BUDDHIST COMPILATION FORUM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

MALAIKAT GELEDEK MENGHUKUM MALING CILIK

Go down

MALAIKAT GELEDEK MENGHUKUM MALING CILIK Empty MALAIKAT GELEDEK MENGHUKUM MALING CILIK

Post by Admin Sat Nov 28, 2009 1:49 pm

MALAIKAT GELEDEK MENGHUKUM
MALING CILIK

Di kota Coh-ngo dalam karesidenan Siau-hin di Propinsi Ciat-kang hiduplah seorang laki-laki bernama Sim Toa-mao yang kerjanya mengemudi perahu penyeberangan. Sim Toa-mao adalah orang yang setia dan jujur. rajin bekerja, beruntung Ia menikah dengan seorang perempuan yang juga welas asih dan berperibadi luhur. Dan isterinya ini Sim ba-mao beroleh dua orang anak, yang besar perempuan bernama Ling-ing, kini berusia empat belas, adiknya laki- laki berusia sembilan. Meski keluarga ini tidak kaya, kalau tidak mau dikata pas-pasan, tapi karena setiap hari ia rajin bekerja sang’ istri juga pandai menghemat, sedikit banyak ia bisa menabung untuk memperbaiki rumah dan membiayai putra-putrinya sekolah, sekeluarga empat jiwa ini boleh dikata hidup dalam suasana tenang dan bahagia.

Sim Toa-mao punya seorang teman bernama Thong Toa, juga seorang laki -laki baik, polos dan sederhana, semula ia juga hidup dalam satu ‘kampung, sejak kecil mereka adalah teman bermain hingga berangkat dewasa bersama, begitu akrab dan lengket seperti saudara sekandung saja. Balakangan Thong Toá terpaksa pindah kesebuah kota kecil yang terletak agak selatan dan terpaut sekitar tiga puluh Ii jauhnya, banyak tahun mereka sudah tidak pernah hubungan lagi.

Tanggal 24 bulan 12 tahun ketiga tat.kal dinasti Tong-Li berkuasa. untuk mcmbeli kebutuhan tahun baru, hari itu Thong Toa berangkat ke kota ‘Siau Hin.’ Setelah lewat lohor baru ia berangkat pulang, tapi karena perjalanan teramat jauh. Mana lagi bulan dua belas biasanya siang hari lebih pendek dan malam hari, baru jam 6 sore hari sudah petang dan gelap, angin malam juga menghembus kencang, hawa terasa amat dingin, dalam keadaan cuaca seburuk itu jelas tak mungkin Thong Toa menempuh perjalanan. Kebetulan ía harus lewat kota Coh ngo, maka ia ambil ketetapan untuk mampir ke rumah Sim Toa-mao, maksudnya untuk bermalam di rumah temannya itu. Kedatangan Thong Toa sungguh diluar dugaan, Sim Toa-mao sekeluarga menyambut dengan senang gembira, anaknya segera disuruh beli arak, sementara isterinya turun ke dapur memasak beberapa hidangan untuk menjamu temannya yang sudah lama berpisah ini. Memangnya sudah sekian tahun mereka berpisah dan tak pernah bertemu, hingga mereka mengobrol tanpa kenal waktu, masing-masing menceritakan pengalamann hidup selama ini. Setelah lewat tengah malam baru mereka masuk tidur, Thong Toa tidur disebuah kamar tamu yang sudah dipersiapkan istri Sim Toa-mao.

Menjelang tidur Thong Toa menaruh barang-barang bawaannya di bawah kaki tempat tidurnya, termasuk juga kantong berisi uang titipan teman dan familinya di kota yang harus disampaikan kepada keluarganya di desa. Esok harinya setelah makan pagi Thong Toa pamitan lalu berangkat dengan menggendong barang-barang bawaannya termasuk kantong uangnya. Namun di tengah jalan baru ia menyadari bahwa kantong uangnya yang semula berat kini terasa jauh lebih ringan, seketika ia sadar bahwa pasti ada apa-apa yang tidak beres, lekas ia buka kantong uangnya serta merogoh keluar isinya, ternyata uang titipan teman dan familinya yang tersimpan dalam kantong sendiri sudah lenyap entah terbang kemana. Bergegas Thong Toa kembali ke rumah Sim Toa - moa, untung Sim Toa-moa hari itu terlambat berangkat kerja, secara sabar ia selesaikan persoalannya. Sudah tentu Sim Toa - moa dan istrinya kaget, tercengang juga heran, disamping juga amat malu, saat itu juga suami istri ini mencari dan mencari, seisi rumah seperti dibongkar layaknya, hampir setengah hari mereka menggeledahi rumah itu tanpa berhasil menemukan kantong uang yang hilang.

Apa boleh buat, dalam keadaan terpaksa akhirnya Thong Toa pamitan. ia berangkat pulang dengan hati kesal, kecewa dan sudah tentu juga marah serta penasaran, ia sadar bahwa uang sebanyak itu adalah titipan para kawan dan famili untuk keluarganya di desa yang akan digunakan untuk merayakan tahun baru, kini seluruhnya hilang dan lenyap tak karuan parahnya, bagaimana ia harus bertanggung jawab atas semua kehilangan ini, apakah ada muka ia pulang menemui mereka? Rasa malu, menyesal dan sedih berkecambuk dalam sanubarinya, langkahnya menjadi ragu. Belum jauh ia meninggalkan rumah Sim Toa - mao, disaat itu ia melewati jembatan akhirnya ia mengambil jalan pintas. dengan nekad ia menerjunkan diri ke sungai, bunuh diri.

Peristiwa yang mengenaskan ini terjadi pada tanggal 26 bulan 12 tahun ketiga dinasti Tong - U, tatkala kerajaan Ceng masih kuat bercokol di daratan Tiongkok.
Tanggal 23 bulan pertama tahun berikutnya, cuaca cerah, langit membiru. meski hujan salju masih sering turun, tapi hawa sudah mulai terasa hangat, pepohonan sudah bersemi menyambut kedatangan musim semi yang tidak lama lagi bakal tiba.

Lewat lohor cuaca mendadak berubah, mega mendung, angin menghembus kencang, hujan deraspun turun dengan lebatnya, cahaya kilat menyamber-nyamber diselai halilintar yang menggelegar, seolah-olah semesta alam ini diamuk badai.

Sekonyong - konyong terjadi sebuah ledakan dasyat yang memekak telinga seperti menggoncang bumi. Selirik sinar kilat disertai halilintar yang menggelegar menyambar dan udara menembus genteng rumah Situ Toa - mao. Tahu-tahu putri sulung Situ Toa - mao yang bemama Ling - lug terlempar tinggi ke udara lalu jatuh di tengah jalan di depan rumah, dalam gaya berlutut sekujur badannya menyala dijilat api.

Peristiwa tak terduga ini sungguh membuai pecah nyali Situ Toa mao ia juga belum menyadari apa sebetulnya yang terjadi, yang pasti atap rumahnya runtuh dan ambruk disambar geledek, dengan badan gemetar ia lari keluar dari kamar tidur serta bersembunyi di balik pintu dapur. Berselang beberapa kejap kemudian baru ia berani beranjak keluar, dilihatnya atap genteng bagian dapurnya jebol, demikian pula tungku besar di dapurnya juga hancur berantakan. Dibagian pojok dalam yang tidak terjilat api dilihatnya sebuah bungkusan besar, dengan rasa heran dan takut ia maju dan menarik keluar. setelah dibuka isinya ternyata kantong berisi uang kepunyaan Thong Toa yang dinyatakan hilang itu, di dalamnya juga terdapat beberapa pucuk surat dan orang-orang yang titip Thong Toa untuk keluarganya di desa.

Bergegas ía lari keluar dan dapur, kebetulan isterinya juga berlari keluar dari kamar sambil menjerit-jerit dan meratap. Waktu mereka membuka pintu rumah dilihatnya putri sulungnya Ling - ing sudah terbakar hangus di tengah jalan tepat di depan rumah mereka sendiri. baru sekarang Sim Toa - mao sadar bahwa uang titipan yang dibawa Thong Toa itu hilang karena dicuri putrinya dan disembunyikan dalam tungku di dapur. Tanpa sebab tiada alasan, namun jiwa Thong Toa berkorban dengan sia-sia. Ling -ing sendiri mungkin juga tidak tahu, tidak menyadari akan dosa perbuatannya, tapi kesalahnya itu jelas sudah membunuh seorang lelaki yang jujur, karena meninggal penasaran, subab tentu sukmanya tetap gentayangan dan berusaha menuntut balas. kebetulan malaikat yang bertugas memang merasa berkewajiban memberikan hukuman setimpal kepada anak perempuan yang memang belum dewasa ini. Maka peristiwa itu pun terjadi tanpa bisa dihindarkan pula.

Cerita ini memang sungguh-sungguh terjadi. Bagaimana kesan anda sebagai ayah ibu yang teramat memanjakan putra putrinya

Admin
Admin

Jumlah posting : 277
Join date : 02.04.08

https://agama.forumakers.com

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas


 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik