinah (4)
dilarang berdusta (5) dilarang kehilangan kesadaran diri/bermabuk-mabukan.



Perbuatan buruk adalah 5
karma buruk yang akan menghasilkan akibat langsung digolongkan dalam kategori
karma berat, karena jika hal ini dilakukan akan langsung jatuh ke dalam alam
neraka. Ke 5 perbuatan ini adalah (1) membunuh ibu atau ayah (2) membunuh
guru(3) membunuh seorang arahat(4) memecah belah sangha (5) melukai Sang BUddha

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik